KASUS anak membangkang karena lelah diatur sejak kecil seringkali dihadapi oleh banyak orang tua. Seperti dihadapi oleh seorang ibu yang memiliki anak berusia 21 tahun, yang sekarang sedang kuliah.
Dulu anaknya suka bête karena orang tuanya yang memilihkan sekolah SMU, padahal anaknya tidak suka. Anak seringkali menyalahkan orang tuanya atas pilihan orang tua.
Orang tua juga pernah menyekolahkan di Perancis tetapi hanya 1 tahun karena tidak betah. Anak ini cenderung sulit diatur, malas, semaunya sendiri, tidak mau melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci baju.
Bagaimana solusi terhadap masalah ini?
Baca Juga: Guru yang Merasa Dirinya Pintar
Cara Mengatasi Anak Membangkang karena Lelah Diatur Sejak Kecil
Pendiri Rumah Pintar Aisha Dyah Lestyarini mengatakan bahwa banyak orang tua dengan tega mengeksploitasi anaknya demi kebanggaan orang tuanya.
Orang tua bersemangat mengkursuskan berbagai macam kursus kepada anaknya mulai dari main piano agar bisa tampil di panggung dan mendapat applaus, kursus matematika agar bisa menang olimpiade, kursus bahasa Inggris agar bisa tampil pidato dan berbagai macam kursus lainnya.
“Orang tua tidak sadar, apakah semua kursus yang anak lakukan itu membuatnya gembira atau tidak, membuat anaknya nyaman atau tidak, membuat anaknya stres atau tidak, membuat anaknya depresi atau tidak,” ujar Dyah dalam Kulwap (Kuliah WhatsApp) Tumbuh Rumah Pintar Aisha, Jumat (28/5/2021).
Bisa jadi, anak menuruti kemauan orang tua karena rasa takut bukan didasarkan pada kemauan si anak. Orang tua tidak peduli perasaan anak.
Orang tua terus mengeksploitasi anak demi kebanggaan orang tua, demi nama baik orang tua, demi kehormatan orang tua, demi kepentingan orang tua, demi harga diri orang tua, dan demi kebanggaan orang tua di mata khalayak umum.
Saya juga sering menyaksikan, bagaimana peran orang tua yang secara otoriter mengontrol penuh anaknya. Anak yang selalu dikontrol berdampak tidak baik bagi anak.
Orang tua yang selalu memutuskan apa saja untuk anaknya mulai dari memilih baju, memilih mainan, memilih teman bermain, dan lainnya maka anak akan cenderung bermasalah baik secara akademik maupun secara pergaulan.
Anak akan terus tergantung pada orang tuanya. Anak tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Saat orang tuanya tiada, ia akan mudah stress dan tertekan saat menghadapi masalah sebab dewa penolongnya sudah tiada.
Orang tua yang sering mengontrol anaknya di kemudian hari akan berdampak buruk bagi anaknya. Anak menjadi kurang percaya diri, takut mengambil keputusan, kurang inisiatif dan kreatif, tidak siap menghadapi kegagalan, mudah stress saat menghadapi masalah.
“Menurut saya, yang pertama kita harus tetap mengeluarkan senjata utama kita dalam mendidik anak yakni doa. Berdoalah kepada Allah agar menjadi anak mandiri, dekat dengan orang tuanya,” kata Dyah yang mendapat penghargaan sebagai ASN Inspiratif 2018 itu.
Doakan agar anak bahagia bersama orang tuanya. Doakan agar kelak ia menjadi anak yang sholehah, berbakti kepada orang tuanya dan menjadi investasi amal kebaikan bagi kedua orang tuanya.
Lebih bagus lagi agar semakin mustajab doanya, berdoalah di waktu-waktu mustajab seperti di sepertiga malam terakhir, waktu bulan ramadan, waktu sahur, waktu berbuka puasa, waktu arafah, pada hari Jumat, waktu antara azan dan iqomah, setelah selesai sholat fardu, waktu turun hujan, waktu sujud dan rukuk, waktu antara dua khutbah jumat, waktu mengkhatamkan Al Quran, waktu antara asar dan maghrib di hari Jumat, waktu tahiyat akhir sebelum salam.
Baca Juga: Ini Cara Adrian Maulana Membangun Kedekatan dengan Dua Anak Perempuannya
Membangun Kedekatan Hati dengan Anak
Lalu, Ayah dan Bunda harus membangun bonding (kedekatan hati) dengan anak.
“Bunda, jika Bunda ingin membuka hati anak, membangun kedekatan hati dengannya maka bukan banyak bicara Bun, tetapi lebih banyaklah mendengar,” tambah Dyah.
Jangan selalu menganggap anak kita itu seperti anak kecil atau jangan perlakukan anak selamanya seperti anak kecil, lebih banyaklah mendengarkan apa yang ada dalam hatinya dan berdiskusilah dengan nyaman. Kurangilah banyak memerintah dan menasihati.
Pada umumnya, para orang tua itu, lebih hobi menasihati anak daripada mendengarkan apa isi hati anak, padahal yang dibutuhkan anak adalah banyak didengar kenapa ia melakukan itu, kenapa ia protes, kenapa ia berontak bukan dinasehati tanpa peduli apa yang sebenarnya anak inginkan.
Pernahkah Ayah dan Bunda pergi berdua saja dengan anak? Coba deh sekarang lakukan. Misalnya Bunda mengajak anak berdua dengan Bunda pergi ke suatu tempat. Biarkanlah anak memilih ke mana ia akan pergi.
Terserah anak mau pergi ke mana, bunda hanya mengikuti. Saat pergi berdua, anak bebas bercerita dan bunda hanya mendengarkan ceritanya dan akan menasihati saat anaknya memang meminta.
Biasanya, masalah-masalah yang anak hadapi akan tersampaikan pada momen tersebut sebab anak akan lebih mudah menyampaikan masalahnya jika mereka dalam kondisi yang nyaman.
Sebenarnya bukan hanya anak, orang dewasa juga akan lebih mudah menyampaikan sesuatu yang sifatnya pribadi jika ia nyaman dengan seseorang.
Terutama bagi anak perempuan, Ayah harus dekat secara psikologis dengan anak perempuannya agar mereka tidak mencari tambatan hati dari pria lainnya sebab Ayahnya sudah cukup memberinya kenyamanan secara psikologis.
Dengan anak bermasalah, jangan langsung dinasihati tetapi bangun dulu ikatan hati, jangan tergesa-gesa.
Kedekatan hati itu dibangun dengan cara lebih banyak mendengarkan ceritanya dan ajak pergi berdua untuk membangun hubungan/kedekatan hati serta buatlah kenangan indah bersamanya hingga terbuka hatinya.
Jika hatinya sudah terbuka, anak akan lebih mudah menceritakan apa sebenarnya yang ada dalam hatinya.
“Jadi Bunda harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada anak, apa masalah yang dipendam mereka. Semua harus keluar dulu. Semua harus tersampaikan dulu,” kata Dyah.
Jika sudah keluar masalah yang sebenarnya, Bunda jadi tahu apa masalahnya dan dapat secara tepat memberikan solusi. Pada intinya, kedekatan secara emosional dan secara spiritual dengan anak perlu dibangun.
Lalu, setelah berdoa dan membangun ikatan hati dengan anak, lihat hubungannya dengan passion.
Baca Juga: Perlunya Memasukkan Nilai dalam Membentuk Bahasa Ahsan
Setiap Anak Memiliki Bakat dan Minat yang Berbeda
Ada sebuah dongeng yang diceritakan oleh Pak Jamil Azzaini. Ada sebuah konferensi antar penghuni hutan karena hutan sering terbakar dan sering banjir. Dalam konferensi itu diputuskan bahwa untuk menyelamatkan diri dari kebakaran dan banjir, penghuni hutan harus bisa berenang, terbang dan memanjat pohon.
Setelah konferensi, segera diadakan pelatihan bagi para penghuni hutan agar semua hewan bisa terbang, berenang dan memanjat pohon. Hasilnya, pada hari pertama, para penghuni hutan antusias mengikuti pelatihan, hari kedua sudah mulai ada masalah, hari ketiga pelatihan kacau dan para penghuni hutan stress dan pada hari keempat pelatihan dibubarkan.
Kenapa dibubarkan? Karena para penghuni hutan memiliki bakatnya masing-masing dan tidak bisa memaksakan sesuatu yang dia tidak memiliki bakat.
Begitu juga dalam mendidik anak. Bunda, setiap anak memiliki potensi yang berbeda, jangan perlakukan mereka sama. Jangan samakan anak dengan diri kita.
Selain itu, jangan samakan antara seorang adik dan kakak, keduanya memiliki potensi yang berbeda. Jangan bandingkan anak kita dengan anak tetangga atau anak orang lain. Mereka memiliki potensi yang berbeda-beda.
Setiap anak telah dibekali potensinya masing-masing, tugas orang tua adalah menemukan apa potensinya dan mengembangkan potensi tersebut hingga anak itu hebat.
Jangan melakukan justifikasi bahwa namanya pintar itu ya pintar matematika, biologi, kimia dan fisika. Kalau anak pintar di bidang yang lain misalnya Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Sejarah, Sosiologi, Bahasa Daerah dianggap bukan anak pintar.
Apalagi jika anak pintar olah raga, jago organisasi, jago pramuka, jago PMR juga kadang dianggap bukan pintar. Padahal banyak sekali profesi-profesi yang berhubungan dengan bidang-bidang tadi. Jadi anak pintar itu tidak dimonopoli pintar matematika, biologi, kimia dan fisika.
“Setiap anak itu memiliki passion, jika passionnya tidak cocok, anak akan sulit menguasainya,” tegas Dyah.
Misalnya, anak diikutkan berbagai macam kursus dari matematika, fisika, kimia padahal bakatnya tidak dibidang itu. Jika mereka tidak memiliki passion dibidang itu, apa yang Bunda lakukan akan percuma dan hanya akan membuang waktu dan biaya. Saat dewasa, anak akan mencari apa yang menjadi passionnya dan akan menekuni passion tersebut.
Baca Juga: Mendidik Anak Berdasarkan Usia Harus Berdalih
Menemukan Passion Anak
Lalu bagaimana caranya agar kita bisa menemukan passion anak?
1. Apa aktivitas anak yang jika ia lakukan terasa mudah dan jika anak yang lain melakukannya terasa sulit. Misalnya anak kita pandai sekali bercerita bahkan sampai merekam sendiri cerita-ceritanya. Kemampuannya tersebut sulit sekali dilakukan oleh anak yang lain.
“Maka lingkarin Bun, itu passion anak. Sekarang tugas Bunda adalah mengembangkan passion tersebut. Bisa jadi kelak anak akan menjadi presenter, orator, youtuber, pendongeng, trainer, atau penyiar,” ujar Dyah.
2. Apa aktivitas anak yang ketika ia melakukan itu, karena asyiknya ia lupa akan waktu. Ini ciri yang kedua. Jika Bunda telah menemukannya maka ini adalah passion anak. Contohnya misalnya, ada anak yang suka di depan laptop membuat cerita. Kalau sudah membuat cerita ia lupa akan waktu. Nah, passion ini telah kita temukan. Besar kemungkinan kelak anak ini bisa menjadi novelis, penulis, pembuat naskah film dll.
3. Aktivitas apa yang ketika anak melakukannya maka anak itu akan totalitas dalam melakukannya, penuh semangat, penuh ide dan penuh inisiatif. Anak tidak pantang menyerah dan mampu membuat karya yang totalitas dan kreatif.
Misalnya anak yang membuat rumah-rumahan dengan menggunakan segala barang yang ada di rumah. Hampir tiap hari ia membuat rumah menurut versinya. Dalam rumah itu ia membuat kolam renang, ruang tamu, ruang olah raga, kamar tidur. Ia juga membuat meja, TV, garasi mobil.
Semua barang mulai dari kardus, gunting, kotak boks, kaca, streples bahkan kadang barang-barang berharga seperti laptop, handphone atau barang milik orang tuanya ia gunakan untuk mengimplementasikan imajinasinya dalam membuat rumah-rumahan.
Jika kita menemukan anak seperti ini maka ini adalah passion-nya. Kembangkan bisa jadi kelak ia akan menjadi arsitek handal, developer atau desainer.
Insya Allah, 3 solusi ini akan membantu masalah yang ibu hadapi yaitu doa, membangun ikatan hati dan menemukan serta mengembangkan passion-nya.[ind]