WAKIL Ketua KPAI, Jasra Putra, menilai anak-anak menjadi sangat rentan terhadap informasi yang berulang dan viral di media sosial.
Menurut dia, media sosial sering kali menjadi sarana ajakan langsung kepada anak untuk ikut dalam aksi demonstrasi. Fenomena ini terlihat meningkat pada 2014, 2019, hingga 2025.
Anak-anak juga merupakan pengguna terbesar informasi digital, sehingga mereka mudah terpapar konten yang memengaruhi emosi, pemahaman, dan perilaku mereka.
Baca juga: Pemerintah Indonesia Imbau Para Pelajar di AS dalam Aktivitas Media Sosial
Anak-Anak menjadi Sangat Rentan terhadap Media Sosial Saat Ini
Ia menambahkan, paparan berulang terhadap kekerasan dan kemarahan di tengah massa dapat berdampak negatif bagi perkembangan psikologis maupun emosional anak.
Lebih dari itu, menurut Jasra, konsumsi isu politik oleh anak kerap dibarengi dengan manipulasi informasi yang beredar luas di berbagai platform digital.
Sehingga, peran regulasi seperti UU Perlindungan Anak, UU ITE, dan pembatasan penggunaan media sosial bagi anak menjadi sangat penting.
Saat ini media sosial bahkan telah menggeser peran televisi. Akibatnya, apa pun yang dilihat dapat langsung dilaporkan melalui media online maupun media sosial, tanpa melakukan validasi dan konfirmasi terkait kebenaran informasinya.
Kondisi ini membuat foto, gambar, maupun video mudah viral, terutama karena kerap tidak melalui proses penyensoran.
Paparan terhadap konten negatif di media sosial, jika tidak disertai penjelasan atau debriefing dari orang tua, dapat menimbulkan dampak psikologis pada anak.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Kondisi tersebut juga bisa memicu rasa takut anak terhadap aparat maupun lingkungan sekitar. Misalnya memiliki pemikiran, “apa aku juga bisa menjadi orang yang ditangkap”.
Selain itu, karena anak-anak belum memiliki kemampuan berpikir kritis, hal ini berisiko membuat mereka menafsirkan adegan kekerasan dalam kerusuhan atau penangkapan sebagai sesuatu yang wajar.
Anak juga bisa terdorong untuk ikut-ikutan ketika melihat teman sebaya atau remaja lain berani terlibat. Hal ini berisiko memengaruhi pembentukan identitas serta menimbulkan sikap sosial yang menyimpang. [Din]