MENGHAYATI makna zuhud dalam kehidupan yang penuh dengan godaan dan nikmat duniawi menjadi tantangan bagi umat Islam.
Pasalnya, zuhud mengharuskan kita menyerahkan segala keputusan hanya kepada Allah dan menganggap segala yang kita miliki hanya sementara.
Dunia harus dipandang dengan rendah untuk dapat naik level pada padangan atas kehidupan akhirat.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِىِّ قَالَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِى عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِىَ اللَّهُ وَأَحَبَّنِىَ النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ازْهَدْ فِى الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِى أَيْدِى النَّاسِ يُحِبُّوكَ ».
Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, ia berkata ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata,
“Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.”
(HR. Ibnu Majah dan selainnya. An Nawawi mengatakan bahwa dikeluarkan dengan sanad yang hasan)
Baca Juga: Salamah bin Dinar, Hakim yang Zuhud
Menghayati Makna Zuhud dalam Kehidupan
Ustaz Faisal Kunhi M.A memberikan beberapa poin penjelasan dari hadis di atas:
1. Ibnu Taimiyah berkata,
“ الزهد ترك ما لا ينفع فى الأخرة و الورع ترك ما تخاف ضرره فى الأخرة“
“Zuhud ialah meninggalkan apa yang tidak memberi manfaat di akhirat, dan wara’ ialah meninggalkan sesuatu yang ditakuti bahayanya di akhirat nanti.”
2. Zuhud ialah sebagaimana yang diperintahkan Allah:
لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al Hadid: 23)
Jadi orang yang zuhud tidak terlalu gembira dengan kekayaan dunia kala ada padanya, dan tidak berduka ketika tidak ada pada dirinya.
3.Yahya bin Muadz berkata, “Zuhud menyebabkan yang bersangkutan dermawan dengan apa yang dimilikinya, sedangkan cinta menyebabkan dermawan dengan ruh.”
Dermawan dengan ruh adalah kesiapan berkorban di jalan Allah walau harus dengan mengalirkan darah.
4. Ibnu Jalal: “Zuhud ialah memandang dunia dengan mata kelenyapan (yakni memandang dengan sesuatu yang akan lenyap) sehingga ia menjadi kecil dalam pandanganmu dan dengan demikian mudahlah bagimu untuk berpaling darinya.”
6. Imam Ahmad berkata, “Zuhud di dunia adalah pendek angan-angan”.
Beliau pernah ditanya tentang orang yang memiliki seribu dinar, apakah dia termasuk orang yang zuhud? Beliau menjawab ya, dengan syarat jika ia tidak gembira bila bertambah dan tidak sedih bila berkurang.
7. Orang yang zuhud bisa dari kalangan orang yang kaya dan miskin dengan syarat ia tidak gembira berlebihan ketika hadirnya nikmat dunia, dan tidak larut dalam kesedihan ketika lenyap darinya nikmat tersebut.
8. Abdullah bin Mubarak: “Zuhud ialah percaya kepada Allah dengan tetap cinta kepada kefaqiran”.
9. Abu Sulaiman ad-Darani: “Zuhud ialah meninggalkan sesuatu yang dapat melalaikan seorang dari Allah”.
10. Yahya bin Mua’dz berkata, “Seorang tidak dapat mencapai derajat zuhud hingga terdapat padanya tiga perkara: beramal tanpa bergantung, berkata tanpa mengharap dan mulia tanpa kekuasaan”.
11. Imam Ahmad berkata, “Zuhud itu ada tiga bentuk: Pertama, meninggalkan sesuatu yang haram dan ini adalah zuhudnya orang awam.
Kedua: meninggalkan kelebihan dari yang halal dan merupakan zuhud golongan khusus.
Ketiga: meninggalkan sesuatu yang dapat menyibukkan dari mengingat Allah, dan ini adalah zuhudnya orang arif”.
12. Di antara perkataan yang paling bagus mengenai zuhud adalah perkataan Hasan, “Zuhud terhadap dunia bukan dengan mengharamkan yang halal dan menyia-nyiakan harta.
Akan tetapi zuhud ialah apa yang di tangan Allah lebih engkau percayai dari pada apa yang di tanganmu, dan pahala musibah jika menimpamu lebih engkau sukai dari pada kalau tidak menimpamu.” [Ln]