ChanelMuslim.com- Menikah itu mudah. Yang berat merawatnya. Terlebih lagi dengan perjalanan yang penuh onak dan duri, jurang dan tanjakan.
Perjalanan rumah tangga itu tidak selalu landai. Tidak jarang, perjalanan yang dilalui begitu berat. Tantangan dan hambatan serasa tak pernah henti terjadi.
Namun begitu, ujian berat itu tidak mengendurkan gerak langkah sejumlah pasangan suami istri untuk terus maju. Di antaranya sosok-sosok berikut ini.
Meski profilnya disamarkan, nilai-nilai yang bisa dipetik dari kegigihan mereka bisa menjadi cermin untuk kita. Berikut ini di antara cuplikannya.
Menunggu Anakku Datang
Menunggu yang pasti itu mengasyikkan. Menunggu yang tidak pasti itu membosankan. Menunggu yang bisa dan tidak pasti itu menggelisahkan.
Seperti itulah yang mungkin dialami suami istri ini. Dua puluh tahun sudah, keduanya menanti datangnya buah hati. Tapi yang ditunggu tak kunjung datang.
Suami istri ini sudah berikhtiar segala macam. Tentunya yang dihalalkan. Termasuk ke dokter spesialis. Tapi sang dokter cuma bilang, “Sabar aja ya Pak, Bu. Mungkin memang belum waktunya.”
Hal itu karena keduanya secara medis sehat-sehat saja. Tapi, sehat medis saja belum cukup menjadi jaminan bahwa buah hati pasti lahir. Karena hal itu merupakan takdir Allah subhanahu wata’ala.
Meski selama itu dalam penantian, suami istri ini tetap hidup bahagia. Tidak ada cekcok. Tidak ada saling menyalahkan. Tidak juga terbersit untuk cari yang lain.
Mereka mengambil sisi positifnya saja. Mungkin Allah memang belum mengamanahkan harta termahal itu untuk keduanya. Seperti itulah paradigma yang dibangun suami istri itu.
Kemana pun suami istri itu pergi, selalu berdua. Tak ada wajah cemberut, rungsing, kecewa, dan sejenisnya. Keduanya selalu senyum di mana pun dan ke siapa pun mereka berjumpa.
Penantian dua puluh tahun pun begitu cepat menjadi tiga puluh tahun. Usia mereka sudah di atas lima puluhan. Rasanya, secara manusiawi, keduanya mulai ada kepastian kalau penantian itu sudah berlalu.
Mereka tidak menyesal. Tidak juga putus asa. Justru, di usia seperti itu, keduanya lebih lepas lagi mengarungi hidup. Meski berdua selamanya.
Namun, kalimat berdua selamanya itu ternyata tidak bertahan lama. Sang istri sakit. Setelah melalui perawatan panjang, dokter menyatakan bahwa ia mengidap kanker darah.
Tak lama setelah info tak sedap dari dokter itu, kondisi sang istri tambah parah. Dan, Allah pun memanggil sang istri untuk selamanya.
Kini, tinggal sang suami hidup sendiri. Orang luar mungkin akan mengatakan, “Ini kesempatan untuk cari istri baru.” Tapi sang suami tetap enjoy dengan sendirinya.
Sepertinya, cinta yang ia peroleh dari istrinya itu adalah yang pertama dan untuk selamanya. Kalau pun ada kerabat yang ingin menjodohkannya dengan sosok lain, ia hanya tersenyum. Sebuah ungkapan penolakan yang begitu halus.
Tak terasa, delapan belas tahun berlalu sejak kematian istrinya. Ia pun merasa tak lagi fit. Meski ia berusaha untuk bisa hidup mandiri, kesehatannya tak lagi memungkinkan untuk itu.
Hingga, sang suami pun Allah panggil untuk selamanya. Ia seolah ingin pergi menjemput cinta abadinya yang telah lebih dahulu pergi.
Rumah suami istri itu pun menjadi sepi. Ia menjadi saksi keindahan cinta suami yang terikat begitu abadi. Keduanya begitu sabar dengan cobaan yang paling kritis untuk suami istri.
Senyum dan kesabaran yang selalu mereka ungkapkan adalah bukti keikhlasan keduanya bersuami istri. Keikhlasan yang menyiratkan bahwa ada kebahagiaan lain yang menanti, selain kedatangan buah hati di dunia ini. [Mh]