PASCA kenaikan BBM sejak Sabtu lalu, sejumlah aksi unjuk rasa marak di sejumlah daerah. Mulai dari ujung Sumatera hingga di Papua. Ada yang berbeda dari reaksi saat ini.
Pemerintah boleh saja mengumumkan kenaikan BBM seperti yang terjadi pada Sabtu lalu. Alasannya pun ada. Yaitu, penghematan uang negara dari subsidi hingga 502 triliun rupiah.
Namun begitu, kenaikan BBM saat ini dirasakan tidak tepat, baik dari sisi hitung-hitungan ekonomi maupun politik dan keamanan. Kenapa?
Pertama, tahun ini merupakan saat di mana rakyat baru saja bisa bernafas lega setelah didera pandemi hampir tiga tahun.
Selama pandemi itu, ekonomi rakyat sangat morat-marit. Seperti, adanya pengurangan tenaga kerja jutaan orang karena perusahaan tidak mampu menyeimbangkan aliran uang masuk keluar mereka.
Pandemi juga menghantam sektor UMKM di masyarakat bawah. Mereka tidak bisa leluasa berjualan dan berusaha karena kebijakan pembatasan selama pandemi. Bisnis transportasi adalah di antara yang sangat terpukul.
Nah, belum lagi pijakan kaki ekonomi rakyat tegak sempurna, pemerintah sudah melemparkan beban baru dengan kenaikan BBM hingga 30-an persen.
Masalahnya, sekali lagi, bukan sekadar selisih harga baru dan lama per liter BBM. Tapi harga-harga barang yang serentak mengikutinya, termasuk harga sembako.
Kedua, citra kepolisian saat ini pada titik nadir yang memprihatinkan. Kepercayaan rakyat kepada Polri saat ini sudah sangat rendah. Dan hal itu diakui Kapolri dalam arahan kepada jajarannya.
Padahal, pihak yang paling terdepan berhadapan dengan rakyat yang tidak puas dengan kenaikan BBM adalah polisi. Dengan kata lain, dua masalah besar bersatu menjadi satu di ‘jalanan’.
Hal ini sangat memprihatinkan. Kekeliruan kecil saja terjadi di lapangan, akibatnya mungkin bisa fatal. Tidak tertutup kemungkinan, polisi akan menjadi pelampiasan kemarahan rakyat. Dan tentu hal ini tidak diinginkan.
Ketiga, ketegangan di Laut Cina Selatan saat ini pada titik genting yang memprihatinkan. Jika perang antara Cina dan AS meletus di kawasan Selat Taiwan tentu akan sangat berdampak di dalam negeri.
Mestinya, yang patut dilakukan pemerintah adalah antisipasi dampak yang mungkin terjadi, bukan justru membuat kesibukan baru yang menguras energi bangsa.
Kita berharap, dampak dari kenaikan BBM ini tidak liar ke segala arah. Semoga. [Mh]