BAHAYA tidak melunasi utang ada dua dimensi yaitu bahaya di dunia dan bahaya Akhirat. Bahaya di dunia sudah pernah dijelaskan oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan.
Sekarang kita bahas bahaya tidak melunasi utang di akhirat.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mau menshalatkan mayit yang memiliki utang.
Dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي عَلَى رَجُلٍ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَأُتِيَ بِمَيِّتٍ فَقَالَ أَعَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا نَعَمْ دِينَارَانِ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ
Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menshalatkan laki-laki yang memiliki utang. Lalu didatangkan mayit ke hadapannya.
Beliau bersabda: “Apakah dia punya utang?” Mereka menjawab: “Ya, dua dinar.” Beliau bersabda: “Shalatlah untuk sahabat kalian.” (HR. Abu Daud No. 3343, shahih)
Baca Juga: Dosa Tidak Melunasi Utang
Bahaya Tidak Melunasi Utang di Akhirat
Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan:
Jika didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seorang mayit, lalu dia hendak menshalatkan maka Beliau akan bertanya, apakah dia punya utang atau tidak?
Jika dia tidak punya utang, Beliau menshalatkannya. Jika dia punya utang, Beliau tidak mau menshalatkannya, namun mengizinkan para sahabat menshalatkan mayit itu.
Sesungguhnya shalat Beliau (untuk si mayit, pen) adalah syafaat (penolong) dan syafaat Beliau adalah hal yang niscaya. (Zaadul Ma’ad, 1/503)
Jiwa Mayit yang berutang terkatung-katung
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin tergantung karena utangnya, sampai utang itu dilunaskannya.”
(HR. At Tirmidzi No. 1079, katanya: hasan. Ahmad No. 10607. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 10607)
Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarfkafuri Rahimahullah menjelaskan:
Berkata As Suyuthi, yaitu orang tersebut tertahan untuk mencapai tempatnya yang mulia.
Sementara, Imam Al ‘Iraqi mengatakan urusan orang tersebut terhenti (tidak diapa-apakan), sehingga tidak bisa dihukumi sebagai orang yang selamat atau binasa, sampai ada kejelasan nasib utangnya itu sudah dibayar atau belum. Selesai. (Tuhfah Al Ahwadzi, 4/193)
Ada juga yang memaknai bahwa jiwa orang tersebut masyghul (gelisah) karena utangnya. Hal itu dikatakan Imam Ash Shan’ani Rahimahullah sebagai berikut:
Hadis ini di antara dalil yang menunjukkan bahwa mayit akan senantiasa gundah (masyghul) dengan utangnya setelah dia wafat.
Pada hadis ini juga terdapat anjuran untuk membersihkannya dari utang sebelum wafat, karena utang adalah hak yang paling penting.
Hal ini jika pada utang yang diberikan menurut kerelaan pemiliknya, maka apa jadinya pada harta yang mengambilnya secara paksa dan merampas? (Subulus Salam, 2/92)
Terhalang masuk surga walau mati syahid
Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْن
“Orang yang mati syahid diampuni semua dosanya kecuali utangnya.” (HR. Muslim No. 1886)
Dari Muhammad bin Jahsy Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلاً قُتِلَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ مَرَّتَيْنِ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ
Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih punya utang, maka dia tidak akan masuk surga sampai utangnya itu dilunasi.
(HR. Ahmad No. 22546, Al Hakim No. 2212, katanya: shahih)
Al Qadhi ‘Iyadh Rahimahullah menjelaskan:
Pada hadis ini terdapat peringatan bahwa hak-hak yang terkait dengan manusia dan tanggungannya, tidaklah bisa dihapuskan dengan amal shalih, sebab amal shalih itu hanya menghapuskan hal-hal yang terkait antara manusia dengan Rabbnya. (Ikmalul Mu’lim, 6/155. Al Syarh Shahih Muslim, 6/362)
Imam Al Munawi Rahimahullah mengatakan:
Maksud utang di sini adalah semua hak manusia baik berupa darah, harta, dan kehormatan.
Hal itu tidaklah bisa diampuni dengan mati syahid, itu untuk syahid perang darat, ada pun syahid perang laut, maka dia diampuni termasuk utangnya, berdasarkan adanya riwayat tentang itu.
(Faidhul Qadir, 6/599)
Utang yang bagaimanakah yang berbahaya bagi pelakunya?
Yaitu utang yang pelakunya tidak ada niat baik melunasinya, padahal dia mampu dan ada harta untuk melunasinya.
Dari Maimunah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasululah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلَّا أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِي الدُّنْيَا
“Tidaklah seorang muslim berutang, dan Allah mengetahui bahwa dia hendak menunaikannya, melainkan Allah Ta’ala akan menunaikannya di dunia.”
(HR. Ibnu Majah No. 2408, shahih)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
“Barangsiapa mengambil harta manusia dan dia hendak melunasinya, maka niscaya Allah akan melunaskan baginya. Barangsiapa yang mengambil lalu hendak menghancurkannya maka Allah akan menghancurkan dia.”
(HR. Bukhari No. 2387)
Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan:
Bahaya ini berlaku bagi orang yang memiliki sesuatu (mampu) untuk melunasi utangnya. (Al Ikmal, 6/155)
Berkata Imam As Syaukani Rahimahullah:
Ini terikat pada siapa saja yang memiliki harta yang dapat melunasi utangnya.
Ada pun orang yang tidak memiliki harta dan dia bertekad melunaskannya, maka telah ada beberapa hadits yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala akan melunasi untuknya. (Nailul Authar, 4/23)
Imam Ash Shan’ani Rahimahullah:
Yang demikian itu diartikan bagi siapa saja yang berhutang namun dia tidak berniat untuk melunasinya. (Subulus Salam, 3/51)
Ini juga dikatakan Imam Al Munawi:
Perbincangan tentang ini berlaku pada siapa saja yang ingkar terhadap utangnya.
Ada pun bagi orang yang berutang dengan cara yang diperbolehkan dan dia tidak menyelisihi janjinya, maka dia tidaklah terhalang dari surga baik sebagai syahid atau lainnya. (Faidhul Qadir, 6/ 559)
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]