USTAZ, saya mau bertanya mengenai hukum merapatkan shaf. Ketika shalat berjamaah di masjid, terutama kalau menggunakan sajadah, biasanya makmum shalat berdasarkan posisi sajadah masing-masing sedangkan sajadahnya yang lebar.
Ketika saya merapat, biasanya orangnya tidak mau. Karena sempit atau sajadahnya terinjak tapi kalau tidak merapat, shaf-nya jadi renggang karena sajadahnya lebar. Itu bagaimana Ustaz?
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan sebagai berikut.
Ya, banyak yang seperti itu, tugas kita adalah mengingatkan. Jika mereka menolak, tugas kita sudah selesai dan di sisi Allah pun kita tidak dianggap salah karena sudah mencoba menasihati.
Sebagian ulama masih memberikan toleransi jika renggangnya sekepalan tangan. Jumhur mengatakan merapatkan shaf adalah sunnah muakadah, bukan wajib.
Bagi seorang muslim yang rajin shalat berjamah di masjid, pasti akrab dengan perintah imam sebelum shalat dimulai: “Lurus dan rapatkan shaf ..dst” atau ada juga dengan bahasa Arabnya “Sawwuu shufufakum. dst.”
Memang demikianlah seharusnya. Tetapi amat disayangkan kebanyakan shalat di masjid-masjid umumnya, barisan yang ada cukup longgar, bahkan ada yang teramat longgar.
Mereka merasa risih, aneh, dan menghindar jika ada yang ingin bersentuhan kaki, mata kaki, paha, dan bahu. Padahal mereka mendengar dengan jelas imam memerintahkan agar merapatkannya.
Hal ini disindir oleh Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al ‘Azhim Abadi sebagai berikut:
لكن اليوم تركت هذه السنة، ولو فعلت اليوم لنفر الناس كالحمر الوحشية
“Tetapi, hari ini sunah ini telah ditinggalkan. Seandainya sunah ini dilakukan, justru manusia menjauh bagaikan keledai liar.” (‘Aunul Ma’bud, 2/256. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Sebenarnya, bagaimanakah masalah ini dalam fiqih shalat? Seperti apakah cara merapatkannya? Mudah-mudahan tulisan ringkas ini bisa sedikit memberi penjelasan.
Baca Juga: Hukum Anak Kecil ikut Shalat Berjamaah
Hukum Merapatkan Shaf
Perintah merapatkan barisan adalah anjuran yang sangat kuat, dan itu bagian dari kesempurnaan shalat. Bahkan Imam Bukhari, Imam Ibnu Hajar, dan Imam Ibnu Taimiyah, mengatakan itu wajib.
Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya telah membuat Bab Itsmi Man Lam Yutimma Ash Shufuf (Berdosa bagi orang yang tidak menyempurnakan shaf). Apa yang ditegaskan Imam Bukhari ini menunjukkan bahwa menurutnya merapatkan shaf adalah wajib, sebab hanya perbuatan wajib yang jika ditinggalkan akan melahirkan dosa.
Hal ini disebabkan hadits-hadits tentang meluruskan dan merapatkan shaf menggunakan bentuk kalimat perintah (fi’il amr): sawwuu .. (luruskanlah ..!). Dalam kaidah fiqih disebutkan:
الأصل في الأمر الوجوب إلا إذا دلت قرينة على غيره
“Hukum asal dari perintah adalah wajib, kecuali jika adanya petunjuk yang merelasikannya kepada selain wajib.” (Imam Al ‘Aini, ‘Umdah Al Qari, 8/463. Maktabah Misykah)
Dari sekian banyak perintah merapatkan shaf, saya akan sampaikan dua saja sebagai berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ
Dari Anas bin Malik, dari Rasulullah dia bersabda: “Lurus rapatkan shaf kalian, karena lurus rapatnya shaf adalah bagian dari kesempurnaan tegaknya shalat.” (HR. Bukhari No. 690. Muslim No. 433)
Dari Nu’man bin Basyir, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَتُسَوُّنَّ صُفُوفكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّه بَيْن وُجُوهكُم
“Benar-benarlah kalian dalam meluruskan shaf, atau (jika tidak) niscaya Allah akan membuat perselisihan di antara wajah-wajah kalian.” (HR. Muslim No. 436)
Hadits riwayat Imam Muslim ini menunjukkan ancaman keras bagi yang meninggalkannya, yakni Allah siksa mereka dengan adanya perselisihan di antara wajah-wajah mereka. Maksudnya –kata Imam An Nawawi- adalah permusuhan, kebencian, dan perselisihan hati. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/178. Mawqi’ Ruh Al Islam) Malah, Imam Ibnu Hazm menyatakan ‘batal’ orang yang tidak merapatkan shaf.
Namun, Imam Ibnu Hajar menanggapinya dengan mengatakan:
وأفرط ابن حزم فجزم بالبطلان
“Ibnu Hazm telah melampui batas ketika menegaskan batalnya (shalat).” (Fathul Bari, 2/210. Darul Fikr)
Sedangkan, ulama lain mengatakan, merapatkan shaf adalah sunah saja. Inilah pendapat Abu Hanifah, Syafi’I, dan Malik. (‘Umdatul Qari, 8/455). Bahkan Imam An Nawawi mengklaim para ulama telah ijma’ atas kesunahannya. Berikut perkataannya:
وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاء عَلَى اِسْتِحْبَاب تَعْدِيل الصُّفُوف وَالتَّرَاصّ فِيهَا
“Ulama telah ijma’ (aklamasi) atas sunahnya meluruskan shaf dan merapatkan shaf.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/384. Mauqi’ Ruh A Islam)
Apa yang dikatakan Imam An Nawawi ini, didukung oleh Imam Ibnu Baththal dengan perkataannya:
تسوية الصفوف من سنة الصلاة عند العلماء
“Meluruskan Shaf merupakan sunahnya shalat menurut para ulama.” (Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Bukhari, 2/344. Dar Ar Rusyd)
Alasannya, menurut mereka, meluruskan shaf adalah untuk penyempurna dan pembagus shalat sebagaimana diterangkan dalam riwayat yang shahih. Hal ini dikutip oleh Imam Al ‘Aini, dari Ibnu Baththal, sebagai berikut:
لأن حسن الشيء زيادة على تمامه وأورد عليه رواية من تمام الصلاة
“Karena, sesungguhnya membaguskan sesuatu hanyalah tambahan atas kesempurnaannya, dan hal itu telah ditegaskan dalam riwayat tentang kesempurnaan shalat.” (‘Umdatul Qari, 8/462)
Riwayat yang dimaksud adalah:
أقيموا الصف في الصلاة. فإن إقامة الصف من حسن الصلاة
“Aqimush Shaf (tegakkan/luruskan shaf) karena tegaknya shaf merupakan di antara pembagusnya shalat.” (HR. Bukhari No. 689. Muslim No. 435)
Imam An Nawawi mengatakan, maksud aqimush shaf adalah meluruskan menyeimbangkan, dan merapatkan shaf. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/177. Maktabah Misykah)
Berkata Al Qadhi ‘Iyadh tentang hadits ini:
دليل على أن تعديل الصفوف غير واجب ، وأنه سنة مستحبة .
“Hadits ini adalah dalil bahwa meluruskan shaf tidak wajib, dia adalah sunah yang disukai.” (Al Qadhi ‘Iyadh, Ikmal Al Mu’allim Syarh Shahih Muslim, 2/193. Maktabah Misykah)
Demikianlah perselisihan para imam kaum muslimin tentang hukum meluruskan dan merapatkan shaf dalam shalat.
Baca Juga: Hukum Shalat Sambil Melihat Mushaf
Manakah yang Benar?
Jika kita mengumpulkan semua dalil-dalil yang ada, beserta menelaah alasan anjuran meluruskan dan merapatkan shaf, dan ancaman bagi yang meninggalkannya,
maka pendapat yang lebih hati-hati adalah yang mengatakan wajib, seperti Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Hajar, Imam Al Karmani, dan lainnya.
Kita tahu, tidak ada sunah yang jika ditinggalkan mendapatkan ancaman, sedangkan hal ini, telah jelas ancaman yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kabarkan. Maka, indikasi kewajibannya adalah jelas.
Ada pun alasan Imam Ibnu Baththal, bahwa merapatkan shaf itu hanyalah tambahan untuk memperbagus dan menyempurnakan shalat, sehingga hukumnya sunah, adalah pendapat yang masih bisa didiskusikan.
Justru alasan yang dikemukakannya itu menjadi alasan buat kelompok ulama yang mewajibkan. Sebab, sesuatu yang berfungsi menjadi penyempurna sebuah kewajiban, maka sesuatu itu juga menjadi wajib hukumnya.
Hal ini ditegaskan oleh kaidah yang sangat terkenal:
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
“Kewajiban apa saja yang tidak bisa sempurna kecuali dengan ‘sesuatu’, maka sesuatu itu menjadi wajib adanya.” (Imam As Subki, Al Asyhbah wan Nazhair, 2/90. Maktabah Misykah)
Jelas sekali bahwa kesempurnaan kewajiban shalat baru akan terwujud dengan rapat dan lurusnya shaf, maka –menurut kaidah ini- rapat dan lurusnya shaf adalah wajib ada demi kesempurnaan kewajiban tersebut.
Hanya saja, kewajiban merapatkan shaf ini bukanlah termasuk kewajiban yang jika ditinggalkan dapat merusak shalat. Longgarnya shaf tidaklah membatalkan shalat, sebab itu bukan termasuk rukun shalat.
Maka dari itu, Imam Al Karmani mengatakan:
الصواب أن يقول فلتكن التسوية واجبة بمقتضى الأمر ولكنها ليست من واجبات الصلاة بحيث أنه إذا تركها فسدت صلاته
“Yang benar adalah yang mengatakan bahwa meluruskan shaf adalah wajib sebagai konsekuensi dari perintah yang ada, tetapi itu bukan termasuk kewajiban-kewajiban shalat yang jika ditinggalkan akan merusak shalat.” (‘Umdatul Qari, 8/455)
Yang pasti, merapatkan dan meluruskan shaf adalah budaya shalat pada zaman terbaik Islam. Sampai- sampai Umar memukul kaki Abu Utsman Al Hindi untuk merapatkan shaf.
Begitu pula Bilal bin Rabbah telah memukul bahu para sahabat yang tidak rapat. Ini diceritakan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar (Fathul Bari, 2/210), dan Imam Al ‘Aini (‘Umdatul Qari, 8/463. Maktabah Misykah)
Baca Juga: Hukum Shalat di atas Kasur
Tata Cara Merapatkan Shaf
Tentang rapatnya kaki, paha, dan bahu, dalilnya amat jelas yakni:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوُّوا صُفُوفَكُمْ وَحَاذُوا بَيْنَ مَنَاكِبِكُمْ وَلِينُوا فِي أَيْدِي إِخْوَانِكُمْ وَسُدُّوا الْخَلَلَ…
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Luruskan barisan kalian, rapatkanlah bahu-bahu kalian, bersikap lembutlah terhadap saudara kalian, dan tutuplah celah yang kosong ..”
(HR. Ahmad, No. 21233. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 7629. Syaikh Al Albany menshahihkannya dalam Shahihul Jami’ No.1840)
Dan hadis berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia bersabda: “Luruskan shaf kalian, sesungguhnya aku melihat kalian dari belakang punggungku.“ Maka salah seorang di antara kami menempelkan bahunya dengan bahu kawannya, dan kakinya dengan kaki kawannya. (HR. Bukhari No.692)
Riwayat lain:
فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَلْزَقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَةِ صَاحِبِهِ وَكَعْبَهُ بِكَعْبِهِ
“Maka, aku melihat ada seseorang yang merapatkan bahunya dengan bahu kawannya, lututnya dengan lutut kawannya, dan mata kakinya dengan mata kaki kawannya.”
(HR. Abu Daud No. 662. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah, 1/39, No. 32. Darul Ma’arif)
Jadi, yang mesti dirapatkan adalah bahu, lutut, mata kaki, dan sisi kaki bagian bawah. Betapa rapatnya berjamaah jika ini dipraktikkan. Demikianlah tata cara merapatkan shaf.
Sebagian orang ada yang melebarkan kaki supaya menyentuh kaki saudaranya, tapi kakinya jauh mengangkang, dan kelihatan lucu kaya pesilat lagi kuda-kuda. Bukan begitu merapatkan shaf.
Namun, cara ideal merapatkan shaf ini sulit bertahan lama. Oleh karena itu, Syaikh Utsaimin mengatakan ini sudah cukup walau terjadi di awal saja.
Maraji’:
– Shahih Bukhari
– Shahih Muslim
– Sunan Abi Daud
– Musnad Ahmad
– Al Mu’jam Al Kabir karya Imam Ath Thabarani
– Fathul Bari, karya Imam Ibnu Hajar
– ‘Umdatul Qari , karya Imam Badruddin Al ‘Aini
– Syarh Shahih Bukhari, karya Imam Ibnu Baththal
– Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, karya Imam An Nawawi
– Ikmalul Mu’allim Syarh Shahih Muslim, karya Al Qadhi ‘Iyadh
– ‘Aunul Ma’bud, karya Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al ‘Azhim Abadi
– Al Asybah wan Nazhair, karya Imam As Subki
– As Silsilah Ash Shahihah, karya Syaikh Al Albani
– Shahih Jami’ Ash Shaghir, karya Syaikh Al Albani
Wallahu a’lam.[ind]