DALIL tentang hutang piutang haruslah kamu renungi agar tidak menjadi penghambat di akhirat nanti. Jangan sampai kita mati meninggalkan hutang di dunia.
Hal tersebut bukannya membebaskan kita, tetapi justru tetap akan ditagih di akhirat nanti. Parahnya lagi, hutang yang tidak lunas di dunia akan kita bayar dengan amal kebaikan.
Kalau semua amalnya habis karena membayar hutang, tentulah kita akan menjadi rugi.
Baca Juga: Zalim dalam Berhutang
Dalil tentang Hutang Piutang yang Harus Kamu Renungi sebelum Terlambat
Oleh sebab itu, sebelum berhutang, mari berpikir sejenak. Apakah kita benar-benar harus meminjam uang? Apakah sesuatu yang kita beli dengan uang hutang itu adalah hal yang memang benar-benar dibutuhkan? Atau jangan-jangan hanya sekadar nafsu semata karena sangat menginginkan barang tertentu?
Sambil berpikir, kita bisa membaca-membaca kembali dalil-dalil tentang hutang piutang.
Salah satu dalilnya ada pada ayat terpanjang dalam Al-Qur`an berikut ini.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ فَاِنْ كَانَ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيْهًا اَوْ ضَعِيْفًا اَوْ لَا يَسْتَطِيْعُ اَنْ يُّمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهٗ بِالْعَدْلِۗ وَاسْتَشْهِدُوْا شَهِيْدَيْنِ مِنْ رِّجَالِكُمْۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَّامْرَاَتٰنِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَۤاءِ اَنْ تَضِلَّ اِحْدٰىهُمَا فَتُذَكِّرَ اِحْدٰىهُمَا الْاُخْرٰىۗ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَۤاءُ اِذَا مَا دُعُوْا ۗ وَلَا تَسْـَٔمُوْٓا اَنْ تَكْتُبُوْهُ صَغِيْرًا اَوْ كَبِيْرًا اِلٰٓى اَجَلِهٖۗ ذٰلِكُمْ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ وَاَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَاَدْنٰىٓ اَلَّا تَرْتَابُوْٓا اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيْرُوْنَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَلَّا تَكْتُبُوْهَاۗ وَاَشْهِدُوْٓا اِذَا تَبَايَعْتُمْ ۖ وَلَا يُضَاۤرَّ كَاتِبٌ وَّلَا شَهِيْدٌ ەۗ وَاِنْ تَفْعَلُوْا فَاِنَّهٗ فُسُوْقٌۢ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُ ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ٢٨٢
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berhutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya. Hendaklah seorang pencatat di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah pencatat menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajar-kan kepadanya.
Hendaklah dia mencatat(nya) dan orang yang berhutang itu mendiktekan(nya). Hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia menguranginya sedikit pun.
Jika yang berhutang itu orang yang kurang akalnya, lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Mintalah kesaksian dua orang saksi laki-laki di antara kamu.
Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada) sehingga jika salah seorang (saksi perempuan) lupa, yang lain mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Janganlah kamu bosan mencatatnya sampai batas waktunya, baik (hutang itu) kecil maupun besar.
Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu pada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perniagaan tunai yang kamu jalankan di antara kamu.
Maka, tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak mencatatnya. Ambillah saksi apabila kamu berjual beli dan janganlah pencatat mempersulit (atau dipersulit), begitu juga saksi. Jika kamu melakukan (yang demikian), sesungguhnya hal itu suatu kefasikan padamu. Bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah: 282)
Dari dalil tentang hutang piutang di atas, kita bisa menyadari bahwa perkara hutang piutang ini bukanlah sepele. Jadi, kita tidak boleh meremehkan hutang.
Banyak sekali kasusnya ketika orang-orang yang memberi hutang sakit hati karena si peminjam lambat dalam membayar.
Jadi, sebelum berhutang, ingatlah bahwa suatu saat kita akan mati. Dalam artian, kita tidak pernah tahu kapan ajal itu tiba. Apakah kita bisa menjamin tetap hidup sampai melunasi semua hutang kita?
Rasulullah bahkan sebelum ajalnya pernah mengumpulkan sahabat. Beliau bertanya tentang apakah ada hutang Rasulullah yang belum terbayarkan?
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mengambil harta manusia dengan niat untuk membayarkannya, maka Allah mudahkan untuk membayarnya. Namun, barangsiapa yang mengambil dengan niat tidak membayar, maka Allah akan menghancurkannya.” (H.R. Bukhari No. 2387)
Menghancurkannya bisa diartikan bahwa hidup orang tersebut akan selalu sulit. Selain itu, hutangnya tidak akan pernah selesai.
Jadi, tidak heran ketika seorang pebisnis bernama Dewa Eka Prayoga yang pernah memiliki hutang sampai 7 miliar rupiah itu membagikan cara bebas hutang riba.
Alasannya adalah karena dia memang merasakan sendiri betapa mengerikannya hutang ini. Salah satu cara yang Dewa bagikan adalah dengan bertekad untuk melunasi hutang tersebut.
Sahabat Muslim, dari dua dalil tentang hutang piutang di atas, mari kita banyak merenung sebelum berhutang. Apakah hutang tersebut akan membantu atau justru membinasakan kita?
Ingatlah betapa bahaya tidak melunasi hutang. Tidak hanya merasa tidak tenang di dunia, di akhirat pun kita masih harus menanggung hutang-hutang tersebut.
Semoga kita semua selalu dicukupkan oleh Allah dalam hal rezeki sehingga tidak perlu berhutang. Aamiinn. [Cms]