Chanelmuslim.com-Anda Bertanya, Ustadz Menjawab
diasuh oleh: Ustadz Bachtiar Nasir, Lc.
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb,
Ustadz, bagaimana konsep halal dan haram dalam Islam? Dan kenapa kesadaran untuk memperhatikan kehalalan pendapatan dan konsumsi masih rendah di tengah umat Islam di negara kita Ustadz? Mungkinkah kita bisa menjadikan halal sebagai lifestyle seorang muslim?
Hamba Allah.
Jawab:
Wa’alaikumsalam wr. wb,
Allah SWT berfirman:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. al-Baqarah [2]: 168).
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. (QS. al-Nahl [16]: 114).
Dalam ayat-ayat di atas, Allah SW. memerintahkan kepada manusia untuk hanya memakan makanan yang halal lagi baik, dan melarang untuk mengikuti langkah-langkah setan yang selalu menjerumuskan manusia untuk durhaka kepada Tuhannya, termasuk dengan mengkonsumsi makanan yang haram. Dan dengan hanya mengkonsumsi makanan halal lagi baik itu merupakan salah satu bentuk kesyukuran dan ibadah kita kepada Allah SWT.
Masalah halal dan haram ini merupakan batasan-batasan Allah SWT (hududullah) bagi manusia sebagai bentuk ujian keimanan dan penghambaan diri mereka kepada Allah SWT. Dan dalam menyikapi perintah Allah SWT ini, sebagian umat Islam tidak lagi mempedulikan aspek halal dan haram ini dalam kehidupannya karena sudah dikuasai oleh hawa nafsunya sehingga tidak lagi memikirkan hak Allah SWT untuk ditaati dan disembah dengan segala macam ibadah.
Sedangkan sebagian lagi memilah-milih dari ajaran agamanya yang ingin diamalkannya sesuai dengan selera dan kesenangannya dan meninggalkan yang tidak ia sukai sehingga dia menghalalkan dan mengharamkan sesuatu sesuka hatinya dengan berbagai alasan dan argumentasinya.
Dan tentunya masih banyak umat Islam yang benar-benar teguh memegang agamanya, tunduk kepada hukumnya dan berkomitmen dalam ketaatannya kepada Allah SWT termasuk dalam masalah halal dan haram ini karena motto mereka adalah firman Allah SWT.
dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”. (QS. al-Baqarah [2]: 285).
Hak menentukan halal dan haram ini merupakan hak Allah SWT sehingga manusia sama sekali tidak berhak menghalalkan apa yang diharamkan Allah SWT dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya. Allah SWT. berfirman:
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS. al-Nahl [16]: 116).
Dalam Islam, wilayah halal itu sangat luas, sedangkan wilayah haram sangat sempit sehingga kita tidak perlu merinci satu-persatu yang halal, yang perlu diketahui adalah yang haram karena selain yang haram pasti halal. Dalam kaedah fiqihnya disebutkan bahwa hukum asal segala sesuatu itu adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya. Oleh karena itu selama tidak ada dalil dari al-Qur`an dan Sunnah Nabi SAW yang menegaskan bahwa sesuatu itu haram, maka ia adalah halal.
Dari al-Nu’man bin Basyir, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (samar, belum jelas) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Maka barangsiapa yang menjaga dirinya dari perkara syubhat itu, ia telah berlepas diri (demi keselamatan) agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam perkara syubhat, ia pun terjerumus ke dalam perkara yang haram. Bagaikan seorang penggembala yang menggembalakan hewan ternaknya di sekitar kawasan terlarang, maka hampir-hampir (dikhawatirkan) akan memasukinya. Ketahuilah, sesungguhnya setiap penguasa memiliki kawasan terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya kawasan terlarang Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila segumpal daging tersebut baik, maka baiklah seluruh tubuhnya. Dan apabila segumpal daging tersebut buruk, maka buruklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan dengan kasih sayang-Nya kepada para hamba-Nya, Allah SWT tidak menghalalkan kecuali yang baik dan bermanfaat bagi manusia, dan sebaliknya tidak mengharamkan kecuali yang buruk dan membahayakan manusia itu sendiri.
dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. (QS. al-A’raaf [7]: 157).
Harus dipahami bahwa selamanya niat yang baik itu tidak menjadikan sesuatu yang haram itu menjadi baik, yang haram tetaplah haram sebaik apapun niat orang yang melakukan sesuatu yang haram itu karena itu tujuan dan cara mencapai tujuan itu harus lah baik dan sesuai dengan tuntunan Islam.
Dalam Islam yang haram itu ada dua jenis, yaitu:
– Diharamkan karena dzatnya. Maksudnya asal dari makanan tersebut memang sudah haram, seperti: bangkai, darah, babi, anjing, khamar, dan sebagainya.
– Diharamkan karena cara mendapatkannya. Maksudnya asal makanannya adalah halal, akan tetapi dia menjadi haram karena adanya sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya: makanan dari hasil korupsi, upah perzinahan, hasil menipu, hasil riba dan lain-lainnya.
Kesadaran kita terhadap halal dan haram ini seharusnya menjadi gaya hidup kita karena itu merupakan bentuk ketaatan kita kepada Allah SWT. Dan tentunya dengan menjadikan halal sebagai gaya hidup akan memberikan manfaat kepada kita karena Allah SWT hanya menghalalkan segala yang baik dan bermanfaat bagi kita.
Mungkin sebagian kita belum menyadari manfaat dari apa yang dihalalkan Allah SWT dan bahaya dan ancaman Allah atas segala apa yang diharamkan-Nya sehingga tidak menimbulkan kesadaran dalam diri kita.
Semoga Allah Subhanallahu ta’ala memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kita untuk tunduk dan patuh pada aturan dan syariat Allah dan menjadikannya sebagai gaya hidup kita.. aminnn.
Wallahu a’lam bish shawab.
(ind/aql)