ChanelMuslim.com- Fidyah berarti sesuatu yang jadi pengganti bagi mukallaf (yang terkena beban syariat) untuk lepas dari sesuatu yang tidak disukai yang akan dihadapi.
Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 32:65. Allah Ta’ala berfirman,
“(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184).
Baca Juga : Bumil dan Busui, Bayar Fidyah atau Puasa?
Fidyah di awal Islam, awal pensyariatan puasa
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184).
Maksud ayat di atas, siapa yang berat menjalani puasa, ia bisa menunaikan fidyah untuk mengganti puasanya, sekali puasa diganti dengan memberi makan pada orang miskin, ini berlaku tiap hari, ia bisa memberi makan pagi atau sore. Lalu disebutkan selanjutnya,
“Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan.” Maksudnya, siapa yang mau menambah fidyah sesuai kadar wajib (selain puasa yang dilakukan) atau berpuasa ditambah dengan mengeluarkan sedekah, tambahan ini baik baginya untuk mendapat ganjaran (pahala).
Namun, yang memilih puasa karena mampu, maka itu lebih baginya baginya daripada memilih tidak puasa dan membayar fidyah karena dalam puasa terdapat keutamaan dan manfaat yang besar.
Memilih puasa bagi yang mampu dan fidyah, ini terjadi pada awal Islam, tetapi sudah dihapus (dinasakh). Hal ini berdasarkan hadits Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Ketika turun ayat tersebut dahulu bisa memilih tidak puasa lantas menunaikan fidyah hingga turunlah ayat sesudahnya untuk menghapusnya.” (HR. Bukhari, no. 4507 dan Muslim, no. 1145).
Syaikh As-Sa’di rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa inilah yang terjadi di masa awal diwajibkannya puasa. Di awal diwajibkannya, puasa itu masih berat.
Tatkala itu diberikanlah kemudahan, yakni bagi yang berat menjalankan puasa, maka ia bisa memilih antara berpuasa atau menunaikannya, yaitu memberi makan pada orang miskin setiap kali tidak berpuasa. Namun, berpuasa tetap dinilai lebih baik.
Dalam ayat disebutkan,
“Dan berpuasa lebih baik bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 184).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “(Di masa awal diwajibkannya puasa), orang yang sehat dan menetap (tidak bersafar) yang berat menjalankan puasa kala itu, maka ia boleh memilih antara berpuasa dan menunaikan fidyah (memberi makan). Jika ia mau, ia boleh berpuasa.
Jika ia mau, ia boleh dengan menunaikan fidyah yaitu memberi makan setiap hari pada satu orang miskin. Namun, jika ia memberi makan lebih dari satu orang miskin, itu baik.
Adapun jika ia memilih untuk puasa, itu lebih baik. Inilah yang menjadi pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Thawus, dan Muqatil bin Hayyan.” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 2:54).
Mu’adz bin Jabal juga berkata bahwa di masa-masa awal diwajibkannya puasa, siapa yang mau puasa, dibolehkan. Begitu pula, siapa yang mau memberi makan pada orang miskin (fidyah), dibolehkan.
Hal ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Salamah bin Al-Akwa’. Ia berkata ketika turun ayat yang dibahas. Kemudian nantinya bentuk memilih antara puasa dan fidyah akan dihapus (dinasakh).
Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 2:56.
Baca Juga : 5 Faedah Melaksanakan Puasa Syawal
Fidyah dihapus lalu diberlakukan hanya pada yang sudah tua renta
Para ulama Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah sepakat bahwa fidyah dalam puasa dikenakan pada orang yang tidak mampu menunaikan qadha’ puasa secara permanen.
Hal ini berlaku pada orang yang sudah tua renta yang tidak mampu lagi berpuasa, serta orang sakit dan sakitnya tidak kunjung sembuh. Pensyariatan fidyah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184). Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
“(Yang dimaksud dalam ayat tersebut) adalah untuk orang yang sudah sangat tua dan nenek tua, yang tidak mampu menjalankannya, maka hendaklah mereka memberi makan setiap hari kepada orang miskin.” (HR. Bukhari, no. 4505).
Demikian. [Ind/Wld].