BAGAIMANAKAH jihad di masa modern?
Di negeri yang damai, tidak ada serangan musuh secara militer di dalamnya, maka bukan berarti jihad tidak ada.
Jihad akan terus ada di berbagai tempat dan waktu dengan jenis dan cara yang berbeda pula; seperti mencari nafkah, menuntut ilmu, dan melawan hawa nafsu.
Bahkan di negeri yang dilanda perang sekali pun jihad seperti ini juga tidak akan hilang, hanya saja tingkatan keutamaannya yang berbeda sebagaimana perkataan Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah:
إنَّ أَفْضَلَ الْعِبَادَةِ الْعَمَلُ عَلَى مَرْضَاةِ الرَّبِّ فِي كُلِّ وَقْتٍ بِمَا هُوَ مُقْتَضَى ذَلِكَ الْوَقْتِ وَوَظِيفَتُهُ
Ibadah yang paling utama adalah amal yang dilakukan untuk mencari ridha Allah di setiap waktu, dengan mengerjakan amal yang disesuaikan dengan tuntutan waktu dan tugasnya. (Madarij as Salikin, jilid. 1, hal. 88).
Contoh Implementasinya:
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
1. Jika sebuah negeri dipimpin penguasa zalim maka menasihati penguasa adalah jihad paling utama.
Dari Abu Said Al Khudri, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِرٍ
“Jihad paling utama adalah mengutarakan perkataan yang adil di depan penguasa yang zalim atau pemimpin yang zalim.” (HR. At Tirmidzi No. 2265, katanya: hasan gharib. Ahmad No. 10716, dalam lafaz Ahmad tertulis: “Kalimatul haq ..(perkataan yang benar). Ibnu Majah No. 4011, Hadits ini shahih. (Lihat Misykah Al Mashabih, No. 3705).
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Implementasi Jihad di Masa Modern
سيد الشهداء حمزة بن عبد المطلب ، ورجل قال إلى إمام جائر فأمره ونهاه فقتله
“Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan orang yang berkata benar kepada penguasa kejam, ia melarang dan memerintah, namun akhirnya ia mati terbunuh.” (HR. Al Hakim, Al Mustdarak-nya, Ia nyatakan shahih, tetapi Bukhari-Muslim tidak meriwayatkannya. Adz Dzahabi menyepakati keshahihannya).
2. Jika kondisi ekonomi sedang berat, maka menafkahi keluarga adalah jihad.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يُعِفُّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ رِيَاءً وَمُفَاخَرَةً فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ
Jika seseorang keluar rumah untuk bekerja menafkahi anaknya yang masih kecil maka itu fii sabilillah, jika keluar untuk menafkahi kedua orang tuanya yang sudah jompo maka itu fii sabilillah, jika dia kerja untuk dirinya agar ‘iffah (menjaga kehormatan) maka itu fii sabilillah, jika dia keluar kerja karena riya dan sombong maka itu di jalan syetan. (HR. Ath Thabarani dalam Mu’jam al Kabir No. 282. Al Haitsami: “Para perawi dalam al Kabir adalah perawi shahih.” Lihat Majma’ az Zawaid, No. 7709).
Baca juga: Beri Ruang yang Luas Bagi Kaum Perempuan untuk Turut Berjuang
3. Mengurus rumah tangga (dengan segala macam kesibukannya) adalah jihad bagi wanita.
عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: جِئْنَ النِّسَاءُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِالْفَضْلِ وَالْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى، فَمَا لَنَا عَمَلٌ نُدْرِكُ بِهِ عَمَلَ الْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ قَعَدَ -أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا -مِنْكُنَّ فِي بَيْتِهَا فَإِنَّهَا تُدْرِكُ عَمَلَ الْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ”.
Anas bin Malik bercerita bahwa kaum wanita mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah, kaum laki-laki memiliki keutamaan dengan jihad fisabilillah, lalu bagaimana kami mendapatkan nilai jihad fisabilillah?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Siapa di antara kalian yang berdiam di rumahnya (atau yang seperti itu) maka itu setara dengan amalnya para mujahidin fisabilillah.“ (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, jilid. 6, hal. 409).
4. Mengendalikan hawa nafsu, kemalasan, potensi buruk dalam diri adalah jihad.
الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ
Mujahid adalah orang yang berjihad melawan diri (nafsunya). (HR. At Tirmidzi no. 1621. Beliau berkata: hasan shahih).
Al Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan:
فَأَمَّا مُجَاهَدَة النَّفْس فَعَلَى تَعَلُّم أُمُور الدِّين ثُمَّ عَلَى الْعَمَل بِهَا ثُمَّ عَلَى تَعْلِيمهَا ، وَأَمَّا مُجَاهَدَة الشَّيْطَان فَعَلَى دَفْع مَا يَأْتِي بِهِ مِنْ الشُّبُهَات وَمَا يُزَيِّنهُ مِنْ الشَّهَوَات ، وَأَمَّا مُجَاهَدَة الْكُفَّار فَتَقَع بِالْيَدِ وَالْمَال وَاللِّسَان وَالْقَلْب ، وَأَمَّا مُجَاهَدَة الْفُسَّاق فَبِالْيَدِ ثُمَّ اللِّسَان ثُمَّ الْقَلْب
“Ada pun berjihad melawan hawa nafsu adalah dengan cara mempelajari perkara-perkara agama lalu mengamalkannya dan mengajarkannya. Sedangkan berjihad melawan syetan adalah dengan cara melawan syubhat-syubhat yang dilancarkannya dan melawan syahwat yang dihiasinya. Sedangkan jihad melawan orang kafir adalah dengan tangan, harta, lisan, dan hati. Sedangkan berjihad melawan kefasikan adalah dengan tangan, kemudian lisan, kemudian hati. “ (Fathul Bari, jilid. 6, hal. 3).[Sdz]