KHADIJAH, istri tercinta Nabi Muhammad yang menginspirasi keimanan dan kesetiaan. Namun pada awalnya, ia berpikir apakah pemuda yang bergelar al-amin dan ash-shadiq itu mau menikah dengan dirinya yang sudah berumur empat puluh tahun?
Apakah mungkin Muhammad menerima perasaan seorang janda tua sementara ia berpaling dari gadis-gadis Mekah dan bunga-bunga Rani Hasyim yang segar?
Dalam cengkeraman kebingungan dan rasa gelisah itu, datanglah seorang sahabatnya, Nafisah binti Muniyah. Begitu sang sahabat mengajaknya bicara, segeralah tersingkap rahasia yang tersembunyi. Nafisah menganggap itu sebagai hal yang mudah karena di antara wanita- wanita Quraisy tidak ada wanita yang lebih tinggi nasab dan kehormatannya daripada Khadijah yang kaya sekaligus cantik. Semua orang sangat ingin menikah dengannya, jika itu mungkin.”
Baca juga: Kisah Ibunda yang mengasuh Rasulullah (1)
Khadijah: Istri Tercinta Nabi Muhammad yang Menginspirasi Keimanan dan Kesetiaan (2)
Begitu keluar meninggalkan Khadijah sahabatnya, Nafisah bergegas menemui Muhammad al-Amin ash-Shadiq dan segera memulai pertanyaan dengan sangat cerdas:
“Wahai Muhammad, apakah yang membuatmu belum menikah?”
Muhammad menjawab, “Aku tidak memiliki biaya untuk menikah.”
Sambil tersenyum, Nafisah berkata, “Jika engkau dicukupi lalu diajak untuk memasuki pintu kekayaan, kehormatan, dan kecukupan, apakah engkau bersedia?”
Dengan penasaran, Muhammad bertanya, “Siapakah ia?”
Tanpa menunggu lama, Nafisah menjawab, “Khadijah binti Khuwailid.” Muhammad menjawab, “Jika ia mau, aku terima.”
Nafisah segera menyampaikan kabar gembira itu kepada Khadijah. Adapun Muhammad al-Amin memberitahukan kepada paman-pamannya akan keinginannya untuk menikah dengan Sayyidah Khadijah. Abu Thalib, Hamzah, dan lain-lain segera pergi bertandang ke kediaman paman Khadijah, Amar bin Asad bin Abdil Uzza bin Qushay, untuk meminang Khadijah. Sang paman begitu memuji Muhammad dan segera menikahkan mereka dengan mas kawin dua puluh anak unta.
Setelah akad nikah berlangsung, binatang-binatang sembelihan itu pun disembelih dan dibagi-bagikan kepada fakir miskin. Rumah Khadijah dibuka untuk semua keluarga dan kerabat. Salah satu dari mereka yang hadir adalah Halimah as-Sa’diyah, ibunda yang menyusui Rasulullah, yang datang untuk menyaksikan pernikahan putranya.
Setelah acara selesai, Halimah pulang ke tengah kaumnya dengan membawa empat puluh kepala kambing sebagai hadiah dari pengantin wanita yang mulia (Khadijah) untuk orang yang telah menyusui Muhammad, suaminya tercinta.
Wanita junjungan kaum Quraisy yang suci itu kini menjadi istri dari Muhammad al-Amin dan ia menciptakan banyak bukti yang agung dan indah untuk menunjukkan cintanya kepada suami dan kesiapannya untuk berkorban demi orang yang dicintai.
Ketika melihat bahwa sang suami menyukai budaknya, Zaid bin Hâritsah, Khadijah menghibahkan budak itu kepada suaminya. Ketika menyadari bahwa sang suami ingin membawa saudara sepupunya, Ali bin Thalib, ke rumah Khadijah, ia pun menyambut keinginan itu dengan baik. Ia memberi ruang cukup bagi Ali untuk me- nimba akhlak dari suaminya, Muhammad
Mereka berdua melewatkan masa-masa damai penuh dengan ketenangan dan kedamaian selama lima belas tahun. Allah pun semakin menyempurnakan nikmat-Nya kepada mereka dengan mengaruniai beberapa putra dan putri: Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fathimah.”
Sumber: Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam – Dr. Bassam Muhammad Hamami
[Vn]