MUKMIN itu cermin untuk saudaranya. Kalau ada aib, sebaiknya dibersihkan.
Syariat Islam selalu mengedepankan nilai berjamaah. Misalnya, shalat berjamaah lebih baik dari sendiri. Dakwah berjamaah juga lebih baik dari sendiri-sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di Bulan Ramadan, juga dikenal dengan acara buka puasa bersama. Bisa dilakukan di masjid, di kantor, dan lainnya.
Tentu saja, kebersamaan atau berjamaah itu memiliki nilai plus. Khususnya, untuk masing-masing individu seorang muslim.
Apa saja? Antara lain agar bisa terjadi saling ‘bercermin’. Karena seorang mukmin merupakan cermin untuk sesama mukmin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya. Jika ia melihat aib pada diri saudaranya, maka ia memperbaikinya.” (HR. Bukhari)
Ketika sesama mukmin berkumpul, formal atau informal, maka akan terjadi saling menilai satu sama lain. Mulai dari yang tampak seperti busana, kebersihan, hingga pada yang tak tampak seperti rasa bahagia atau sedih.
Tanpa saling berkata-kata pun, saling bercermin sesama mukmin akan terjadi dalam suasana kebersamaan itu.
Misalnya, ketika dalam sendiri, kita merasa bahwa tilawah Quran kita yang paling bagus. Tapi ketika dalam suasana bersama itu, kita menemukan keunggulan dari saudara-saudara mukmin yang lain. Dari situlah kita bercermin untuk menjadi lebih baik lagi.
Begitu pun dalam hal yang tak nampak. Seperti tingkat kesabaran dan rasa syukur. Ketika sendiri kita merasa paling sabar sendiri. Tapi ketika dalam kebersamaan, ternyata ada saudara-saudara mukmin yang mengalami musibah jauh lebih berat dari yang kita alami. Dan mereka tetap sabar.
Inilah di antara hikmah kenapa syariah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kita untuk hidup berjamaah: agar kita bisa saling bercermin. [Mh]