PERSAUDARAAN itu unik. Adakalanya, jarak yang jauh lebih baik daripada dekat.
Secara normal, bersaudara itu memang sebaiknya dalam keadaan dekat. Baik dekat secara jarak tempat tinggal, maupun dekat dalam hubungan.
Namun, adakalanya, hubungan persaudaraan bisa lebih baik jika masing-masing terpisah jauh. Hal ini karena adanya ketidakcocokan dalam interaksi.
Boleh jadi karena dua bersaudara yang memiliki karakter yang sama-sama keras, sama-sama ingin mendominasi, dan lainnya.
Kalau terlalu sering berinteraksi langsung, kemungkinan terjadi konflik lebih besar. Dampaknya bisa terjadi kerenggangan hubungan persaudaraan.
Ketika keduanya diliputi egoisme masing-masing, kelembutan persaudaraan menjadi lenyap begitu saja. Bahkan mereka seperti lupa kalau ada ikatan persaudaraan.
Dalam keadaan seperti inilah, kadang jarak yang jauh menjadi lebih baik daripada dekat. Ketika pertemuan menjadi sangat jarang, kesadaran tentang adanya hubungan batin sebuah persaudaran menjadi sangat terasa.
Terlihatlah potret-potret hubungan yang buruk di depan mata. Terlihat pula ‘kebodohan’ dan kelalaian sikap yang muncul di saat seringnya interaksi.
Itu dalam keadaan khusus. Secara umum, jarak yang jauh memang memunculkan kerinduan, rasa kehilangan terhadap orang-orang yang dicintai.
Rasa rindu dan kehilangan inilah yang akan memotivasi diri untuk bisa lebih baik lagi menjalin hubungan persaudaraan.
Seperti itulah mungkin gambaran dari semangat mudik atau pulang kampung sebagian kita. Keinginan untuk menjalin lagi hubungan persaudaraan bukan sekadar muncul karena tuntutan agama. Melainkan juga karena dorongan batin yang tersadarkan dengan kerinduan dan rasa kehilangan tadi.
Hubungan persaudaran kadang terasa unik. Berbagai kerenggangan bisa pulih dengan sendirinya karena intensitas interaksi yang sangat kurang disebabkan jarak yang jauh tadi.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan, “…wakuunuu ‘ibadallahi ikhwaanaa…” Dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. (HR. Muslim)
Persaudaraan itu keberkahan. Baik persaudaraan karena hubungan darah, ataupun karena ikatan iman.
Persaudaran yang rekat melahirkan begitu banyak pahala, seperti saling bantu, saling mendoakan, saling berkorban, dan seterusnya.
Bayangkan jika melakoni hidup tanpa hubungan persaudaraan itu. Dunia menjadi terasa sepi, karena tanpa persaudaraan yang saling cinta, orang banyak seperti bukan siapa-siapa.
Jadi, bersabarlah dengan segala kekurangan saudara kita. Sebagaimana kita mengharapkan saudara kita untuk bersabar dengan kelemahan diri kita. [Mh]