BOLEHKAH aqiqah bayi laki-Laki tidak langsung dua kambing? Boleh apa tidak kalau aqiqah untuk laki-laki tidak langsung dua kambing?
Akan tetapi, beli 1 dulu kemudian dibagikan nanti kalau ada uangnya beli satu lagi. Mohon pencerahannya. Terima kasih banyak.
Baca Juga: Hukum Aqiqah dengan Kambing
Hukum Aqiqah Bayi Laki-Laki Tidak Langsung Dua Kambing
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan bahwa satu ekor sudah cukup, tidak usah dipaksakan dua ekor jika memang tidak ada.
Kita perhatikan hadis berikut ini:
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا
“Bahwa dahulu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam meng-aqiqahkan Hasan dan Husein masing-masing satu ekor kambing kibasy (domba).” [1]
Dari Ummu Kurzin Radhiallahu ‘Anha, katanya:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافَأَتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, bahwa untuk anak laki-laki adalah dua kambing yang sepadan, dan bagi anak perempuan adalah satu ekor kambing.” [2]
Penjelasan:
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma di atas, Imam Malik Rahimahullah mengatakan TIDAK ADA BEDA antara bayi laki-laki dan perempuan.
Keduanya sama-sama satu ekor. Ini juga pendapat Ibnu Umar, Urwah bin Zubeir, dan lainnya. [3]
Umumnya ulama menyatakan bahwa hadits di atas saling melengkapi, dan disimpulkan bahwa SATU EKOR buat bayi laki-laki adalah SAH,
namun DUA EKOR adalah afdhal (lebih utama), mustahab (disukai), dan itu sunnah, bukan wajib dua ekor, dan bukan pula syarat sahnya aqiqah. [4]
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]
Catatan:
[1] Imam Abu Dawud, Sunan Abi Dawud (Kairo: Dar Ibn al Jauzi, 2011), no hadits. 2841. Dishahihkan oleh Abdu al Haq dan Ibnu Daqiq al ‘Id. (Al Hafizh Ibnu Hajar, At Talkhish al Habir No. 1983)
[2] Imam at Tirmidzi, Sunan at Tirmidzi (Kairo: Dar Ibn al jauzi, 2011), no hadits. 1550. Dishahihkan oleh Syaikh Syu’iab Al Arna’uth. (Ta’liq Musnad Ahmad, 45/116, no. 45166)
[3] Imam Abu Thayyib Syamsu al ‘Azhim, ‘Aun al Ma’bud (Kairo: Dar Ibn al Jauzi, 2016), jilid. 5, hlm. 255
[4] Ibid. Lihat juga Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqh as Sunnah (Beirut: Dar al Kitab al ‘Arabi, 1977), jilid. 3, hlm. 328. Lihat juga Imam asy Syaukani, Nail al Authar (Kairo: Dar Ibn al Jauzi, 2012), jilid. 3, hlm. 174-175
Wallahu a’lam.