MENANGISLAH, karena itu isyarat hadirnya bahagia. Uttiek M. Panji Astuti, seorang jurnalis dan travel writer, membagikan tulisan mengenai kesedihan dan proses penerimaan dari suatu peristiwa pahit.
Dalam akun IG @uttiek.herlambang, 30 Mei 2022 lalu, ia menggambarkan bagaimana Allah menciptakan mekanisme kesedihan itu yang ujungnya merupakan kebahagiaan.
Berikut tulisan selengkapnya.
Putra Pertama Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Emmeril Kahn Mumtadz atau biasa disapa Eril, hingga saat ini belum ditemukan setelah dilaporkan hilang di Sungai Aare, Swiss pada Kamis (26/5). Tim SAR dan polisi Swiss saat ini masih terus mencari Eril. [Republika, 30/5].
Belum hilang rasa kaget atas berita itu, masyarakat Indonesia Kembali dikejutkan dengan kabar duka dari Yogya. Cendekiawan Muslim, Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif mangkat pada hari Jumat (27/5) pukul 10.15 di RS PKU Muhammadiyah Gamping.
Baca Juga: Tiga Perkara yang Membuat Tertawa dan Menangis
Menangislah karena Itu Isyarat Hadirnya Bahagia
Kehilangan seseorang yang kita cintai selalu menyelipkan kepedihan di hati. Secara medis, hal tersebut dapat dijelaskan. Saat sedih, produksi hormon serotonin dalam tubuh akan berkurang.
Serotonin atau hormon kebahagiaan adalah hormon yang mempengaruhi suasana hati, menambah selera makan, dan dan mengatur waktu tidur.
Luar biasanya, Allah menciptakan mekanisme menangis saat manusia dilanda kesedihan. Dengan menangis, tubuh akan memproduksi hormon endorfin dan hormon oksitosin.
Kedua hormon ini adalah salah satu hormon pembuat bahagia, bersamaan dengan hormon serotonin dan dopamin.
Hormon endorfin dan oksitosin bisa mengurangi produksi hormon stres dengan memberikan efek tenang dan rileks.
Jadi saat sedih, menangislah. Karena tak lama, kita akan merasa bahagia!
View this post on Instagram
Seorang psikiater, Elisabeth Kubler-Ross menyebutkan, setidaknya ada lima tahap yang dilalui manusia saat melewatu proses kesedihan akibat kehilangan.
Tahap pertama adalah penyangkalan, ia tak mau percaya bahwa peristiwa tersebut terjadi. Tahap kedua adalah amarah. Tahap ketiga adalah proses negosiasi dengan diri sendiri.
Tahap keempat adalah depresi yang seringkali melemahkan. Fase tersebut kemudian diikuti dengan tahap terakhir, yaitu penerimaan bahwa kehilangan yang membawa duka itu memang terjadi.
Setelah melalui tahapan acceptance atau penerimaan, seseorang biasanya baru bisa bangkit dari rasa kehilangannya atau move on.
Tidak ada batasan waktu yang pasti untuk setiap tahapan kesedihan itu. Sangat mungkin terjadi seseorang jatuh kembali ke tahap sebelumnya dalam proses move on.
Kesedihan mendalam juga diabadikan dalam Alqur’an melalui kisah Nabi Ya’kub saat ditinggal putra tercintanya Nabi Yusuf. Begitu berdukanya, hingga tumpahan air mata membuatnya buta.
Namun, Nabi Ya’kub mengajarkan pada kita untuk tidak mengumbar kesedihan pada siapa saja. Alih-alih curhat di sosial media, diajarkannya sebuah doa yang sangat indah.
“Dia (Yakub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” [QS Yusuf: 86]
Sikap Nabi Ya’kub menunjukkan tinggainya kualitas keimanan pada Allah. Tak ada yang perlu dikhawatirkan, karena Allah menjanjikan pengabulan segala pinta.
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingat-Nya.” [QS An Naml: 62]
Kembalikan segala urusan pada-Nya. Dia yang akan mengatur dengan sebaik-baik pengaturan. Perbaiki ketaatan, maka Dia akan mengganti setiap kesedihan dengan kebahagiaan.[ind]