LEMBAGA filantropi Islam sekaligus lembaga kemanusiaan, Dompet Dhuafa (DD) gelar diskusi publik yang membuka sudut pandang dari para penggiat pendidikan, praktisi kesehatan hingga praktisi agama dalam Pembahasan PP No 28 Tahun 2024 Tentang Kesehatan.
Peraturan Pemerintah (PP) ini mengatur berbagai aspek penting dalam penyelenggaraan dan pengelolaan kesehatan, termasuk upaya preventif, promosi kesehatan, dan peningkatan akses terhadap layanan kesehatan.
Diskusi publik dengan tema “Membangun paradigma Kesehatan dan Kesejahteraan Remaja dalam bingkai agama” mengundang Ketua Tim Kerja Kesehatan Reproduksi Kemenkes RI, dr. Wira Hartiti; Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda; Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Djarot Dimas Achmad Andaru; dan Penggiat Dakwah sekaligus dosen di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Ustaz Ahmad Fihri.
Dokter Wira Hartiti selaku pewakilan dari Kementerian Kesehatan yang membersamai secara online menyajikan dengan datanya tingkat kematian ibu dan anak yang ada di Indonesia.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
“Bapak Ibu sekalian, tingkat kematian ibu dan anak di Indonesia ini masih sangat tinggi. Hal ini disebabkan hamil di keadaan yang berisiko. Di usia yang terlalu muda contohnya,” jelas dokter Wira pada Jum’at (30/08/2024).
Dokter Wira juga menjelaskan dengan kehamilan yang terlalu berisiko itu dapat menyebabkan lahirnya bayi secara prematur dan terkena stunting.
“Prematur penyebab besar dari lahirnya bayi stunting.”
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan terkait Peraturan Pemerintah no 28 Tahun 2024 yang menjadi polemik di masyarakat akhir-akhir ini.
“Butir dalam pasal mengenai pembagian alat kontrasepsi tersebut maksudnya ditujukan hanya untuk pelajar yang sudah menikah. Pembagian juga tidak dilakukan di sekolah. Akan dilakukan oleh tenaga kesehatan.”
Melihat mirisnya kasus hubungan seksual yang terjadi di kalangan pelajar di bawah umur menjadikan hal ini sebagai bentuk preventif untuk menunda kehamilan pada remaja (yang sudah menikah) sampai usianya aman untuk menjalani kehamilan.
Menanggapi Peraturan Pemerintah no 28 Tahun 2024, Dompet Dhuafa Gelar Diskusi Publik
“Jadi hal ini bukan untuk dibagi-bagi begitu saja di sekolah. Harapannya kedepan pada usia sekolah tidak ada dulu yang menikah, namun jika memang sudah ada maka ini diharuskan untuk dilakukan,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut KH Miftahul Huda mengatakan, ”Pembagian alat kontrasepsi ini harus sejalan dengan konsep Syariah Islam. Jangan sampai pembagian alat kontrasepsi ini keluar dari jalur Syariah Islam, khususnya target dan sasaran yang dituju.”
Ia juga menambahkan bahwa perlu adanya revisi terhadap pasal-pasal yang berpotensi menuai polemik publik.
Seperti penghapusan khitan bagi wanita, dan penggunaan alat kontrasepsi bagi remaja harus dilengkapi dengan kalimat yang telah terikat pernikahan.
“Jadi Khitan bagi wanita di dalam Islam itu kan syariat, jadi jangan aturan pemerintah bertentangan dengan norma agama. Kemudian perlu revisi beberapa pasal yang diperjelas remaja tersebut harus sudah terikat pernikahan, jangan nanti diartikan bahwa penggunaan alat kontrasepsi dipersepsikan melegalkan seks bebas,” jelasnya.
Sebagai akademisi yang berlatar di bidang hukum, Djarot menegaskan bahwa hukum harus dibuat dengan bahasa yang jelas agar dapat mudah dipahami.
“Asas Lex Certa dan Lex Scripta. Jangan gunakan kata-kata yang sumbang. Perlu adanya frasa yang diperjelas lagi agar tidak menimbulkan multitafsir,” jelas Djarot.
Djarot juga menambahkan bahwa dalam membuat peraturan, pemerintah harus memahami mengenai penggunaan bahasa.
Tanggapan berikutnya dari Ustaz Ahmad Fihri. Ia menyatakan khawatir apabila pasal-pasal yang dimuat dalam PP tersebut tidak diatur secara jelas, maka dikhawatirkan akan dianggap melegalkan seks bebas, yang tentu ini perbuatan dosa besar.
“Kita hadir di sini karena sebuah keresahan. Kepedulian kita bukan hal yang remeh temeh, tapi tentang kepedulian kebangsaan,” pungkasnya.[Sdz]