ChanelMuslim.com – Saling menyesuaikan suami istri. Dari dua menjadi satu butuh penyesuaian. Jika tidak, hasilnya akan tetap dua. Atau bahkan bisa nol.
Ikatan pernikahan menyatukan pria dan wanita menjadi satu cinta. Satu hati. Satu selera. Satu arah. Dan satu cita-cita.
Proses penyatuan ini boleh jadi tidak mudah. Karena masing-masing berasal dari latar belakang yang berbeda. Dari pola asuh yang tidak sama. Dan dari kecenderungan yang tak serupa.
Namun semua latar yang tak sama itu tidak berarti sulit menyatu. Apalagi dianggap mutahil. Memang butuh kesabaran dan lapang dada.
Beberapa hal berikut ini boleh jadi bisa menjadi masukan agar proses penyatuan bisa berjalan mulus.
Penyesuaian Suami Istri ke Arah yang Positif
Tak ada manusia yang sempurna. Begitu pun suami istri yang sedang berproses melakukan penyesuaian. Ada saja nilai positif dan negatif dari masing-masing individu.
Namun begitu, penyesuaian yang baik adalah yang bergerak dari negatif ke positif. Bukan sebaliknya.
Contoh, suami yang terbiasa bangun tidur jam enaman. Bisa kurang setengah jam, bisa juga pas, atau lebih. Sementara istri terbiasa bangun jam empat pagi.
Dalam hal ini, yang melakukan penyesuaian adalah suami. Rasa malu dengan habit buruk itu memaksanya mengikuti pola bangun tidur istri. Meskipun awalnya lumayan berat.
Jadi bukan sebaliknya. Istri yang melakukan penyesuaian ke suami dengan ikut-ikutan bangun tidur kesiangan.
Baca Juga: Saling Menyesuaikan Suami Istri (4)
Contoh lain, pola kebiasaan mandi. Istri yang terbiasa sebagai anak kos, mandi paginya tak terjadwal. Bisa jam 6, 7, 8, atau 10. Jamnya tak menentu tergantung jadwal kuliah.
Sementara suami yang terbiasa dengan pola kerja kantoran, sudah begitu strik mandi sebelum Subuh agar tidak telat masuk kerja.
Terjadilah tarik-menarik selera dan kebiasaan. Yang harus melakukan penyesuaian adalah istri dengan mandi pagi mengikuti suami. Terlebih lagi keduanya harus menyiapkan diri untuk shalat Subuh.
Begitu pun dalam hal ibadah. Istri yang terbiasa qiyamul lail harus bisa menstimulus suami untuk sama-sama membiasakan diri shalat malam. Bukan sebaliknya.
Karena itu, ada kesadaran bersama bahwa yang biasa negatif berusaha menyesuaikan diri menjadi positif. Baik dalam hal kebiasaan sehari-hari, terlebih lagi dalam ibadah.
Kesadaran bersama ini pula yang mentolerir adanya teguran dari suami atau istri. Suami tidak boleh tersinggung jika ditegur istri. Istri tidak boleh ngambek jika ditegur suami.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan menganjurkan agar suami istri tega membangunkan satu sama lain untuk qiyamul lail. Bahkan dengan cara memercikkan air saat ada yang masih asyik tidur. [Mh/bersambung]