ChanelMuslim.com – Mengapa aktivis dakwah muslimah pada umumnya tidak memakai cadar? Perlu diketahui, status wajah wanita apakah aurat atau bukan adalah perselisihan pendapat di antara ulama.
Maka, ketika memilih salah satu pendapat itu dengan berbagai pertimbangan ilmu, baik dalil syar’I dan waqi’I (realita) adalah hal yang diperkenankan.
Jika umumnya, aktivis muslimah memilih tidak bercadar dan itulah pendapat yang masyhur menurut mayoritas ulama bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat yang mesti ditutup, itu bukanlah hal yang tercela.
Seharusnya, yang dipermasalahkan dan menjadi perhatian untuk diselesaikan adalah wanita yang belum menutup aurat, atau berpakaian tetapi telanjang, bukan membenturkan antara yang bercadar atau tidak.
Baca Juga: Buya Yahya Tegaskan tentang Hukum Cadar
Dalil Al-Qur’an Mengapa Aktivis Dakwah Muslimah Tidak Memakai Cadar
Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya..(QS. An-Nur: 31)
Menurut mayoritas ulama, maksud ayat “dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”, adalah wajah dan telapak tangan.
“Katakanlah kepada mukmin laki-laki, hendaknya tundukkanlah pandangan mereka.” (QS. An-Nuur: 30).
Ayat ini secara tersirat menunjukkan bahwa wajah itu terbuka. Sebab, jika wajah dan semuanya tertutup, maka menunduk dari apakah perintah ayat ini?
Perintah untuk menunduk seolah menjadi tidak relevan sebab tanpa menunduk pun sudah tidak melihat apa-apa.
Baca Juga: Mengenal Jenis-Jenis Cadar di Kalangan Niqabis
Dalil dari As-sunnah
Dari Abu Said al-Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada para sahabat tentang hak jalanan, di antaranya: “Tundukkan pandangan…”
Hadits tentang macam-macam zina, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Zinanya mata adalah memandang…dan seterusnya.”
Hadits dari Jabir bin Abdullah, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang pandangan spontan, lalu beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandangan.”
Berbagai riwayat ini dan yang semisalnya, menunjukkan bahwa kebiasaan wanita pada zaman itu adalah tidak menutup wajahnya.
Jika mereka menutup seluruh tubuhnya termasuk wajah dan telapak tangannya, niscaya tidak akan ada kasus laki-laki begitu terpana dengan wajah wanita,
dan tidak pula perintah menundukkan pandangan yang begitu banyak untuk kaum laki-laki mukmin, sebab menundukkan pandangan tapi objeknya tertutup adalah hal yang tidak relevan.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, menceritakan tentang Al Fadhl bin Abbas yang berboncengan dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan Al Fadhl bin Abbas adalah seorang pemuda yang tampan.
Saat itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendatangi kumpulan manusia untuk memberikan fatwa, lalu datanglah seorang wanita Khats’amiyah yang berparas cantik, dan mereka berdua saling berpandangan,
lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memegang dagu Al Fadhl dan memalingkan wajahnya dari wanita itu.
Kisah ini juga menunjukkan bahwa wanita tersebut terbuka wajahnya, jika tertutup maka tidak akan ada saling memandang antara mereka berdua.
Ini juga menunjukkan bahwa wajah wanita itu bukan aurat, jika itu aurat maka pastilah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam langsung memerintahkan menutupnya, bukan sekadar memalingkan wajah Al Fadhl bin Abbas.[ind]
Sumber: Menjawab Kegelisahan Aktivis Dakwah, Farid Nu’man Hasan, Inspirasi Cendikia: 2021.