Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
ChanelMuslim.com–Zakat adalah kewajiban untuk umat Islam, dan disalurkan kepada umat Islam pula. Zakat tidak boleh dibagikan untuk nonmuslim.
Para ulama mengatakan:
الْكُفَّارُ وَلَوْ كَانُوا أَهْل ذِمَّةٍ : لاَ يَجُوزُ إِعْطَاؤُهُمْ مِنَ الزَّكَاةِ . نَقَل ابْنُ الْمُنْذِرِ الإِْجْمَاعَ عَلَى ذَلِكَ
Orang-orang kafir, walau dia ahli dzimmah (kafir dzimmi), tidak boleh memberikan zakat kepada mereka. Ibnul Mundzir menyebutkan adanya ijma’/konsensus atas hal itu. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 23/325)
Ketetepan ini berlaku untuk seluruh nonmuslim, baik kafir harbi dan dzimmi. Lalu, siapa lagi yang masuk kategori ini?
Disebutkan sebagai berikut:
وَيَشْمَل الْكَافِرُ هُنَا الْكَافِرَ الأَْصْلِيَّ وَالْمُرْتَدَّ ، وَمَنْ كَانَ مُتَسَمِّيًا بِالإِْسْلاَمِ وَأَتَى بِمُكَفِّرٍ نَحْوِ الاِسْتِخْفَافِ بِالْقُرْآنِ ، أَوْ سَبِّ اللَّهِ أَوْ رَسُولِهِ ، أَوْ دِينِ الإِْسْلاَمِ ، فَهُوَ كَافِرٌ لاَ يَجُوزُ إِعْطَاؤُهُ مِنَ الزَّكَاةِ اتِّفَاقًا
Termasuk kafir di sini adalah orang yang kafir pada asalnya dan juga orang murtad. Siapa pun yang disebut “Islam” tapi dia melakukan perbuatan yang dapat membuatnya kafir, seperti melecehkan Alquran, mencela Allah dan Rasul-Nya, atau mencela Islam, maka dia kafir dan tidak boleh diberikan zakat kepada mereka menurut kesepakatan ulama. (Ibid)
Tapi mereka, non muslim, boleh menerima sedekah sunnah saja, bukan zakat.
Silakan perhatikan baik-baik ayat ini ..
لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al Baqarah: 272)
Ayat ini turun berkenaan tentang kaum muslimin yang enggan bersedekah kepada keluarga mereka yang musyrik, adanya ayat ini merupakan koreksi atas sikap mereka itu. Ada beberapa versi tentang latar belakang turunnya ayat ini, tapi semuanya secara substansi sama, berawal dari keengganan mereka bersedekah kepada orang kafir. Saya angkat dua versi saja.
Pertama. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
عن النبي صلى الله عليه وسلم: أنه كان يأمر بألا يتصَدق إلا على أهل الإسلام، حتى نزلت هذه الآية: { لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ } إلى آخرها، فأمر بالصدقة بعدها على كل من سألك من كل دين
Dari Nabi ﷺ bahwa Beliau memerintahkan bersedekah hanya untuk orang Islam, sampai akhirnya turun ayat ini (Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk) hingga ujuang ayat, maka Beliau setelah itu memerintahkan bersedekah untuk siapa saja yang meminta dari semua agama. (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/704)
Kedua. Imam Al Qurthubi menyebutkan riwayat dari Said bin Jubeir secara mursal, tentang sebab turunnya ayat ini, bahwa kaum muslimin dahulu bersedekah kepada kafir dzimmi, padahal banyak orang-orang faqir yang muslim, maka Nabi ﷺ bersabda: (Janganlah bersedekah kecuali kepada yang seagama denganmu), maka turunlah ayat ini yang menyatakan bolehnya bersedekah kepada selain orang Islam. ( Tafsir Al Qurthubi, 3/319)
Masih ada beberapa versi lain dalam kitab para mufassir, yang menunjukkan bahwa turunnya ayat ini diawali sikap kaum muslimin yang enggan memberikan sedekah kepada orang kafir, maka turunnya ayat ini sebagai koreksi atas sikap mereka itu.
Imam Al Qurthubi menjelaskan dari para ulama, bahwa sedekah yang dimaksud adalah sedekah sunah, bukan sedekah yang wajib seperti zakat. Imam Ibnul Mundzir mengatakan bahwa telah ijma’ larangan memberikan zakat kepada mereka, ada pun Ibnu ‘Athiyah membolehkan jika diberikan kepada kafir dzimmi yang memiliki hubungan kekerabatan/kekeluargaan berdasarkan ayat di atas. Tapi pendapat ini tertolak karena bertabrakan dengan ijma’. Sedangkan Imam Abu Hanifah membolehkan memberikan zakat fitri, tapi Imam Ibnu ‘Arabi mengatakan bahwa pendapat ini lemah dan tidak memiliki dasar. (Lengkapnya Tafsir Al Qurthubi, 3/319)
Nah, jika kepada orang kafir dan musyrik saja dibolehkan bersedekah (yang sunah), apalagi kepada sesama muslim, walau muslim tersebut ahli maksiat. Apalagi jika muslim itu memiliki hubungan kekerabatan dan tetangga, maka dia mendapatkan tiga hak: Hak sebagai sesama muslim, hak sebagai kerabat, dan hak sebagai tetangga.
Itu dari sisi kebolehan. Namun, kalau kita membahas sisi “afdhaliyah” alias keutamaan, maka lebih utama kita mensedekahi muslim faqir yang shalih yang rajin ibadah dan baik akhlaknya.
Demikian. Wallahu A’lam.
[ind/alfahmu]