KHADIJAH, Istri Tercinta Nabi Muhammad yang Menginspirasi Keimanan dan Kesetiaan. Ketika pintu-pintu Masjidil Haram di Mekah terbuka, para wanita berdatangan ke Baitullah. Khadijah dan orang-orang di sekelilingnya segera masuk ke dalam Ka’bah, terbungkus oleh pakaian sutra dan wajah yang memancarkan cahaya.
Khadijah masuk melalui pintu Ibrahim. Samar-samar ia merasakan bahwa takdir sedang menyimpan sesuatu yang indah untuknya. Ia tidak tahu apakah sesuatu itu, tetapi ia bisa merasakan bahwa sesuatu itu akan mengantarkannya untuk mewujudkan impian-impian besar yang selalu membayangi sepanjang harinya, baik saat tertidur maupun terjaga.
Baca juga; Kisah Kegundahan Ibrahim Saat Meninggalkan Hajar dan Ismail
Khadijah: Istri Tercinta Nabi Muhammad yang Menginspirasi Keimanan dan Kesetiaan (1)
Khadijah melaksanakan thawaf di Baitulllah sebanyak tujuh kali lalu berhenti di Multazam, di antara Hajar Aswad dan Ka’bah. Ia mulai berdoa dan memohon kepada Allah. Pertama-tama ia tidaklah meminta untuk diberkahi dalam berdagang, tetapi ia meminta dengan sangat dan sungguh- sungguh agar impian-impiannya bisa terwujud.
Wanita yang suci dan terhormat. Junjungan kaum Quraisy dan para wanita di seluruh dunia pada masa itu: Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdil ‘Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib. Ibunya bernama Fathimah binti Za’idah bin Asham bin Haram bin Rawahah.
Khadijah lahir di tengah keluarga terhormat dan terpandang, sekitar lima belas tahun sebelum tahun Gajah (68 SM). Ia pun tumbuh di sebuah keluarga terhormat hingga menjelma menjadi seorang wanita yang cerdas dan agung. Ia terkenal memiliki keteguhan dan kecerdasan serta tata krama yang sangat luhur. Karena itu, Khadijah menjadi pusat perhatian bagi para pembesar kaum Quraisy.
Khadijah menikah dengan Abu Halah bin Zararah at-Taimi dan meng- hasilkan dua anak: Halah dan Hanad. Ketika Abu Halah meninggal dunia, Khadijah menikah lagi dengan ‘Atiq bin ‘Abid bin Abdullah al-Makhzumi. Khadijah tinggal bersama Atiq beberapa waktu, tetapi kemudian mereka berpisah.
Setelah Khadijah berpisah dengan ‘Atiq, banyak pembesar Quraisy yang melamarnya. Namun, Khadijah lebih memilih untuk memusatkan per- hatian demi mengasuh anak-anaknya dan mengurus urusan perdagangan hingga ia menjadi wanita yang kaya raya. Dengan sistem mudharabah (bagi hasil), Khadijah juga mempekerjakan banyak laki-laki untuk menjalankan dagangannya.
Ketika mendengar kabar tentang kejujuran, amanah, dan akhlak mulia yang dimiliki oleh Rasulullah sebelum diutus menjadi Rasul, Khadijah meminta agar Rasulullah membawa barang dagangannya ke Syam bersama seorang budak miliknya yang bernama Maisarah. Khadijah mensyaratkan akan memberi upah yang lebih besar dibandingkan dengan yang lain,
Muhammad ash-Shadiq al-Amin itu pun menyepakati tawaran Khadijah. Ia pun pergi bersama budak Khadijah. Dalam perdagangan ini pun, Allah memberinya pertolongan hingga berhasil mendapat keuntungan yang sangat banyak.
Khadijah sangat senang dengan keuntungan besar yang didapat melalui tangan Muhammad itu dan kekaguman Khadijah terhadap pribadi Muhammad semakin besar dan mendalam ketika Muhammad menemuinya. Muhammad adalah pemuda yang ceria, tampan, dan rupawan. Kedua matanya lebar dan sangat hitam (bola matanya). Kedua bibirnya mengalir dengan suara parau menceritakan tentang keuntungan yang mereka dapat.
Kali ini keuntungan yang diperoleh berlipat-lipat dari biasanya. Dengan menampakkan wajah gembira, Khadijah berbicara sementara Muhammad mendengarkan dengan penuh perhatian. Muhammad mampu menjadi pendengar yang baik, diam dengan baik, dan bisa berbicara dengan baik. Ketika diam, beliau menampakkan kewibawaan. Ketika berbicara, beliau menampakkan kecemerlangan dan logika yang cerdas, tidak terlalu jarang dan tidak terlalu banyak. Jika beliau berbicara atau tersenyum, gigi-giginya bersinar putih dan bersih.
Khadijah mulai berpikir bahwa Muhammad adalah pemuda yang sekufu baginya. Bahkan, ia merasa telah tertawan oleh spirit Muhammad yang kuat, membuat jiwanya sendiri tunduk sekaligus memancarkan kebahagiaan. Itulah ketakutan orang yang mabuk dan khudlu’ (tunduknya)nya pecinta. Kepasrahan pecinta dalam memandang orang yang dicintai.
Sumber: Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam – Dr. Bassam Muhammad Hamami
[Vn]