HAMPIR 60 persen penduduk Sudan Selatan akan mengalami kerawanan pangan akut tahun depan, dengan lebih dari dua juta anak berisiko kekurangan gizi, demikian peringatan data dari tinjauan yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dikutip dari Aljazeera.com, Kajian Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) terkini yang diterbitkan pada hari Senin (18/11/2024) memperkirakan bahwa mulai bulan April 2025, 57 persen dari populasi akan menderita kerawanan pangan akut yang oleh PBB didefinisikan sebagai kondisi ketika ketidakmampuan seseorang untuk mengonsumsi makanan yang cukup membahayakan nyawa atau penghidupannya.
Hampir 7,7 juta orang akan digolongkan sebagai sangat rawan pangan, menurut IPC, meningkat dari 7,1 juta orang pada musim paceklik sebelumnya.
Baca juga: Lebih dari 370 Ribu Orang Mengungsi Akibat Banjir di Sudan
Penduduk Sudan Mengalami Kerawanan Pangan Akut Tahun Depan
Sudan Selatan, negara termuda di dunia merupakan salah satu negara termiskin di dunia dan tengah berjuang mengatasi banjir terburuk dalam beberapa dekade serta gelombang besar pengungsi yang melarikan diri dari perang di Sudan utara.
Lebih dari 85 persen pengungsi yang kembali dari perang di Sudan akan mengalami kerawanan pangan akut mulai April, demikian temuan data tersebut yang juga menetapkan bahwa 2,1 juta anak berisiko kekurangan gizi diperparah dengan kurangnya air minum aman dan sanitasi.
Pada bulan Oktober, Bank Dunia memperingatkan bahwa banjir yang meluas memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah kritis.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan awal bulan ini bahwa 1,4 juta orang terkena dampak banjir, yang menyebabkan hampir 380.000 orang mengungsi.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Sejak merdeka dari Sudan pada tahun 2011, Sudan Selatan terus dilanda ketidakstabilan kronis, kekerasan, dan stagnasi ekonomi serta bencana iklim seperti kekeringan dan banjir.
Negara ini juga menghadapi periode kelumpuhan politik lainnya setelah pemerintah menunda pemilu selama dua tahun hingga Desember 2026, yang membuat jengkel mitra internasional.
Sudan Selatan memiliki sumber daya minyak yang melimpah, tetapi sumber pendapatan pentingnya hancur pada bulan Februari ketika jaringan pipa ekspor rusak di negara tetangga Sudan yang dilanda perang. [Din]