SAYA mau tanya tentang hukum memakai peci pada waktu shalat maupun di luar shalat. Apakah diwajibkan/disunnahkan memakai peci di dua keadaan tersebut Ustaz?
Adakah hadisnya? Syukron Ustaz.
Pengurus PP Al Irsyad Al Islamiyah Ustaz Farid Nu’man Hasan, M.Kom.I. menjelaskan bahwa berikut ini fatwa-fatwa para ulama tentang memakai penutup kepala ketika shalat.
Tidak satu pun mengatakan wajib, dia sunnah, ada pula yang mengatakan adab.
Imam Ibnul Mundzir dalam Al Ijma’ mengatakan bahwa memakai penutup kepala bagi umat Islam di luar shalat bukanlah kewajiban, kecuali Al Hasan Al Bashri yang berpendapat wajib. (Al Ijma’, Kitabul Libas, No. 77)
Fatwa Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah
Beliau menulis dalam Fiqhus Sunnahnya:
روى ابن عساكر عن ابن عباس: أن النبي صلى الله عليه وسلم كان ربما نزع قلنسوته فجعلها سترة بين يديه.
وعند الحنفية أن ه لا بأس بصلاة الرجل حاسر الرأس، واستحبوا ذلك إذا كان للخشوع.
ولم يرد دليل بأفضلية تغطية الرأس في الصلاة.
“Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membuka penutup kepalanya (seperti surban)
dan menjadikannya sebagai sutrah (pembatas) di hadapannya, dan beliau shalat sehingga tidak ada seorang pun yang lewat di depannya.
Menurut Hanafiyah, tidak apa-apa shalatnya laki-laki dengan kepala terbuka, mereka menganjurkannya jika itu membawa kekhusyukan.
“Tak ada dalil tentang keutamaan menutup kepala ketika shalat.” (Fiqhus Sunnah, 1/128. Darul Kitab Al ‘Arabi)
Baca Juga: Seumpama Peci dan Sepatu
Hukum Memakai Peci saat Shalat dan di Luar Shalat
Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’
Mereka ditanya tentang imam yang kepalanya terbuka alias tidak mengenakan peci, bolehkah? Jawabnya:
الرأس ليس بعورة لا في الصلاة ولا في غيرها سواء كانوا بالغين أو غير بالغين ، لكن ستره بما يناسبه مما جرت به العادة ولا مخالفة فيه للشرع يعتبر من باب الزينة فيستحسن ستره في الصلاة عملاً بقوله تعالى {يا بني آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد } . ويتأكد ذلك بالنسبة للإمام .
“Kepala bukanlah aurat, baik saat shalat atau di luar shalat, sama saja baik dengan penutup atau tidak.
Tetapi menutupnya dengan apa yang semestinya yang telah menjadi kebiasaan dan tidak bertentangan syara’, itu merupakan kategori pembahasan perhiasan.
Maka, memperbagusnya dalam shalat merupakan pengamalan dari firman-Nya: “Wahai Anak-anak Adam pakailah perhiasan kalian ketika memasuki setiap masjid.” Bagi imam hal ini lebih ditekankan lagi.
(Lihat Fatawa Islamiyah, Kitabus Shalah, 1/615. Disusun oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Al Musnid. Syamilah)
Fatwa Syaikh ‘Athiyah Shaqr Rahimahullah
Beliau ditanya tentang orang yang shalat tanpa menutup kepala baik imam, makmum, atau shalat sendiri, bolehkah?
تغطية الرأس فى الصلاة لم يرد فيها حديث صحيح يدعو إليها ، ولذلك ترك العرف تقديرها ، فإن كان من المتعارف عليه أن تكون تغطية الرأس من الآداب العامة كانت مندوبة فى الصلاة نزولا على حكم العرف فيما لم يرد فيه نص ، وإن كان العرف غير ذلك فلا حرج فى كشف الرأس “ما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن ” .
وروى ابن عساكر عن ابن عباس رضى الله عنهما أن النبى صلى الله عليه وسلم كان ربما نزع قلنسوته فجعلها سترة بين يديه وهو يصلى حتى لا يمر أحد أمامه . والقلنسوة غطاء الرأس .
وعند الأحناف لا بأس بصلاة الرجل حاسر الرأس أى مكشوفا ، واستحبوا ذلك إذا كان الكشف من أجل الخشوع
“Menutup kepala ketika shalat, tidak ada hadis sahih yang menganjurkannya. Hal itu hanyalah meninggalkan kebiasaan saja.
Jika telah dikenal secara baik bahwa menutup kepala merupakan adab secara umum, maka hal itu dianjurkan dalam shalat sebagai konsekuensi hukum Al ‘Urf (tradisi) terhadap apa-apa yang tidak memiliki dalil syara’.
Jika tradisinya adalah selain itu, maka tidak mengapa membuka kepala.
“Apa-apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka di sisi Allah itu juga baik.”
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membuka penutup kepalanya (seperti surban)
dan menjadikannya sebagai sutrah (pembatas) di hadapannya, dan beliau shalat sehingga tidak ada seorang pun yang lewat di depannya.
Menurut Hanafiyah, tidak apa-apa shalatnya laki-laki dengan kepala terbuka, mereka menganjurkannya jika itu membawa kekhusyu’an. (Fatawa Al Azhar, 9/107. Syamilah)
Fatwa Para Ulama Kuwait
Dalam Al Mausu’ah disebutkan sunahnya memakai penutup kepala:
لاَ خِلاَفَ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ فِي اسْتِحْبَابِ سَتْرِ الرَّأْسِ فِي الصَّلاَةِ لِلرَّجُل ، بِعِمَامَةٍ وَمَا فِي مَعْنَاهَا ، لأَِنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ كَذَلِكَ يُصَلِّي
“Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ahli fiqih tentang kesunahan menutup kepala ketika shalat bagi laki-laki baik dengan surban atau yang semakna dengan itu karena begitulah shalatnya Nabi Shallallahu “Alaihi wa Sallam.
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 22/5. Maktabah Misykah)
Sedangkan Imam Ibnu Taimiyah, mengisyaratkan bahwa membuka kepala ketika beribadah adalah makruh dan munkar.
Hal ini ditegaskan dalam Fatawa Al Kubra-nya ketika beliau ditanya tentang manusia yang berkumpul lalu berzikir dan membaca Al Quran, dengan membuka kepala dan merendahkan diri,
mereka membacanya bukan maksud riya atau sum’ah, demi untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, boleh atau tidak?
Beliau menjawab:
الِاجْتِمَاعُ عَلَى الْقِرَاءَةِ وَالذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ حَسَنٌ مُسْتَحَبٌّ إذْ لَمْ يُتَّخَذْ ذَلِكَ عَادَةً رَاتِبَةً ، كَالِاجْتِمَاعَاتِ الْمَشْرُوعَةِ ، وَلَا اقْتَرَنَ بِهِ بِدْعَةٌ مُنْكَرَةٌ .
وَأَمَّا كَشْفُ الرَّأْسِ مَعَ ذَلِكَ فَمَكْرُوهٌ ، لَا سِيَّمَا إذَا اُتُّخِذَ عَلَى أَنَّهُ عِبَادَةٌ ، فَإِنَّهُ يَكُونُ حِينَئِذٍ مُنْكَرًا وَلَا يَجُوزُ التَّعَبُّدُ بِذَلِكَ .
“Berkumpul untuk membaca, berzikir dan berdoa adalah perbuatan baik dan dianjurkan, jika hal itu tidak dijadikan kebiasaan yang rutin,
itu sebagaimana perkumpulan yang disyariatkan, dan janganlah hal itu dicampur dengan bid’ah yang munkar.
Ada pun membuka kepala saat itu adalah makruh, apalagi melakukannya ketika ibadah, maka saat itu hal tersebut adalah munkar dan tidak boleh beribadah seperti itu.” (Fatawa Al Kubra, 1/6)
Apa yang difatwakan Syaikhul Islam ini, jika yang dimaksudkan adalah membuka kepala ketika ibadah adalah ketika shalat, maka pemakruhannya masih bisa didiskusikan lagi.
Bagaimana mungkin makruh, jika tak satu pun hadis sahih tentang keutamaan dan anjurannya? Bahkan Nabi sendiri pernah shalat tanpa menutup kepalanya, walau Beliau lebih sering menggunakannya.
Begitu pula membuka kepala ketika membaca Alquran dan berzikir, tak ada pula riwayat yang menganjurkan tentang menutup kepala.
Lebih tepat hal itu disebut sebagai adab yang baik dan mulia, paling tidak itu adalah sunnah.
Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam. Wallahu A’lam.[ind]