ChanelMuslim.com—Upaya percobaan kudeta militer di Turki yang gagal pada Jumat (14/7/2016) lalu masih hangat menjadi bahan diskusi publik. Tak terkecuali Macdis (Madani Center for Development and International Studies) yang Jumat (22/7/2016) menyelenggarakan diskusi bertema “Pasca Kudeta Militer, Turki Hendak Kemana?” di Depok, Jawa Barat.
Arya Sandiyudha, pengamat masalah hubungan internasional yang juga direktur Macdis, yang menjadi salah satu narasumbernya memberikan pengamatan dan analisa terkait kudeta militer di Turki yang gagal.
Arya mengajukan sejumlah temuan ‘keberhasilan’ kudeta, yang kemudian berhasil digagalkan oleh pemerintahan di bawah komando Presiden Recep Tayyip Erdogan dan PM Yildrim Binali.
“Upaya kudeta militer ini memang berhasil mencapai beberapa hal. Pertama, media berpengaruh seperti TRT, dapat dikuasai. Kemudian infrastruktur seperti dua jembatan penghubung ke Eropa juga bisa dikuasai. Demikian pula obyek-obyek vital seperti bandara dapat dikendalikan kelompok kudeta,” kata Sandi.
Namun, lanjutnya, kudeta tersebut akhirnya dapat digagalkan oleh pemerintah karena sejumlah faktor. Pertama, meski polarisasi faksi terjadi di masyarakat, namun mereka sudah tergiring opini tentang kudeta yang bakal menyengsarakan rakyat berdasarkan pengalaman peristiwa kudeta di era sebelumnya.
Kedua, tambah Arya, terpecahnya aktor-aktor keamanan nasional di Turki. Sebagian aktor di militer tak sepakat dengan langkah-langkah Erdogan karena beberapa pertimbangan, sementara Erdogan sendiri menguatkan pengaruhnya di kepolisian.
“Selanjutnya, langkah-langkah strategis politik internasional yang cerdas terhadap aktor-aktor di kawasan yang dimainkan oleh Erdogan, sehingga mampu meyakinkan bahwa jika kudeta militer berhasil, maka kawasan di sekitarnya akan terkena imbas yang sangat berbahaya seperti eksodus pengungsi dan menguatnya ISIS,” jelas alumnus Fatih University, Turki ini.
Arya memprediksikan, pasca kudeta militer itu pemerintahan Turki kemungkinan tak bakal menghadapi ancaman kudeta, baik yang dilakukan oleh internal maupun kekuatan asing. “Presiden Obama itu memandang Erdogan sebagai model pemimpin Muslim yang baru dan memberikan banyak harapan sehingga akan menumbuhkan sintesis demokrasi dan Islam,” ujarnya, seraya menambahkan jika Obama adalah pemimpin negara Barat yang pertama menyuarakan antikudeta di Turki.
Amerika Serikat sendiri, kata Arya, sudah lama memiliki hubungan yang strategis dengan Turki. AS memiliki pangkalan militer di sana. Terlebih dalam memerangi ISIS yang menjadi konsentrasi AS, pangkalan di Turki sangat diperhitungkan keberadaannya.
Sementara di dalam negeri sendiri, menurut Arya, aksi kudeta yang berdarah dalam beberapa kali peristiwa, yakni periode 1960, 1970, 1980, dan 1997, telah memberikan pengalaman pahit bagi bangsa Turki berupa gejolak dan instabilitas ekonomi serta politik secara berkepanjangan.
“Karena itu tak heran jika empat fraksi oposisi di parlemen Turki antikudeta militer, meskipun mereka berseberangan politik dengan AKP,” tandasnya. (mr)