PADA Rabu malam (18/12), dalam pertemuan terakhir kelas SPI Jakarta di tahun 2024, Sekolah Pemikiran Islam mengundang Dr. Akmal Sjafril, Kepala Sekolah Pemikiran Islam, sebagai narasumber pekan ketujuh belas untuk menyampaikan materi seputar “Islam dan Pluralisme Agama.”
Aktivis Indonesia Tanpa JIL itu memaparkan bahwa “Pluralisme agama sama seperti sekularisme dan liberalisme yang juga sudah dinyatakan menyimpang dalam fatwa MUI Tahun 2005. Walaupun demikian, paham ini masih terus dipaksakan. Pada praktiknya, yang memaksakan sekularisme, liberalisme, dan pluralisme adalah orang-orang yang sama. Mereka mewacanakan paham bahwa semua agama itu sama, dan mereka juga yang mendukung pembatasan agama hanya pada ranah privat, karena menurut mereka agama tidak boleh masuk ke ranah publik.”
Berbagai definisi muncul dari orang-orang pluralis, salah satunya dari Ahmad Fuad Fanani, yang menyatakan bahwa “Pluralisme adalah sebuah pengakuan akan hukum Tuhan yang menciptakan manusia tidak hanya dalam satu kelompok, suku, warna kulit, dan agama.”
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Perkuliahan SPI Jakarta: Antara Islam dan Pluralisme Agama
Baca juga: Perkuliahan SPI Jakarta, Mengenal Filsafat Islam: Menanggapi Stereotip dan Menemukan Identitasnya
Menurut Akmal Sjafril, pernyataan ini seharusnya menjadi pengingat bagi umat Muslim.
“Sebagai Muslim, jika kita sudah memahami konsep deen, seharusnya kita sensitif akan pernyataan ini. Karena agama atau deen itu satu, apakah Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai agama? Sedangkan para nabi dan rasul saja membawa deen yang sama,” tegas Akmal.
Penulis buku Islam Liberal 101 itu membahas lima tren pluralisme yang terdiri dari humanisme sekuler, teologi global, sinkretisme, hikmah abadi, dan teosofi Freemasonry.
Pada akhirnya, seluruh tren ini menyatakan bahwa semua agama itu sama.
Anggita Arief Febriandia, salah satu murid SPI Jakarta Angkatan 14 semester kedua, turut mengemukakan pendapatnya setelah mendapatkan materi ketujuh belas ini.
“Materi pluralisme ini benar-benar mempertegas dan mengingatkan kita tentang posisi Islam sebagai agama yang benar. Mereka yang mengamini paham ini dan mengaku toleran, justru biasanya adalah yang tidak toleran dan memaksakan kehendak. Muslim yang mengamini keyakinan ini kemungkinan tidak memahami esensi Islam yang sebenarnya, tidak memahami kesempurnaan agama ini dibandingkan lainnya, tidak tumbuh kepercayaan diri mengenai agamanya, sehingga menambal ketidakpercayaan diri itu dengan meyakini hal-hal yang datang dari agama di luar Islam.”[Sdz]
Kontributor: Nurul Puspita dan Biesta