ChanelMuslim.com – Puasa enam hari pada bulan Syawal adalah Sunnah menurut jumhur (mayoritas) ulama. Namun demikian, ada yang memakruhkan, yaitu Imam Malik,
dengan alasan ditakutkan karena hal itu dianggap bagian dari puasa Ramadan dan beliau belum pernah melihat satu pun ulama yang melakukannya.
Baca Juga: 5 Faedah Melaksanakan Puasa Syawal
Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
Imam Abu Hanifah memakruhkan pula, baik dilakukan secara berturut-turut enam hari atau dipisah-pisah. Muridnya, Imam Abu Yusuf, memakruhkan jika berturut-turut, dan tidak apa-apa jika dipisah.
Pengikut Imam Abu Hanifah setelah generasi awal membolehkan baik berturut-turut atau tidak, dan itu adalah pendapat pilihan, bahkan mereka mengatakan mustahab jika dilakukan setelah hari raya.
Puasa Enam Hari pada Bulan Syawal adalah Sunnah
Pendapat yang kuat –Insya Allah- adalah pandangan mayoritas ulama, yakni sunnah. Alasannya adalah: Zahir hadits menyebutkan bahwa “menyusul” puasa Ramadan dengan puasa enam hari Syawal memiliki keutamaan,
maka makna ini tetap demikian dan sama sekali tidak ada dalil yang mengubahnya. Kekhawatiran Imam Malik bahwa hal itu akan dianggap menjadi bagian dari puasa Ramadan oleh sebagian orang awam, bodoh, dan
ekstrim, perlu ditinjau lagi, sebab hal itu terjadi secara kasuistis dan personal, alias tergantung pelakunya.
Hal ini sama halnya dengan sunnahnya tarawih, dia tetaplah sunnah walau Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggalkannya karena khawatir dianggap wajib oleh sebagian manusia.
Imam Ash Shan’ani Rahimahullah menyanggah alasan-alasan Imam Malik ini, katanya:
و الجواب أنه بعد ثبوت النص بذلك لا حكم لهذه التعليلات وما أحسن ما قاله ابن عبد البر: إنه لم يبلغ مالكا هذا الحديث يعني حديث مسلم
Jawabannya adalah: bahwasanya setelah pastinya sebuah nash (dalil) maka tidak ada hukum bagi alasan-alasan ini.
Dan komentar terbaik adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Bar: “Sesungguhnya hadits ini belum sampai kepada Imam Malik, yakni hadits riwayat Muslim.” (Subulus Salam, 2/167).
Jika ada orang shalih, ulama, dan ahli fiqih meninggalkan sebuah amalan atau tidak pernah melakukannya, bukan berarti hal itu tidak ada dan tidak masyru’ (disyariatkan).
Sebab, At Tarku (meninggalkan) bukanlah termasuk mashaadirul ahkam (sumber-sumber hukum), apalagi yang “meninggalkan” berasal dari selain Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Kesunnahannya adalah sama saja apakah dilakukan secara berturut-turut atau tidak, karena nash tidak merincinya.
Baca Juga: Risalah Puasa Syawal dalam Kitab Bulughul Maram
Kesunnahannya Berlaku untuk Setiap Orang
Selanjutnya, apakah kesunahan puasa ini juga berlaku bagi orang yang sedang tidak berpuasa Ramadan pada beberapa waktu? Misal wanita haid, nifas, hamil, menyusui, orang sakit, musafir, dan golongan lainnya yang
mengalami udzur untuk tidak berpuasa? Ataukah kesunnahannya ini hanya berlaku bagi mereka yang puasa Ramadannya bisa full?
Tertulis dalam Al Mausu’ah:
وَمَذْهَبُ الشَّافِعِيَّةِ : اسْتِحْبَابُ صَوْمِهَا لِكُل أَحَدٍ ، سَوَاءٌ أَصَامَ رَمَضَانَ أَمْ لاَ
Pendapat Syafi’iyah: disunnahkan puasa ini bagi setiap orang, sama saja apakah dia puasa Ramadan atau tidak. (Al Mausu’ah, 28/93) Selanjutnya:
وَعِنْدَ الْحَنَابِلَةِ : لاَ يُسْتَحَبُّ صِيَامُهَا إِلاَّ لِمَنْ صَامَ رَمَضَانَ .
Menurut Hanabilah (Hambaliyah): tidak disunnahkan berpuasa enam hari Syawal kecuali bagi orang yang berpuasa Ramadan. (Ibid)
Menurut nash secara manthuq (tekstual), maka kesunnahan berpuasa enam hari Syawal hanyalah bagi mereka yang sebelumnya berpuasa Ramadan sebagaimana pendapat Hanabilah, secara tegas haditsnya berbunyi:
“Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian menyusulnya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seakan dia berpuasa setahun penuh.”
Jadi, keutamaan puasa setahun penuh baru didapatkan jika berpuasa Ramadan lalu dilanjutkan dengan puasa Syawal enam hari lamanya.
Lalu puasa Ramadan yang bagaimana? yaitu yang melakukannya secara utuh. Sebab jika disebut “Wajib Puasa Ramadan” tentu maknanya wajib puasa secara full Ramadan, bukan wajib pada sebagian hari saja.
Namun, bagi yang meninggalkannya beberapa hari karena memiliki uzur syar’i, mereka juga disunnahkan, sebab mereka bisa menjadi “full” Ramadannya dengan di-qadha pada hari lain.
Kalau pun bagi mereka tidak sunnah, mereka juga dibolehkan untuk melakukan puasa tersebut. Sebab, tidak disunnahkan bukan berarti tidak boleh.
Baca Juga: Ganti Puasa Wajib atau Puasa Syawal Terlebih Dahulu, Ini Penjelasannya
Seakan Berpuasa Setahun Penuh
Ada pun bagi yang sudah tidak mampu lagi berpuasa tentu tidak termasuk dalam anjuran puasa Syawal, sebab yang wajib saja seperti Ramadan mereka cuma bisa menggantinya dengan fidyah.
Tentu yang sunnah lebih layak lagi untuk tidak ditekankan kepada mereka. Tentang pembahasan mana yang lebih didahulukan puasa Syawal atau qadha akan kami bahas terakhir.
Keutamaannya: Sesuai yang tertera dalam nash hadits bahwa berpuasa enam hari di bulan Syawal seakan berpuasa setahun penuh.
Bulan Ramadan ada tiga puluh hari, puasa syawal enam hari, jadi total puasa adalah 36 hari. Setiap kebaikan senilai dengan sepuluh kebaikan sebagaimana disebutkan dalam hadits sahih, jadi ada 360 kebaikan.
Maka, seakan dia berpuasa setahun penuh. Berkata Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah Ta’ala:
لأن رمضان بثلاثين يوماً، فيكون المجموع مع شوال ستة وثلاثين يوماً والحسنة بعشر أمثالها، فإذا صام رمضان وستاً من شوال، وصام ثلاثة أيام من كل شهر يكون بذلك كأنه صام الدهر مرتين
Karena Ramadan ada 30 hari, maka jika dikumpulkan bersama puasa Syawal menjadi 36 hari, dan satu kebaikan dilipatkan nilainya dengan sepuluh kebaikan semisalnya,
jika dia puasa Ramadan, puasa enam hari Syawal, dan puasa tiga hari setiap bulannya, maka seakan dia berpuasa sepanjang tahun sebanyak dua kali.
(Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, 13/237)
Baca Juga: Dalil Puasa Syawal dan Hukumnya
Satu Kebaikan Dilipatkan Menjadi Sepuluh Kebaikan
Apa yang dikatakan Syaikh Abdul Muhsin ini sesuai dengan hadits Qudsi:
الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
Puasa adalah untuk-Ku, dan Akulah yang akan memberikan ganjarannya, dan satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh kebaikan yang semisalnya. (HR. Bukhari No. 1894).
Dari Umar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ثَلَاثٌ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ هَذَا صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ
Tiga hari pada tiap bulannya, dan Ramadan ke Ramadan, itu semua adalah puasa setahun penuh. (HR. Muslim No. 1162, Abu Daud No. 2425, An Nasa’i No. 2387, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3844, dll).
Jadi, jika kita berpuasa pada bulan Ramadan, lalu diikuti dengan enam hari bulan Syawal, ditambah lagi melakukan puasa tiga hari setiap bulannya, maka seakan puasa setahun penuh sebanyak dua kali.[ind]