ChanelMuslim.com – Ada kalanya kita sakit hati karena utang belum dibayar-bayar oleh si peminjam. Ada sebuah pertanyaan. Ustaz, seseorang meminjam sejumlah uang kepada saya, sampai meninggal uang itu belum dibayar dan keluarganya juga diam saja.
Bagaimana hukumnya orang itu? Bagaimana saya sebaiknya? Sakit hati saya tdak mungkin untuk mengikhlaskan.
Dijawab oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan hafizhahullah
Baca Juga: Doa agar Terbebas dari Utang
Sakit Hati karena Utang Belum Dibayar oleh Peminjam
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Orang yang wafat dalam keadaan berhutang dan dia tidak ada itikad baik membayarnya maka itu akan mencelakakan dirinya. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ “
“Jiwa seorang mukmin terkatung-katung karena hutangnya, sampai utang itu dilunaskannya.” (HR. At Tirmidzi No. 1079, katanya: hasan)
Imam Asy Syaukani Rahimahullah menjelaskan:
فيه الحث للورثة على قضاء دين الميت والإخبار لهم بأن نفسه معلقة بدينه حتى يقضى عنه
Dalam hadits ini terdapat dorongan bagi ahli waris untuk melunasi utang si mayit, dan pengabaran bagi mereka bahwa jiwa mayit tersebut tergantung karena utangnya, sampai utang itu lunas. (Nailul Authar, 4/23)
Apa makna terkatung-katung, para ulama berselisih pendapat dalam memaknai mu’allaqah (tergantung) dalam hadits ini.
Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarfkafuri Rahimahullah menjelaskan:
قال السيوطي أي محبوسة عن مقامها الكريم وقال العراقي أي أمرها موقوف لا حكم لها بنجاة ولا هلاك حتى ينظر هل يقضى ما عليها من الدين أم لا انتهى
Berkata As Suyuthi, yaitu orang tersebut tertahan untuk mencapai tempatnya yang mulia. Sementara Imam Al ‘Iraqi mengatakan urusan orang tersebut terhenti (tidak diapa-apakan), sehingga tidak bisa dihukumi sebagai orang yang selamat atau binasa, sampai ada kejelasan nasib utangnya itu sudah dibayar atau belum. Selesai. (Tuhfah Al Ahwadzi, 4/193)
Ada juga yang memaknai bahwa jiwa orang tersebut masyghul (gelisah) karena hutangnya. Hal itu dikatakan Imam Ash Shan’ani Rahimahullah sebagai berikut:
وهذا الحديث من الدلائل على أنه لا يزال الميت مشغولاً بدينه بعد موته، ففيه حث على التخلص عنه قبل الموت، وأنه أهم الحقوق، وإذا كان هذا في الدين المأخوذ برضا صاحبه فكيف بما أخذ غصباً ونهباً وسلباً؟
Hadits ini di antara dalil yang menunjukkan bahwa mayit akan senantiasa gundah (masyghul) dengan utangnya setelah dia wafat.
Pada hadits ini juga terdapat anjuran untuk membersihkannya dari utang sebelum wafat, karena hutang adalah hak yang paling penting.
Hal ini jika pada utang yang diberikan menurut kerelaan pemiliknya, maka apa jadinya pada harta yang mengambilnya secara paksa dan merampas? (Subulus Salam, 2/92)
Maka, begitulah nasib mereka yang wafat tapi masih punya utang dan dia tidak mau bayar. Ada pun pemilik piutang, dia berhak untuk menagih, atau membebaskannya, yang dengan itu dia mendapatkan keutamaan yang luar biasa.
وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Siapa yang membantu kesulitan seorang muslim maka Allah akan meringankan kesulitan dia di akhirat. (HR. Bukhari no. 2442)
Demikian. Wallahu a’lam. [Cms]
Sumber: Alfahmu.id – Website Resmi Ustaz Farid Nu’man.