KISAH para petugas haji bandara dalam membantu jemaah lansia yang tidak sedikit jumlahnya dapat membuat kita merasakan bagaimana menjadi petugas haji bukanlah hal yang mudah. Berikut segelintir kisah perjuangan para petugas haji bandara dalam melayani jemaah haji.
Keringat sudah mengucur membasahi tubuh. Para petugas haji Daerah Kerja (Daker) Bandara PPIH Arab Saudi masih terus berusaha menggendong dan membopong jemaah haji lanjut usia (lansia) untuk naik ke dalam bus dari Bandara Amir Mohammed bin Abdul Azis (AMAA) Madinah.
Para jemaah akan menuju hotel di Madinah untuk menjalankan ibadah arbain maupun dari Bandara King Abdul Azis International Airport (KAIA) Jeddah menuju Makkah untuk menjalankan ibadah umrah qudum atau umrah wajib.
Dalam semalam bahkan ada petugas yang 21 kali membopong lansia dari kursi roda ke dalam bus.
Baca juga : Wukuf di Arafah, Puncak Ibadah Haji
Kisah Para Petugas Haji Bandara Bantu Jemaah Lansia yang Tak Terhitung Jumlahnya
Banyak lansia yang tak kuasa atas tubuhnya untuk berjalan jauh. Bersyukur disediakan pelayanan kursi roda. Begitu turun dari pesawat sudah ada layanan pendorongan sampai gate atau paviliun dan istirahat sebentar.
Kemudian melanjutkan perjalanan menuju bus yang akan mengantarkan seluruh jemaah haji ke hotel masing-masing.
“Malam ini saya sudah 21 kali menggendong bapak ibu jemaah haji yang sepuh dari kursi roda ke dalam bus,” celetuk Hanif Farizi, petugas haji bagian perlindungan jemaah haji (Linjam) Daker Bandara saat di Bandara Amir Mohammed bin Abdul Azis (AMAA) Madinah pada gelombang pertama (24 Mei – 8 Juni 2023).
Kini Daker Bandara melayani jemaah haji gelombang kedua di King Abdul Azis International Airport (KAAIA) Jeddah sejak 8 Juni 2023 hingga 22 Juni mendatang.
Petugas terbagi dalam dua sektor. Sektor 1 melayani jemaaah haji di siang hari, dan sektor 2 melayani jemaah haji pada malam hari.
Para petugas saling bergantian memberikan pelayanan. Terutama para lansia yang umumnya sudah lebih dari 10 tahun menunggu waktu atau jadwal untuk bisa berhaji ke tanah suci.
Dalam penantian yang panjang, dari kondisi tubuhnya yang masih bugar saat melakukan pendaftaran haji, hingga sangat renta saat waktunya berhaji tiba.
Kendati begitu, bagi mereka renta tak jadi soal. Asal bisa menunaikan rukun Islam yang kelima. “Mendaftar sejak muda, belum sakit sakitan. Alhamdulillah sekarang dapat berhaji,” kata Sinem Ahmad Sirsat yang tertulis kelahiran tahun 1949, tapi sebenarnya berumur 80 tahun lebih.
Sinem sudah rentan, sehingga harus dipapah dengan kursi roda. Beruntung ada anaknya yang kedua mendampinginya, Sungkono bin Wiryoseno 63 tahun. Untuk naik bus yang setinggi itu, Sungkono pun tak menyangka.
Tapi sudah menjadi komitmen Petugas Pelaksana Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi untuk memberikan pelayanan bagi para lansia. Semaksimal mungkin. Petugas berusaha menaikkan Nenek Sinem ke atas bus.
Ketinggian bus di Arab Saudi berbeda jika dibandingkan dengan bus-bus di Indonesia. Bus di Arab Saudi sangat tinggi karena bus tersebut susun dua.
Lantai 1 dijadikan bagasi sehingga mampu menampung kopor jemaah satu bus. Sedangkan lantai dua, baru untuk kursi penumpang.
“Bagi lansia normal saja kesulitan naik bus, apalagi kalau lansia yang jalannya sudah dibantu kursi roda. Maka petugas haji yang harus bisa menaikkan ke dalam bus dan menurunkan lansia dari bus,” kata Abdul Rozak, petugas haji bagian Pelayanan Jemaah Haji Lansia Daker Bandara.
Selain itu, pintu bus sangat sempit dan tinggi. Jika lansia bertongkat dan masih mampu berjalan meski tertatih tatih, bisa diangkat petugas dari atas tangga bus, dan didorong dari bagian bawah.
Kalau lansia benar-benar tak bisa berjalan karena stroke separuh atau sebagian, maka petugas harus menggendong. Agar tetap stabil gendongannya tetap harus ada petugas yang menjemput dari bagian atas tangga.
“Memang butuh kerja sama antar petugas untuk bisa mengantarkan lansia beribadah haji dengan memenuhi rukun dan wajib haji,” katanya.
Rozak sendiri bisa dibilang tak merasa lelah ketika menghadapi banyak lansia yang membutuhkan tenaganya untuk digendong maupun dibopong.
Satu berhasil naik, datang lagi lansia berikutnya. “Ayo mbah naik bus,” katanya sigap sambil memapah lansia satu per satu.
Paling sulit bagi Rozak saat harus menggendong lansia yang memiliki kelebihan berat badan. “Kalau seperti ini, butuh kerjasama antar petugas, tak bisa dilakukan sendiri,” katanya.
Rozak bersyukur untuk memberikan pelayanan kepada lansia, menjadi tanggung jawab bersama. Tak hanya petugas pelayanan lansia, namun petugas perlindungan jemaah (Linjam), petugas bagian transportasi, pelayanan kedatangan dan kepulangan (yanpul) ikut berjibaku membantu lansia.
“Saya berterima kasih kepada petugas dari Media Centre Haji (MCH) justru sangat sigap dan cekatan membantu para lansia,” katanya.
Rozak sendiri tak merasa lelah meski memberikan pelayanan yang butuh tenaga ekstra. “Saya memang mewakafkan diri saya untuk berkhidmat melayani lansia yang hendak menunaikan ibadah haji,” kata petugas yang kesehariannya sebagai pegawai Kemenag di Surabaya ini.
Sedangkan Hanif yang semalam bisa belasan kali menggendong dan membopong lansia, merasa lansia itu seperti orang tuanya sendiri. “Beliau itu seperti orang tuaku sendiri,” kata Hanif yang kesehariannya tinggal di Kota Semarang.
Masih ada lagi petugas seperti Sumanto, Munir, Iwan Bonek dan masih banyak lagi petugas lainnya. “Rasanya sangat berbeda ketika berhadapan langsung dengan lansia.
Sentuhan rasa kemanusiaan langsung memenuhi rasa. Rasa ingin menolong itu akan terus menguat,” kata Rozak ketika berhadapan langsung dengan lansia yang tak kuasa menggerakkan tubuhnya.
Rozak tak lagi menghitung jumlah. Asal ada lansia butuh tenaganya, langsung sigap. “Saya tersentuh. Rasa ini sulit dipelajari, tapi mengalir begitu saja,” tuturnya. [MRR]
Sumber : haji.kemenag.go.id