ChanelMuslim.com – Ke mana waktumu berlalu (Harishun Ala Waqtihi). Betapa bahagianya bila amal kita bermanfaat melintasi umur dan usia kita. “Jika Allah menginginkan kebaikan untuk hamba-Nya, Dia menolongnya dengan waktu dan membuat waktunya sebagai penolong baginya.’(Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah)
Oleh: Ustaz Umar Hidayat, M.Ag
Bukankah kewajiban kita jauh lebih banyak yang harus dilakukan dari pada waktu yang tersedia? Di sinilah kita betul-betul membutuhkan pengelolaan waktu dengan baik.
Bukankah waktu yang telah hilang tidak akan pernah Anda temukan lagi karena waktu tak bisa kembali lagi.
Dari Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu bahwasanya dia berkata:
“Tidaklah aku menyesali sesuatu, seperti penyesalanku atas suatu hari yang berlalu dengan terbenamnya matahari, semakin berkurang umurku tetapi tidak bertambah amalanku.”
Jika engkau tak disibukkan dengan kebaikan, maka yakinlah engkau sedang bergelut dalam keburukan. Lalu kita baru sadar setelah semuanya terjadi.
Dan penyesalan selalu datang terlambat mengunjungi. Tentu Kita menyadari, bahwa kita adalah orang yang ingin selalu berubah menjadi lebih baik dalam hidup ini…..
Jika mau berubah, hal pertama yang harus dilakukan adalah rubah kebiasaanmu. Dan untuk mengubah kebiasaan itu kita wajib mengubah cara memanfaatkan waktu yang selama ini dilakukan.
Inilah uniknya waktu, dengan segala sifat yang melekat di dalamnya. Sedemikian rupa kita harus memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
Di siniah sukses dan bangrut kita pertaruhkan. Untung dan rugi kita ujikan.
Inilah alasannya, Allah secara khusus mengungkap tentang waktu ini dalam Al-Qur’anul Karim Surat Al-Ashr (103): 1-3,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia memang benar-benar berada dalam kerugian apabila tidak memanfaatkan waktu yang telah diberikan oleh Allah secara optimal untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik.
Hanya individu-individu yang beriman dan kemudian mengamalkannyalah yang tidak termasuk orang yang merugi, serta mereka bermanfaat bagi orang banyak dengan melakukan aktivitas dakwah dalam banyak tingkatan.
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Waktu kita sama. Tapi isinya bisa berbeda. Satu hari sama 24 jam, tapi hasil seseorang bisa jauh berbeda.
Kesempatan kita sama 24 jam dalam sehari, tapi yang mengisinya dengan amal sholih, tidak semua kita bisa. Tentu bukan tanpa sebab, Allah secara khusus membahasnya dalam al Qur’an.
Lebih lanjut, dalam Al-Qur’an surat Al-Imran (3) ayat 104, Allah berfirman,
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”
Dengan demikian, hanya orang-orang yang mengerjakan yang ma’ruf dan meninggalkan yang munkarlah orang-orang yang memperoleh keuntungan. Sukses. Berkejayaan. Berhasil.
Baca Juga: Waktu Masih Miskin
Ke Mana Waktumu Berlalu
Sesungguhnya, jika mengelola waktu (harisun Ala Waqtihi) adalah kunci keberhasilan, maka mengelola diri (jiwa) itu adalah kunci mengelola waktu.
Setiap muslim yang memahami ayat di atas, tentu saja berupaya secara optimal mengamalkannya.
Dalam kondisi kekinian yang banyak sekali ragam aktivitas yang harus ditunaikan, ditambah pula berbagai kendala dan tantangan yang harus dihadapi.
Seorang muslim haruslah pandai untuk mengatur segala aktivitasnya agar dapat mengerjakan amal shalih setiap saat, baik secara vertikal maupun horizontal.
Secara vertikal, dirinya menginginkan sebagai ahli ibadah, dengan aktivitas qiyamullail, shaum sunnah, bertaqarrub illallah, dan menuntut ilmu-ilmu syar’i.
Dalam hubungannya secara horizontal, ia menginginkan bermuamalah dengan masyarakat, mencari maisyah bagi keluarganya, menunaikan tugas dakwah di lingkungan masyarakat, maupun di tempat-tempat lainnya.
Hanya orang-orang ‘hebat’ dan mendapatkan taufik dari Allah, yang mampu mengetahui urgensi waktu lalu memanfaatkannya seoptimal mungkin.
Dalam hadits, “Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dalam keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang (HR. Bukhari).
Semua itu tentu saja harus diatur secara baik, agar apa yang kita inginkan dapat terlaksana secara optimal, tanpa harus meninggalkan yang lain.
Misalnya, ada orang yang lebih memfokuskan amalan-amalan untuk bertaqarrub ilallah, tanpa bermu’amalah dengan masyarakat.
Ada juga yang lebih mementingkan kegiatan muamalah dengan masyarakat, tetapi mengesampingkannya kegiatan amalan ruhiyahnya.
Sebagai muslim, tentu tidak ada yang patut kita teladani selain peri kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dalam segala aspek kehidupan.
Tidak hanya dalam hal ritual tetapi dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Begitupun dengan para sahabat Rasulullah.[ind]
(bersambung)