ChanelMuslim.com – Hukum berpindah mazhab. Ada sebuah pertanyaan. Saya ikut mazhab Syafi’i yang mana bersentuhan dengan suami batal. Bagaimana jika suami sedang sakit lalu saya mau mewudhu’kan dia dan yang menunggui cuma saya sendiri tidak ada makhram lainnya.
Apa boleh saya ikut mazdhab lain (bersentuhan tidak batal) karena dururat seperti halnya menunaikan ibadah haji?
Dijawab oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan hafizhahullah
Baca Juga: Resensi Buku Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab Layak Jadi Rujukan
Hukum Berpindah Mazhab
Jika ada sarung tangan pelastik atau karet, bisa dipakai untuk menghindari bersentuhan langsung. Tapi, jika tidak ada juga tidak apa-apa.
Imam Al Bujairimi mengatakan:
و يجوز الانتقال من مذهب لغيره ولو بعد العمل
Dan dibolehkan berpindah dari madzhabnya ke madzhab lainnya walau dilakukan setelah amal perbuatannya. (Hasyiyah Al Bujairimi, 1/59)
Nasihat bagus dari Syaikh Abdul Fatah Rawah al Makky Rahimahullah:
(انه) يجوز تقليد كل واحد من الآئمة الآربعة رضي الله عنهم ويجوز لكل واحد آن يقلد واحدا منهم فى مسالة ويقلد اماما آخر في مسالة آخرى ولا يتعين تقليد واحد بعينه في كل المسائل . اذا عرفت هذا فيصح كل حج واحد من الاصناف المذكور على قول بعض الائمة. “
Bahwa sesungguhnya diperbolehkan taklid (mengikuti) pendapat dari salah satu Imam madzhab yang empat (Syafi’i, Maliki, Hanafi, Hambali), dan setiap orang boleh saja mengikuti salah satu dari pendapat mereka dalam satu masalah dan mengikuti pendapat Imam lainnya dalam masalah yang lain.
Tidak ada ketentuan yang mengharuskan mengikuti satu Imam Mazhab dalam semua masalah.
Jika engkau telah mengetahui ketentuan ini maka sudah benar setiap masalah haji yang disebutkan (diputuskan) berdasarkan salah satu pendapat para Imam Madzhab.” (Al Ifshah ‘ala Masailil Idhah ‘alal Madzahib al Arba’ah, hal. 219)
Pindah madzhab dalam suatu kasus, harus didasari ilmu, maslahat, bukan karena mencari yang enak-enak dan cocok dengan hawa nafsu. Demikian. Wallahu a’lam. [Cms]
Sumber: Alfahmu.id – Website Resmi Ustaz Farid Nu’man.