ISRAEL terus merangsek kekuatan Islam di sekitar wilayahnya. Tapi sadarkah negara anti HAM ini bahwa mereka terjebak dalam perang melawan organisasi massa.
Ada yang menarik di perang Israel melawan kekuatan Islam saat ini. Yaitu, negeri Yahudi ini tidak sedang berperang melawan negara seperti Palestina, Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman. Tapi mereka sedang berperang melawan organisasi massa di negara-negara itu.
Di sejumlah media massa di Barat, juru bicara Israel mengklaim bahwa tidak sedang berperang melawan penduduk Gaza. Melainkan melawan Hamas.
Begitu pun tentang perang di Lebanon. Mereka mengklaim bahwa tidak berperang melawan pemerintah Lebanon. Melainkan dengan Hizbullah.
Hal yang sama juga terjadi di wilayah-wilayah lain seperti dengan kelompok bersenjata di Irak, Yaman, Suriah, dan mungkin akan menyusul yang lainnya.
Lebih Sulit daripada Melawan Negara
Di satu sisi, Israel mungkin ingin membuat citra baik tentang negaranya. Yaitu, mereka tidak sedang berperang melawan negara yang berdaulat. Melainkan berperang melawan “teroris”.
Namun, di sisi lain hal itu justru akan mempersulit dirinya untuk melakukan tindakan balasan. Karena yang ia perangi adalah sekelompok orang dalam sebuah negara. Bukan seluruh warga di negara tersebut.
Sehingga, jika militer Israel membumihanguskan sebuah wilayah, gedung, atau lainnya yang diklaim sebagai kelompok “teroris”, maka posisinya akan selalu disalahkan karena banyaknya jatuh korban warga penduduk biasa.
Masalahnya, bagaimana membedakan antara warga penduduk biasa dengan warga yang merupakan bagian dari kelompok bersenjata. Hal ini karena kelompok perlawanan jarang mengenakan seragam atau atribut tertentu.
Inilah posisi sulit secara politik pihak Israel. Seperti diskusi di media Barat, jubir Israel bingung ketika ditanyakan berapa orang aktivis Hamas yang sudah dibasmi Israel? Karena faktanya yang terbunuh puluhan ribu adalah wanita dan anak-anak.
Begitu pun yang terjadi di Lebanon beberapa hari lalu. Sebuah apartemen yang dirudal Israel, menewaskan 500 warga sipil.
Nah pertanyaan yang sama juga membingungkan pihak Israel: berapa aktivis Hizbullah yang berhasil dibunuh pihak Israel dalam penyerangan di sebuah apartemen itu? Karena nyatanya ratusan warga yang tewas adalah penduduk sipil tak berdosa.
Kedua, terjebak dalam perang melawan ‘ormas’ akan menjadikan Israel sebagai negara yang rendahan, terutama di pihak militernya. Karena tak satu pun data yang akurat tentang kekuatan militer sebuah ‘ormas’.
Hal ini akan menurunkan nilai tawar posisi Israel di mata militer dunia. Bahkan bisa dibilang tak punya wibawa lagi.
Padahal, Israel telah lama memposisikan dirinya sebagai negara adidaya baru dengan kekuatan militer yang digjaya. Mereka pun menjual produk-produk militernya ke negara-negara lain.
Dari sini akhirnya dunia melihat bahwa Israel dan kekuatan militernya tak lebih dari sekadar kekuatan negara selevel ormas atau kelompok bersenjata, seperti kelompok bersenjata narkoba di Meksiko, Kolombia, dan lainnya.
Tiga, jauh lebih sulit melawan kelompok bersenjata daripada melawan sebuah negara.
Perang melawan sebuah negara oleh negara lain begitu jelas. Seperti, perang Rusia melawan Ukraina. Ada prajuritnya, ada batas wilayahnya, dan ada indikasi menang dan kalahnya.
Tapi, berperang melawan kelompok bersenjata serba tidak jelas. Karena mereka bisa berada di wilayah negara mana saja yang mengizinkan eksistensi mereka.
Tidak heran jika Israel terprovokasi untuk ‘mengejar’ pemimpin ormas, seperti Ismail Haniyeh, dan yang belakangan adalah Hasan Nasrallah, rahimahumullah.
Pertanyaannya, apa ada jaminan dengan melenyapkan pemimpin ormas bersenjata akan menghentikan perlawanan mereka? Perhatikanlah dengan gugurnya Ismail Haniyeh. Bukan melenyapkan perlawanan, justru muncul pemimpin baru Hamas: Yahya Sinwar.
Begitu pun dengan kelompok bersenjata lain. Tak lama lagi, akan muncul sosok baru pengganti dari Hasan Nasrallah dan lainnya.
Sangat berbeda dengan pemimpin sebuah negara. Jika presiden atau rajanya berhasil dibunuh, maka negara itu akan tunduk secara otomatis.
Dengan kata lain, terjebak berperang melawan ‘ormas’, Israel sedang berperang abadi melawan musuh-musuh ideologinya. Dan hal itu akan menyedot energi yang sangat luar biasa.
Di sisi lain, pelindung utama Israel yaitu Amerika juga mengalami hal yang sama. Amerika akan kesulitan menyerang sebuah target sekelompok kecil warga negara tanpa harus merusak kedaulatan negara yang bersangkutan.
Sementara itu, Rusia dan Cina kian memposisikan diri sebagai negara yang menjadi ancaman besar Amerika, terutama dalam militer. Bayangkan jika dua negara itu juga ikut berkamuflase sebagai ‘ormas’ dan ikut berperang di sekitar Israel. [Mh]