SEKOLAH Pemikiran Islam (SPI) Jakarta mengundang Anila Gusfani pada pertemuan keenam perkuliahan semester dua dengan tema Gender dan Feminisme.
Acara diadakan pada Rabu malam (11/12) di aula Imam Al-Ghazali, Institute for the Study of the Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), Jakarta Selatan.
“Feminisme merupakan suatu worldview dari perspektif perempuan, ia juga pergerakan sosial yang menuntut kesamaan hak untuk perempuan” ujar wanita yang akrab disapa Anil ini menjabarkan pendapat para pemikir Barat, baik dari kalangan feminis maupun di luar.
Anil kemudian memaparkan problematika dari feminisme yang tidak sesuai dengan permasalahan yang ada “Hal-hal yang menjadi konsensus feminisme tak ubahnya didasari oleh pengalaman pribadi, atau tragedi yang mungkin terjadi sekali atau dua kali. Problematika yang sangat jarang dan bahkan tidak ada di tengah masyarakat muslim pun otomatis juga diadopsi menjadi kebijakan publik di negara ini, yang bahkan diusung langsung oleh PBB,” jelasnya.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta: Membongkar Kebobrokan Feminisme dan Konsep Gender
Baca juga: Perkuliahan SPI Jakarta, Mengenal Filsafat Islam: Menanggapi Stereotip dan Menemukan Identitasnya
“Adapun gender, ia berbeda jauh dengan jenis kelamin yang biasa kita ketahui. Definisi gender di era postmodernisme ini bisa mencakup banyak jenis kelamin yang sah menurut mereka, bukan hanya sebatas perempuan dan laki-laki. Ia didasari oleh kultur, perasaan. Jika seseorang merasa bahwa dirinya laki-laki, padahal secara biologis dia perempuan, maka ia merupakan laki-laki berdasarkan perspektif gender,” tutur alumni SPI angkatan pertama ini.
“Feminisme dan gender tidak bisa dipisahkan, sebab konsep gender merupakan bagian dari ideologi ini. Dan banyaknya kebijakan yang diajukan oleh mereka ke pemerintah kita lahir dari konsep tersebut,” ujarnya lagi.
Aktivis Indonesia Tanpa JIL ini memandang bahwa feminis yang menolak intervensi negara dan agama pada ranah privat, sejatinya pun juga mempolitisasi tubuh perempuan di banyak platform media.
Selanjutnya pertemuan ditutup dengan kesimpulan bahwa kebobrokan ideologi ini sudah akut, ketika ternyata mereka pun tidak memiliki metode tersendiri dan seringkali mencomot metode-metode dari ideologi lain.
Bahkan mereka berani mencampur adukkan studi Islam dan gender, yang hasilnya akan jauh berbeda dengan maksud dari segala perintah dan larangan Allah.[Sdz]