ChanelMuslim.com – Tutorial hijab Nyai Ahmad Dahlan begitu fenomenal karena diperkenalkan pada tahun 1934, tapi terus digunakan hingga saat ini oleh para muslimah.
Dalam Buku Muhammadiyah (1934), Siti Walidah atau yang lebih populer dengan sebutan Nyai Ahmad Dahlan memuat satu halaman khusus mengenai bagaimana mengenakan jilbab sesuai syariat Islam.
Baca Juga: Kisah Nyai Ahmad Dahlan dan Froebel Kindergarten Aisyiyah
Tutorial Hijab Nyai Ahmad Dahlan
Halaman Facebook Sang Pencerah mengunggah halaman buku karya Siti Walidah yang ditulisnya pada tahun 1934.
Selama ini kita tentu heran, dengan cara Nyai Walidah Ahmad Dahlan dalam mengenakan jilbab yang selalu tampak rapi dan syar’i.
Padahal pada zaman itu, ibu-ibu dan gadis-gadis muslimah mengenakan kerudung seperti orang-orang India yang hanya disampirkan di kepala dan bahu.
Di dalam buku Muhammadiyah (1934), ada tutorial mengenakan jilbab syar’i yang dipelopori oleh Nyai Walidah Ahmad Dahlan, tulis Fanpage tersebut pada 9 Mei 2016
Terlihat dalam gambar tersebut, seorang perempuan berkebaya mengenakan selembar kain panjang di atas kepalanya.
Salah satu ujung kain digunakan untuk menutup bagian kepala, sementara sisi kain lainnya digunakan untuk menutupi dada.
Langkah terakhir adalah dengan mengikat keduanya di bagian sisi kepala sehingga jilbab tak mudah lepas.
Baca Juga: Tren Hijab Syar’i
Kisah Kepahlawanan Nyai Ahmad Dahlan
Dilansir dari Wikipedia, Siti Walidah lahir di Kauman, Yogyakarta, 3 Januari 1872 dan meninggal dalam usia 74 tahun.
Ia adalah putri dari Kyai Haji Muhammad Fadli, seorang ulama dan anggota Kesultanan Yogyakarta; daerah bertempatnya tokoh agama banyak dari keraton.
Dia bersekolah di rumah, diajarkan berbagai aspek tentang Islam, termasuk bahasa Arab dan Alquran, dia membaca Alquran dalam naskah Jawi.
Nyai Ahmad Dahlan menikah dengan sepupunya, Ahmad Dahlan.
Saat Ahmad Dahlan sedang sibuk-sibuknya mengembangkan Muhammadiyah saat itu, Nyai mengikuti suaminya dalam perjalanannya.
Namun, karena beberapa dari pandangan Ahmad Dahlan tentang Islam dianggap radikal, pasangan ini kerap kali menerima ancaman.
Misalnya, sebelum perjalanan yang dijadwalkan ke Banyuwangi, Jawa Timur mereka menerima ancaman pembunuhan dari kaum konservatif di sana.
Baca Juga: Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah : Stunting Berhubungan dengan Kualitas Generasi Indonesia
Mendirikan Aisyiyah
Pada tahun 1914 ia mendirikan Sopo Tresno, dia dan suaminya bergantian memimpin kelompok tersebut dalam membaca Alquran dan mendiskusikan maknanya.
Segera ia mulai berfokus pada ayat-ayat Alquran yang membahas isu-isu perempuan.
Dengan mengajarkan membaca dan menulis melalui Sopo Tresno, pasangan ini memperlambat Kristenisasi di Jawa melalui sekolah yang disponsori oleh pemerintah kolonial.
Bersama suami dan beberapa pemimpin Muhammadiyah lainnya, Nyai Ahmad Dahlan membahas peresmian Sopo Tresno sebagai kelompok perempuan.
Menolak proposal pertama, Fatimah, mereka memutuskan mengganti nama menjadi Aisyiyah, berasal dari nama isteri Nabi Muhammad, yakni Aisyah.
Kelompok baru ini, diresmikan pada tanggal 22 April 1917, dengan Nyai Ahmad Dahlan sebagai kepala.
Lima tahun kemudian organisasi menjadi bagian dari Muhammadiyah.
Baca Juga: Muhammadiyah Gelar Rapat Koordinasi Nasional Bidang Pelayanan Sosial
Perempuan adalah Mitra Suami
Melalui Aisyiyah, Nyai Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah putri dan asrama, serta keaksaraan dan program pendidikan Islam bagi perempuan,
Dia juga berkhotbah menentang kawin paksa. Dia juga mengunjungi cabang-cabang di seluruh Jawa.
Berbeda dengan tradisi masyarakat Jawa yang patriarki, Nyai Ahmad Dahlan berpendapat bahwa perempuan dimaksudkan untuk menjadi mitra suami mereka.
Sekolah Aisyiyah dipengaruhi oleh ideologi pendidikan Ahmad Dahlan yakni Catur Pusat: pendidikan di rumah, pendidikan di sekolah, pendidikan di masyarakat, dan pendidikan di tempat-tempat ibadah.
Itulah sekelumit perjalanan Nyai Ahmad Dahlan, seorang perempuan pejuang yang tetap berkarya dengan mengenakan hijabnya.
Ia juga mengajarkan bagaimana berhijab syar’i dengan sederhana lewat tutorial hijab yang digambarnya.[ind]