ISLAM begitu mempengaruhi perubahan budaya di Jazirah Arab dan sekitarnya. Termasuk soal budaya menyebut nama asli wanita.
Ajaran Islam membentuk karakter dan budaya orang Arab dan sekitarnya. Termasuk hal-hal yang berkaitan dengan perempuan.
Mulai dari busana yang serba tertutup, tabunya wanita muslimah yang keluar rumah tanpa ditemani mahram, hingga soal ‘menyembunyikan’ nama asli wanita.
Menggunakan Nama Julukan
Misalnya, kalau ada seorang ayah ditanya siapa istrinya, biasanya ia akan menjawab dengan julukan istrinya. Misalnya, istri saya bernama ‘Ummu Ahmad’.
Tentu itu bukan nama asli. Nama itu disandarkan pada nama puteranya yang bernama Ahmad. Jadi, Ummu Ahmad adalah julukan untuk istrinya, yang berarti ibu dari seorang anak yang bernama Ahmad.
Hikmahnya, menggunakan julukan sebagai ibu dari sang putera akan memberikan kebanggaan tersendiri untuk seorang wanita yang sudah memiliki anak. Karena peran utama wanita dalam Islam adalah sebagai ibu.
Bagaimana dengan muslimah yang belum menikah? Sebagian mereka ada yang menamai dirinya dengan ibu dari seorang anak. Misalnya Ummu Hani. Meskipun ia belum mempunyai anak, bahkan menikah pun belum.
Tapi jangan salah, ada juga yang memang nama aslinya menggunakan nama ‘Ummu’. Seperti, Ummu Kulsum.
Menjaga Akhlak Pria Wanita
Dalam ajaran Islam, wanita begitu dihormati dan dilindungi. Misalnya, selalu berbusana tertutup ketika keluar rumah, lebih diutamakan untuk beraktivitas di rumah, dan ada ‘pengawalan’ saat keluar rumah oleh mahramnya.
Jadi, jangan heran jika sulit menemui wanita muslimah yang ‘keluyuran’ di jalan, di tempat umum, bahkan di pasar. Biasanya, yang belanja ke pasar bukan wanita, tapi pria. Begitu pun dengan yang berjualan.
Tentang ‘menyembunyikan’ nama asli, ada budaya bahwa nama asli menjadi privasi untuk si wanita dan keluarganya. Jadi, tidak mudah orang luar mengetahui nama asli seorang wanita, terlebih lagi gadis. Meskipun si wanita istri atau puteri dari orang terkenal.
Jadi, jangan heran kalau begitu sulit menemukan nama istri Syaikh Sudais, Imam Besar Masjidil Haram. Termasuk juga nama-nama puteri beliau.
Boleh jadi, hal ini bagian dari pendidikan akhlak dalam hal interaksi pria dan wanita yang bukan mahram.
Nama Wanita sebagai Rahasia
Sebenarnya, nama seorang wanita mungkin sudah menjadi alat ukur untuk mengetahui validitas data rahasia diri seseorang.
Misalnya, ketika kita akan mengurus data administrasi di bank, petugas akan menanyakan data kita. Hal ini untuk menguji apakah yang meminta itu yang berhak atau bukan.
Salah satu pertanyaan yang mungkin di luar dugaan kita adalah nama asli ibu kandung. Kenapa bukan nama ayah kandung?
Pertama, hal ini karena dalam waktu bersamaan, setiap ibu hanya menjadi istri satu suami. Sementara setiap ayah bisa menjadi suami lebih dari satu istri.
Kedua, seorang anak mungkin saja terjadi tidak diketahui siapa ayahnya. Tapi, tidak mungkin ada anak yang tidak diketahui siapa ibunya. Kecuali ia dibuang oleh ibunya.
Kalau nama asli ibu kandung menjadi salah satu data rahasia seseorang, ada positifnya juga budaya yang merahasiakan nama asli wanita. Wallahu a’lam. [Mh]