KUADRAN hidup adalah empat ruang yang akan dilalui kehidupan. Yaitu, kuadran anak-anak, dewasa, ayah ibu, dan kakek nenek.
Siapa pun kita, umumnya akan melalui empat ruang dalam kehidupan. Yaitu ketika sebagai anak-anak, sebagai orang dewasa, sebagai ayah ibu, dan sebagai kakek nenek.
Masing-masing kuadran memiliki kekhasan tersendiri. Anak-anak adalah di saat kita mengenal dunia ini, belajar, bermain, bersosialisasi, dan segala hal yang penuh riang gembira.
Tak ada beban saat itu. Dari sudut pandang agama pun, ruang anak-anak tak terbebani kewajiban.
Kemudian memasuki kuadran dewasa. Di ruang ini, tidak ada lagi main-main seperti di masa anak-anak. Hidup menjadi terasa begitu serius dan tegang. Dan begitu banyak kewajiban.
Ada sebagian yang sudah masuk ke gerbang pernikahan. Ada juga yang belum. Tapi belum adanya jodoh tidak berarti yang sudah dewasa bisa kembali seperti anak-anak.
Kuadran berikutnya adalah sebagai ayah ibu, setidaknya sebagai suami istri. Inilah ruang di mana seseorang sudah memiliki tanggung jawab di dunia barunya.
‘Warna’ baru di ruang ini adalah mereka hidup berpasang-pasangan: sebagai suami atau istri. Dan biasanya sudah memiliki ‘tempat pemberhentian’ baru atau rumah: milik sendiri atau yang lain.
Lambat laun, ikatan dengan keluarga induk mulai terlepas. Dan pada saatnya, dialah sebagai ayah atau ibu itu sendiri.
Di kuadran ini, seseorang mulai menjadi pusat peredaran baru. Yaitu, pusat peredaran anak-anak mereka. Seperti apa mereka, seperti itu pula ‘wajah’ anak-anak mereka.
Terakhir, seseorang akan memasuki kuadran sebagai kakek nenek. Sesekali mereka sebagai pusat peredaran anak-anak dan cucunya, tapi seringnya tidak.
Hal ini karena umumnya mereka tidak lagi sebagai penentu kebijakan. Setidaknya hanya sebagai pelengkap dari pengokohan nasab seseorang.
Dunia yang sebelumnya ramai, terasa mulai sepi. Dunia yang sebelumnya bergerak cepat, terasa melambat. Bayangan yang lebih jelas adalah tentang masa lalu, bukan masa esok.
Dari sisi agama, inilah fase transisi hidup: dari dunia saat ini menuju dunia lain yang pasti dilalui setiap orang, yaitu akhirat.
Menariknya, di kuadran ini seseorang mulai berada dalam dua tarikan: tentang hidup saat ini dan hidup setelah kematian.
Kuadran-kuadran ini adalah fase normal. Karena bisa jadi, kematian bisa saja datang di semua kuadran tanpa harus menunggu seluruh kuadran lengkap sempurna.
Sayangnya, tidak semua orang memahami betul bahwa ia akan melalui semua kuadran ini. Bahkan boleh jadi ada yang tidak menyadari bahwa ia sudah ada di kuadran akhir.
Karena itu, belajarlah untuk melihat hari esok kita, karena guliran kuadran hidup itu bukan berputar, tapi berjalan dan berhenti. Jangan sampai kita baru sadar setelah tak lama lagi akan berhenti.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18) [Mh]