Oleh: Edgar Hamas
ChanelMuslim.com-Kemarin di seminar, ada peserta yang curhat, “Bang, saya punya teman hafizh Quran tapi sukanya ‘ngoleksi’ akhwat, gimana tuh, Bang?”
“Pertama, jangan cari sempurna dari muslim. Carilah dari Islam, maka kamu takkan pernah kecewa.”
Kedua, saya selalu bilang ke teman-teman, kalau lihat orang berilmu tapi maksiat, jangan sampai bilang, “Yang hafizh aja kaya gitu, apalagi gue.”
Itu namanya menutup pintu kebenaran sejak dalam pikiran. Yakini bahwa, yang namanya hidayah itu, Allah yang punya.
Ketiga, saya bilang sama dia sebuah kaidah yang terkenal di antara ulama,
من ازداد علماً ولم يزدد هدى لم يزد من الله إلا بعداً
Siapa yang bertambah ilmunya tapi tak bertambah petunjuk baginya, Allah tak akan tambahkan kecuali bertambah jauh dari-Nya.
Ini adalah teguran keras. Syaikh Ahmad Mashri bilang pada saya suatu hari, “Penuntut ilmu agama itu amanahnya sangat berat di hadapan Allah dan di depan manusia”.
Kenapa?
“Ketika dia mengilmui, manusia akan lihat dia. Jika ia berbuat salah sekali, yang disalahkan adalah agamanya.”
Seorang hafizh Quran 30 juz, tidak menjamin dirinya akan jadi orang saleh. Alquran memang ter- copy-paste di memorinya, namun bukan berarti sudah ter-install. Itulah mengapa, teman-teman jika menemukan kasus serupa, jangan salahkan “hafalannya.” Hafalan Quran sama sekali bukan masalahnya. Problemnya adalah “akhlak” pribadi itu.
Maka, ini PR besar untuk penghafal Quran. “Menjaga hafalan bukan hanya dengan murajaah. Tapi dengan akhlak dan adab.”
Sebenarnya problem seperti ini hanyalah ulah oknum yang jumlahnya sangat-sangat sedikit. Betapa banyak penghafal Alquran yang menjadi teladan bagi umatnya. Betapa banyak penjaga ayat-ayat Allah yang hidupnya menggambarkan keindahan Alquran. Kita saja yang lebih sering mencari kesalahan daripada kebaikan. Sebuah kebiasaan buruk yang tidak patut dilestarikan.
Maka saya ingat perkataan sahabat saya, Ismail Shodiq, ketika diwawancarai oleh kru majalah tentang Cara Menghafal Qur’an, dia bilang, “Kalau memang dari awal niatnya salah dalam menghafal, lebih baik tidak usah menghafal.”
“Tanggung jawabnya besar di hadapan Allah.”
Setelah itu, Ismail bilang pada saya, “Gar, ane takut ketika orang baca wawancara ini, mereka jadi takut menghafal Alquran.”
Saya jawab, “Selain motivasi dalam menghafalnya, orang juga perlu rambu supaya hati-hati. Salah niat kan akibatnya besar.”
Bagi teman-teman, tetap semangat mentadabburi, membaca dan menghafal Alquran. Namun jangan pernah kita kira akan selesai semuanya dengan hafalan.
Ujung di depannya adalah; bagaimana Alquran itu bisa jadi obat bagi bangsa kita. “Membumikan Alquran, melangitkan manusia.”
Analogi ini sangat bagus. “Ada orang yang siang-malam menghafal resep obat dokter sampai lancar di luar kepala. Tapi resep dokter ini hanya dihafal tanpa ia beli obat yang tertulis di resep itu. Bagaimana menurutmu?”
Itulah umpama kita menghafal Quran, tapi lupa mengamalkannya.
14 Juli 2018
[ind]