MENYANTUNI anak yatim merupakan perintah agama dan berlaku bagi seluruh
umat Islam, baik orang yang memiliki hubungan nasab dengannya maupun tidak.
Menurut fikih Islam, yatim adalah anak yang belum balig dan ditinggal wafat ayahnya. Anak yang ditinggal wafat ibunya disebut ajiyyan (piatu), sedangkan yang ditinggal wafat keduanya disebut lathim (yatim piatu).
Keyatiman seseorang berakhir dengan memasuki usia balig.
Persoalan utama keyatiman adalah kehilangan orang yang menanggung biaya hidupnya (kasib), sementara kondisinya lemah walaupun sudah balig seperti disebabkan safih (lemah akal) atau mahjur ‘alaih (terlantar).
Maka, dia membutuhkan orang yang dapat menanggungnya (penyantun), baik moril maupun materil.
Baca Juga: Hukum Menyantuni Anak Yatim pada Bulan Muharam
Menyantuni Anak Yatim Merupakan Perintah Agama
Sebaiknya penyantun tersebut menyempurnakan santunannya hingga anak menjadi orang yang mandiri.
Meskipun biasanya anak usia SMP sudah memasuki usia akil balig, tetapi secara adat (urf) kemampuan untuk bekerja sehingga memungkinkan hidup mandiri adalah setelah lulus SMA.
Tentu lebih sempurna jika penyantun membimbingnya hingga menyelesaikan pendidikan sarjananya.
Anak yatim yang memiliki warisan kekayaan dari orangtuanya berhak disantuni kebutuhan psikisnya serta diurus hartanya. Dalam hal ini, secara fikih mereka diperbolehkan untuk menerima hadiah atau santunan.
Orang yang menyantuni anak yatim (kafilu al-yatim) tidak hanya mengurusi kebutuhan materinya, tetapi juga kebutuhan nonmateri, seperti pendidikan agama dan umum, kasih sayang, dan lain-lain.
Orang yang secara khusus bertanggung jawab untuk menyantuni anak yatim, merawat, dan mendidiknya adalah orang-orang yang mempunyai hubungan nasab dengan anak itu. Mereka adalah kakek, ibu, nenek, saudara/saudari kandung, paman dari ayah, bibi dari ayah, paman dari ibu, bibi dari ibu, dan
kerabat lainnya.
Selain mereka, orang-orang yang tidak memiliki hubungan kekerabatan tetap dianjurkan menjadi penyantun bagi anak yatim.
Jika ibunya menikah kembali, laki-laki yang menjadi ayah sambungnya berkewajiban menafkahi, mengurus, mendidik, dan memenuhi keperluan anak yatim itu sebagaimana layaknya anak kandung sendiri.[ind]