Chanelmuslim.com – Tidak Menshalatkan Jenazah Yang Masih Berhutang
“Dan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, ‘Apabila didatangkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seorang meninggal dunia yang mempunyai hutang, beliau bertanya, ‘Apakah dia masih mempunyai sisa hutang?’ Jika dikatatan bahwa orang tersebut telah melunasinya, beliau menshalatkan. Dan apabila dia belum melunasinya, beliau berkata kepada kaum muslimin, ‘Shalatkan sahabat kalian ini’.” (Muttafaq Alaih)
Kebiasaan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hal ini adalah suatu pengecualian yang hanya boleh dilakukan oleh beliau. Dalilnya adalah sabda beliau kepada para sahabat agar mereka menshalatkan jenazah yang masih meninggalkan hutang tersebut. Sementara beliau sendiri tidak menshalatkannya.
Baca Juga: Membaca aI-Fatihah di dalam Shalat Jenazah
Tidak Menshalatkan Jenazah Yang Masih Berhutang
Sekiranya disyariatkan agar kaum muslimin tidak boleh menshalatkan jenazah yang masih meninggalkan hutang, pastilah beliau telah melarang para sahabat melakukannya. Namun, hadits ini menjelaskan bahwa beliau justru menyuruh para sahabat agar menshalatkannya, sekalipun beliau sendiri tidak melakukannya.
Kita hanya bisa mengambil ibrah, bahwa sudah seharusnya bagi seorang muslim untuk segera melunasi hutangnya sekiranya dia mampu. Karena di Hari Akhir nanti, jiwa (roh) seorang mukmin akan terkatung-katung dari tempatnya yang mulia, hingga hutangnya dilunasi. Selama hutang seorang mukmin belum dilunasi, jiwanya akan tergantung, tidak berada di surge juga tidak di neraka.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Jiwa seorang mukmin itu tergantung hutangnya hingga dilunasi.” (HR. At-Tirmidzi)
Demikian, jika orang tersebut mempunyai harta untuk melunasi atau membayar hutangnya. Adapun jika orang tersebut belum mempunyai uang untuk melunasi hutangnya, atau ia mempunyai harta tetapi habis dipakai untuk keperluan sehari-hari, dan ia mempunyai niat yang kuat untuk membayarnya hingga ajal menjemputnya, maka banyak hadits yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala akan membayarkan dan memaafkannya. Sebagaimana hadits Abu Umamah Radhiyallau Anhu berikut,
“Barangsiapa yang berutang dan dalam dirinya ada niat untuk membayar, tetapi ia ‘keburu’ meninggal, maka Allah akan memaafkannya dan membuat orang yang dihutangi ridha kepadanya. Adapun orang yang berhutang dan dalam dirinya tidak ada niat membayar, lalu ia meninggal, maka Allah akan mengambil kebaikannya untuk diberikan kepada orang yang dihutangi pada hari kiamat kelak.” (HR. Ath-Thabarani)
Sumber : 165 Kebiasaan Nabi, Abduh Zulfidar Akaha, Pustaka Al Akutsar