KISAH sejarah bakso dari Persia ini diceritakan oleh Uttiek M. Panji Astuti dalam artikelnya pada (15/06/2023). Mulai dari bully politik terkait tukang bakso hingga kuliner dunia Islam.
“Mirip keluarga tulang bakso-lah, turun temurun ya jualan bakso dan lain-lain. Begitupun dengan Bapak Dalang, biasanya anaknya juga Dalang. Gitu kan, apa bukan,” cuit Iwan Fals di akun twitternya.
Sindiran itu sontak menuai banyak tanggapan. Iwan merasa perlu berkomentar tentang calon kepala daerahnya, karena ia tinggal di daerah Leuwinanggung, Depok. Politik dinasti, tak jauh beda dengan tukang bakso.
Entah kenapa tukang bakso sering jadi sasaran bullying politik di negeri ini.
Kalau masih ingat, beberapa waktu lalu sempat ramai di sosial media becandaan seorang tokoh yang tak ingin anaknya berjodoh dengan tukang bakso, becandaan itu kontan memancing protes dari tukang bakso se-Indonesia.
Selama ini banyak yang meyakini bahwa bakso berasal dari Cina.
Cerita umum yang beredar adalah seorang pemuda bernama Meng Bo yang hidup di masa Dinasti Ming (1368-1644) ingin memasakkan daging empuk dan lembut untuk ibunya, lalu terciptalah bakso.
Padahal, olahan daging cincang yang dimasak dengan cara seperti membuat bakso telah dikenal jauh sebelumnya.
Tepatnya dari peradaban Persia. Tentu saja namanya bukan bakso, namun dikenal dengan nama kofta.
Baca Juga: Syarat Membuat Bakso Enak
Kisah Sejarah Bakso dari Persia
Setelah Persia berhasil dibebaskan pasukan Muslimin, olahan kofta ikut terserap dalam tradisi kuliner Muslim.
Makin berkembang pada masa Daulah Abbasiyyah, yang secara geografis wilayahnya berada di bekas wilayah Persia.
Sebagaimana tercatat dalam kitab al-Tabikh (Kitab Makanan) karya Ibnu Sayyan al-Warraq.
Kofta lalu menyebar ke negeri-negeri Muslim, termasuk ke Andalusia, pintu gerbang menuju Eropa. Hingga kini, kofta dengan beragam varian resep dan namanya menjadi makanan populer di Timur Tengah.
Pada 1258, bangsa Mongol meluluhlantakkan Baghdad. Ternyata ada yang tidak mereka hancurkan, salah satunya adalah elemen kuliner.
Selain olahan daging cincang, mereka juga mengadopsi cara membuat isian pangsit seperti yang ada di Timur Tengah.
Untuk membuat berbagai makanan itu, mereka memasok bahan-bahannya dari negeri Muslim yang ditaklukkan. Tak hanya bahan makanan, bangsa Mongol juga membawa aneka perangkat makan dari dunia Islam.
Pada 1930-an, Maxime Rodinson, Daub Chelebi, dan AJ Arberry secara serius meneliti kuliner dunia Islam abad pertengahan untuk pertama kalinya.
Sejak itu, para ilmuwan mulai menelusuri kembali perkembangan kuliner Islam yang ternyata memengaruhi dunia modern saat ini.
Lewat riset yang mereka lakukan, ketiga peneliti itu berjasa menemukan benang merah antara makanan haute cuisine di Prancis, tart di Peru, fish and chips yang sederhana di Inggris, gulab jamun di India, meat ball alias bakso di Cina, hingga julep mint di Amerika.[ind]