KISAH Imam Ahmad dalam menuntut ilmu ini bisa bisa menjadi inspirasi untuk orang tua. Imam Ahmad tumbuh dewasa sebagai seorang anak yatim.
Ibunya, Shafiyyah binti Maimunah binti ‘Abdul Malik asy-Syaibaniy, berperan penuh dalam mendidik dan membesarkan beliau.
Untungnya, sang ayah meninggalkan warisan untuk mereka 2 buah rumah di kota Baghdad. Yang sebuah mereka tempati sendiri, sedangkan yang sebuah lagi mereka sewakan dengan harga yang sangat murah.
Baca Juga: Kisah Imam Ahmad yang Rendah Hati
Kisah Imam Ahmad bin Hambal Mencari Ilmu
Dalam hal ini, keadaan beliau sama dengan keadaan Syaikh nya yaitu Imam Syafi‘i, yang yatim dan miskin, tetapi tetap mempunyai semangat belajar yang tinggi.
Keduanya juga memiliki ibu yang mampu mengantar mereka kepada kemajuan dan kemuliaan.
Tanda-tanda kejeniusan tampak dari Imam Ahmad pada saat itu. Hafalan ilmunya sedemikian melimpah.
Imam Ahmad pun bisa menghafal Al-Quran di usia 10 tahun. Beliau banyak belajar dari keluarga terdekat beliau karena banyak dari keluarga Imam Ahmad yang menjadi ulama.
Ketika Imam Ahmad berusia 16 tahun, beliau mulai belajar mencari hadits kepada ulama Baghdad yang bernama Husyaim bin Basyir ra.
Beliau menuntut ilmu dengan penuh azzam yang tinggi dan tidak mudah goyah. Sang ibu banyak membimbing dan memberi beliau dorongan semangat.
Tidak lupa dia mengingatkan beliau agar tetap memerhatikan keadaan diri sendiri, terutama dalam masalah kesehatan.
Tentang hal itu beliau pernah bercerita, “Terkadang aku ingin segera pergi pagi-pagi sekali mengambil (periwayatan) hadits, tetapi Ibu segera mengambil pakaianku dan berkata, ‘Bersabarlah dulu. Tunggu sampai adzan berkumandang atau setelah orang-orang selesai shalat subuh.’”
Perhatian beliau saat itu memang tengah tertuju kepada keinginan mengambil hadits dari para perawinya.
Saat beliau berusia 20 tahun, Husyaim bin Basyir meninggal dunia (183 H). Jadi beliau belajar bersama Husyaim hanya 4 tahun. Selama itu, beliau sudah mendapatkan 300.000 hadis lebih.
Setelah kematian gurunya, Imam Ahmad melakukan perjalanan menuntut ilmu yang pertama kalinya menuju ke kota Kufah.
Imam Ahmad belajar di Kufah selama 3 tahun. Kemudian beliau pergi ke Bashrah untuk melanjutkan belajarnya.
Setelah selesai belajar di Bashrah, Imam Ahmad belum merasa puas, karena beliau haus akan ilmu.
Akhirnya, Imam Ahmad pun pergi ke Hijaz, Makkah, Madinah, Yaman, Syam, daerah-daerah perbatasan, Eufrat, tanah Persia dan lainnya.
Tokoh yang paling menonjol yang beliau temui dan mengambil ilmu darinya selama perjalanannya ke Hijaz adalah Imam Syafi‘i.
Beliau banyak mengambil hadits dan faedah ilmu darinya. Imam Syafi‘i sendiri amat memuliakan diri beliau dan terkadang menjadikan beliau rujukan dalam mengenal keshahihan sebuah hadits. (MAY/Cms]