ChanelMuslim.com – Pertemuan perdana Baca Santai Buku Feminist Thought diselenggarakan secara daring pada Ahad (4/4/2021).
Kegiatan baca buku yang diusung oleh Satgas RUU PKS KAMMI, Aliansi Cerahkan Negeri dan Pusat Studi Perempuan GPP Baraya ini menghadirkan Ayu Arba Zaman sebagai Pembaca.
Ayu membuka pembacaan buku tersebut dengan sebuah pertanyaan, “Apakah sama perbedaan aliran dalam tubuh pemikiran feminisme dengan perbedaan aliran mazhab ulama fiqih?”
Baca Juga: Nawal El Saadawi, Feminis yang Kontroversial
Menjustifikasi Perbedaan Aliran
Ayu menjelaskan pertanyaan ini kerap disampaikan atau bahkan dijadikan argumen untuk menjustifikasi perbedaan aliran di tubuh pemikiran feminisme sebagai hal yang sejalan dengan perbedaan mazhab dalam Islam.
“Pada epistemologi yang dangkal, tentu saja kesamaan perbedaan aliran dalam kedua hal tersebut akan dianggap sebagai hal yang sama.
Terlebih jika diturunkan aliran mazhab juga melahirkan organisasi hingga harokah yang berbeda-beda,” jelas Ayu.
“Hanya saja, yang menjadi dasar bagi feminisme dalam melihat realitas adalah hanya terbatas pada sesuatu yang empiris, artinya hanya pada hal yang bisa diindra dan fakta-fakta di lapangan.
Hal tersebut menjadi basis gerakan mereka,” tambah mahasiswa Pascasarjana Ilmu Keluarga IPB tersebut.
“Sedangkan pandangan alam Islam jelas melihat realitas berdasarkan pada hal yang fisik dan metafisik, kita mempercayai yang ghaib.
Oleh sebab itu, para ulama menjadikan Al-Qur’an, Hadits, Ijmak, Qiyas dan Khabar Shadiq sebagai sumber ilmu.
Hal itulah yang menjadikan seorang muslim, apabila menemukan sebuah realitas dalam bentuk penindasan perempuan,
tidak lantas membuat pemahaman atau ideologi selain Islam untuk menyelesaikan permasalahan tersebut,” tambahnya.
Baca Juga: Sekilas tentang Novel Feminis Korea: Kim Ji Young, Born 1982
Buku Feminist Thought Penting Dipahami
Koordinator ACN, Erik Armero menyatakan bahwa pembacaan buku Feminist Thought ini dirasa sangat penting untuk memahami asal gerakan feminisme di Indonesia
yang kini gencar mengusung RUU PKS dan berupaya untuk mengamandemen Undang-Undang Perkawinan.
“Untuk memahami kenapa kita harus menolak dan menggagalkan RUU PKS kita perlu mempelajari apa itu feminisme,
bagaimana struktur pemikirannya dan ketidakcocokan paham feminisme dengan kebudayaan masyarakat di Indonesia.
Kami berharap agenda ini dapat terus berlangsung ke pembacaan buku-buku lainnya, agar penolakan-penolakan yang kita lakukan bukan hanya berdasarkan pada pemahaman praktis melainkan juga filosofis,” jelas Erik.
Di lain pihak, Maya Rahmanah, Ketua Satgas RUU PKS KAMMI juga menyambut baik kegiatan ini,
“Kami optimis dengan pembahasan yang kontinyu pada buku ini akan berbuah pada pemahaman yang ajeg di tubuh pemikiran peserta. Sehingga tidak lagi inferior dengan pemahaman ideologi lain,” pungkas Maya. [ind/Aysel]