Chanelmuslim.com – Kebesaran dan Keikhlasan Hati Khalid bin Walid
Sebentar lagi kita akan menyaksikan pemandangan yang sangat indah yang menggambarkan manusia-manusia besar yang sulit dicari tandingannya.
Saat Khalid memimpin pasukan Islam dalam peperangan yang sangat sengit di Perang Yarmuk, saat ia meraih kemenangan gemilang dari cengkeraman pasukan Romawi secara luar biasa, saat itulah ia dikejutkan oleh sepucuk surat yang datang dari Madinah. Surat yang dibawa oleh seorang kurir yang diutus oleh Khalifah baru, Umar bin Khathtab.
Baca Juga: Khalid Bin Walid, Si Pedang Alloh Yang Terhunus
Kebesaran dan Keikhlasan Hati Khalid bin Walid
Dalam surat tersebut tercantum salam penghargaan dari Khalifah Umar kepada seluruh pasukan Islam, berita wafatnya Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra., dan keputusannya memberhentikan Khalid dari jabatan panglima serta pangkatan Abu ‘Ubaidah bin Jarrah sebagai gantinya.
Khalid membaca surat itu dengan tenang. Setelah itu, ia berdoa agar almarhum Khalifah Abu Bakar diberi rahmat dan Khalifah baru, Umar, diberi kemudahan.
Khalid meminta kepada si pembawa surat agar tidak menceritakan kepada siapa pun mengenai isi surat tersebut. Ia menyuruhnya tetap tinggal di suatu tempat dan tidak berhubungan dengan siapa pun.
Setelah itu, ia kembali memimpin pasukan, tanpa mengabarkan berita kematian Khalifah Abu Bakar dan keputusan Khalifah Umar sampai kemenangan yang sudah dekat ini benar-benar terwujud.
Saat kemenangan pun tiba. Pasukan Romawi mengalami kekalahan yang menyakitkan. Khalid langsung menemui Abu ‘Ubaidah dan mengucapkan salam hormat sebagaimana yang dilakukan seorang prajurit kepada panglimanya. Abu ‘Ubaidah mengira sang panglima sedang bercanda setelah mendapatkan kemenangan yang tidak terduga ini. Namun, tidak lama kemudian, ia memahami peristiwa yang sebenarnya terjadi. Ia mencium kening Khalid, kagum akan kebesaran jiwa dan akhlaknya.
Versi lain menyebutkan bahwa surat tersebut dikirim oleh Khalifah Umar kepada Abu ‘Ubaidah, namun Abu ‘Ubaidah merahasiakan isi surat hingga perang berakhir.
Versi mana pun yang benar, yang penting bagi kita ialah sikap Khalid pada kedua kondisi tersebut, yang menegaskan bahwa ia benar-benar sosok yang mengagumkan, penuh keagungan, dan kemuliaan.
Sejauh yang penulis ketahui, inilah bagian kehidupan Khalid yang membuktikan keikhlasannya yang sangat kuat. Baginya, menjadi panglima atau prajurit biasa sama saja. Panglima atau prajurit merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban kepada Allah yang ia imani, Rasul yang ia baiat, dan Islam yang ia anut. Perjuangan yang ia lakukan saat menjadi prajurit.
Kemenangan besar terhadap nafsu yang diperoleh oleh Khalid dan yang lain dalam peristiwa ini benar-benar disuguhkan oleh para pemimpin Islam yang duduk di kursi Khalifah : Abu Bakar dan Umar. Dua nama yang selalu mengingatkan kita pada manusia-manusia luar biasa dan mempesona.
Sekalipun hubungan antara Umar dan Khalid terhadang renggang, namun kesucian hati Umar, keadilan, ketakwaan dan kepribadiannya yang luar biasa, sama sekali tak diragukan Khalid. Karena itu, tidak ada alasan untuk meragukan keputusan-keputusan Khalifah Umar, karena hati yang mengeluarkan keputusan itu adalah hati yang dipenuhi ketakwaan dan keikhlasan.
Tidak ada sedikit pun maksud jelek Khalifah Umar terhadap pribadi Khalid. Hanya saja, ia merasa keberatan terhadap pedangnya yang tajam dan sedikit sifat tergesa-gesanya. Hal ini sudah ia ungkapkan sewaktu dahulu ia mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar untuk menggeser Khalid dari jabatan panglima, menyusul terbunuhnya Malik bin Nuwariah. Ia berkata kepada Khalifah Abu Bakar,”Sesungguhnya, pedang Khalid sangat tajam dan sulit dikendalikan.”
Khalifah Abu Bakar menjawab, “Aku tidak akan menyarungkan pedang yang telah dihunus Allah untuk mematahkan orang-orang kafir.”
Umar tidak mengatakan bahwa Khalid sulit dikendalikan, tapi pedangnya yang sulit dikendalikan. Sungguh satu ucapan yang menunjukan kesantunan dan penghormatan Umar kepada Khalid.
Khalid sendiri adalah laki-laki yang hidup di medang perang, sejak lahir sampai meninggal dunia. Lingkungan, pertumbuhan, pendidikan, dan seluruh kehidupannya sebelum dan sesudah Islam, seluruhnya merupakan arena bagi seorang prajurit berkuda yang lihai dan disegani.
Masa lalunya sebelum Islam, bagaimana ia gigih menentang Islam, bagaimana ia berperang melawan Rasulullah dan para pengikutnya, dan bagaimana ia membunuh orang-orang Islam, semua itu masih menjadi beban baginya, yang menyebabkan pedangnya sangat haus untuk memenggal kepala orang-orang kafir sebagai tebusan masa lalu ketika pedangnya memenggal kepala orang-orang Islam.
Kalian tentu ingat kata-kata yang kami sebutkan di awal cerita ini ketika sedang berdialog dengan Rasulullah, “Ya, Rasulullah, mohonkan aku ampunan atas semua tindakanku mengahalangi jalan Allah.”
Sekalipun Rasul telah menjelaskan bahwa keislaman seseorang menghapus dosa-dosanya di masa lalu, namun ia tetap ingin Rasulullah memohonkan ampunan kepada Allah atas segala perbuatannya di masa silam.
Dan ketika sebilah pedang berada di tangan seorang prajurit berkuda yang luar biasa seperti Khalid, kemudian tangan yang menggenggam pedang itu digerakkan oleh hati yang rindu penyucian dan penebusan dosa, ditambah lagi dengan sikap pembelaan terhadap agama yang dikelilingi berbagai persekolan jahat dan permusuhan, tentu sangat sulit bagi pedang ini untuk menghindar dari karakternya yang keras dan tajam.
Begitulah pedang tajam ini membuat repot pemiliknya.
Setelah Fat-hu Mekah, Rasulullah mengirim Khalid ke beberapa kabilah Arab yang berada dekat kota Mekah. Rasul berpesan, “Aku mengutusmu untuk berdakwah bukan untuk berperang.” Tapi rupanya pedang Khalid sulit dikendalikan dan mengubahnya menjadi prajurit perang. Lupa akan tugasnya sebagai dai.
Rasulullah menyesal dan sedih atas tindakan Khalid. Beliau berdiri menghadap kiblat, mengangkat kedua tangannya, bermunajat kepada Allah,
“Ya Allah, aku serahkan kepada-Mu tindakan yang telah dilakukan Khalid.” Setelah itu, beliau mengutus Ali kepada kabilah-kabilah itu untuk memberikan ganti rugi atas nyawa dan harta mereka.
Ada yang mengatakan bahwa Khalid melakukan hal itu karena Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi membawa pesan kepadanya bahwa Rasulullah menyuruh memerangi mereka karena mereka tidak mau masuk Islam.
Khalid memiliki kemampuan luar biasa. Pada saat yang sama, ia memiliki dorongan kuat untuk menghapus semua masa lalunya yang buruk. Seandainya kita bisa menyaksikan ia menghancurkan patung Uzza ketika ia diperintahkan Rasulullah untuk menghancurkannya; seandainya kita menyaksikan ia mengayunkan kapaknya ke bongkahan batu itu, tentu kita melihat seorang tentara yang sedang memerangi pasukan tentara. Memorak-porandakan barisan pasukan itu dan menebas kepala mereka.
Ia pukul patung itu dengan kedua tangannya. Ia tendang dengan kedua kakinya. Ia berteriak kepada pecahan batu yang berjatuhan dan debu yang bertebaran, “Hai Uzza, enyahlah kamu! Sungguh, tidak ada kebesaran pada dirimu. Sungguh, kulihat Allah telah menghinakanmu.”
Tidak hanya sampai disana, patung yang sudah berubah menjadi kerikul dan debu itu dibakar.
Bagi Khalid, semua bentuk kesyirikan dan sisa-sisanya tidak boleh bercokol di dunia baru yang sekarang ditempati Khalid. Satu-satunya alat pembersih yang dimiliki Khalid adalah pedangnya. Atau dengan bentakannya, “Hai Uzza, enyahlah kamu! Sungguh, tidak ada kebesaran pada dirimu. Sungguh, kulihat Allah telah menghinakanmu.”
Meskipun kita dan Umar berharap agar ketergesaan yang ada pada pedang Khalid bisa dihilangkan, tetapi kita dan Umar akan tepat mengulangi kata-kata khalifah Umar yang berbunyi, “Tak seorang wanita pun akan sanggup melahirkan laki-laki seperti Khalid.”
Sumber : 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom