ChanelMuslim.com- Cinta itu indah. Tapi, tidak semua tentang cinta itu indah. Di situ ada duka, luka, bahkan siksa dan air mata. Dan itulah bahasa cinta yang sebenarnya.
Remaja yang baru mengenal cinta kadang salah memahami bahasa cinta. Cinta bagi mereka selalu memiliki bahasa penuh sastra. Indah dan begitu mempesona. Siapa pun yang mengucapkannya serasa akan hidup selamanya.
Namun bagi yang sudah banyak mengecap pahit getir hidup akan memahami bahasa cinta dengan cakupan yang berbeda. Bahwa bahasa indah cinta yang diangan-angankan banyak orang, hanya ada di kisah drama dan film telenovela.
Cinta tidak bergulir secara linier. Cinta tidak seperti aliran sungai yang mengalir konstan dari mata air menuju muara. Tidak juga seperti arus lalu lintas di kota-kota metropolitan yang maju. Yang begitu tertata, rapi, dan teratur.
Cinta sebenarnya hidup itu sendiri. Ia inheren dengan dinamikanya. Menyatu dalam pasang surut kenikmatan dan kesedihan. Kadang menggelora seperti suasana pagi menuju terik siang. Tapi juga sunyi dan dingin seperti tengah malam nan gulita.
Tak seorang pun bisa memastikan kapan cinta akan bersemi dan kapan mulai berguguran. Kadang cinta memancarkan keindahan bahasanya justru di tengah suasana perang. Dan memperlihatkan kebuntuannya justru di saat gemerlap.
Namun, ada satu clue cinta yang tidak pernah meleset. Apa pun bahasanya, seperti apa pun nuansanya, cinta akan selalu menafsirkan kedekatan dengan yang dicintai. Semakin dekat, semakin cinta. Dan semakin cinta, akan kian lebih dekat lagi.
Tentu dekat tidak selalu diartikan secara fisik. Karena cinta hidup di dunia hati. Dekat tidak melulu soal jarak. Karena cinta tidak mengenal batas lokasi.
Clue lain dari cinta yang juga pasti adalah pengorbanan. Di saat seperti inilah manusia seperti keluar dari kodratnya sebagai makhluk lemah. Cinta menyuntikkan energi super yang membuat manusia jadi sangat kuat. Apa pun halangan dan hambatannya.
Ketika cinta bersemi, bahasanya menjadi begitu abstrak. Kadang bisa diucapkan dengan lisan. Kadang hanya dengan tulisan. Kadang juga termanifestasi dalam suasana dan perbuatan.
Orang yang kurang mendalami bahasa cinta akan kecewa ketika sadar telah salah membuat tafsir. Ia salah menangkap bahasa itu dengan arti yang justru kebalikannya. Ia menangkapnya seperti marah, padahal itulah rayuan yang sebenarnya. Ia menangkap seperti siksa, padahal itu cumbu yang dirindukannya.
Lapangkan hati dan pikiran. Cuci segala khilaf dan ego yang menjerumuskan. Jernihkan pandangan batin. Karena hanya dengan begitulah bahasa indah cinta tertangkap jelas.
Bahasa cinta itu universal. Cinta yang berasal dari siapa pun, dan untuk siapa pun. Nyaris tak berubah.
Perhatikanlah, seperti itu juga bahasa cinta dari Yang Maha Pecinta untuk kita yang dicinta. Ia tidak menilai kita dari apa yang selain hati kita. Hati di mana rupa-rupa niat bersemayam. Tidak tertutup sekat polesan citra dunia.
Perhatikanlah, bahasanya begitu lugas meski kita menangkapnya begitu berliku. “Aku mencintaimu, duhai hambaKu. Aku mencintaimu!”
Kekerdilan akal kita kadang menangkap itu justru sebaliknya. Bagaimana bisa dibilang cinta kalau yang dirasa selalu duka. Bagaimana mungkin dibilang sayang kalau yang dialami terasa malang.
Kekerdilan kita juga yang mengharuskan bahasa cintaNya berwujud keindahan nyata. Keindahan yang terkotori oleh nafsu dan syahwat duniawi kita. Kita ingin cinta itu berwujud dan memuaskan segala haus kita dengan dunia.
Seolah kita ingin mengucapkan kepadaNya, “Jangan katakan cinta kalau aku tak diberi kaya. Jangan katakan cinta kalau hidupku selalu derita. Jangan katakan cinta kalau pengalamanku selalu air mata.”
Padahal tafsir bahasa cinta mulia itu justru sebaliknya. Seperti yang disabdakan makhluk paling mulia yang juga paling Ia cinta: manakala Aku mencintai hambaKu, Aku akan berikan ia cobaan.
Ungkapan cinta itu seperti ingin merengkuh kuat hamba yang dicintaiNya untuk selalu dekat. Karena umumnya kita akan ingin dekat dengaNya manakala kesusahan bertubi-tubi datang. Dan kemudian menjauh kala kesusahan mulai hilang.
Ia juga seperti ingin menguji cinta kita. Benarkah bahasa cinta yang telah kita ungkapkan. Benarkah janji-janji kita untuk selalu dekat, berkorban, dan berserah diri hanya untukNya.
Bahasa cinta yang kita idam-idamkan memang tidak begitu tampak di alam ini. Ia seperti ingin memberikan surprise. Bahwa bukti cintaNya melampaui keindahan alam raya ini. Jauh dari apa yang kita bayangkan. Jauh dari apa yang kita definisikan tentang keindahan itu sendiri.
Bahasa cinta itu memang abstrak. Sulit ditangkap dengan obsesi dan nafsu kita. Tapi akan jelas terlihat dalam hati ikhlas kita. (Mh)