SIKAP ridha adalah meyakini bahwa apa saja yang telah Allah takdirkan merupakan yang terbaik: baik maupun buruk.
Suatu kali istri Nabi mengabarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa di rumah tidak ada lagi makanan. Nabi pun berpuasa.
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah menceritakan bahwa pernah selama satu bulan, dapur rumah Nabi tidak ‘ngebul’. Artinya, tidak ada yang dimasak.
Kalau saja bukan karena cerita Aisyah radhiyallahu ‘anha, tak seorang pun yang tahu kalau selama itu Nabi tidak memiliki makanan di rumah.
Inilah di antara sikap ridha yang diteladankan Nabi. Keridhaan bisa menenangkan hati, mendewasakan sikap, dan menyehatkan fisik dan jiwa.
Tidak semua yang Allah takdirkan, kita sukai. Ada pula yang tidak kita sukai. Di situlah sikap ridha menjadi benteng yang menjaga keseimbangan diri kita.
Orang yang tidak ridha akan merasa tidak puas. Dari situlah muncul berbagai sikap buruk: kecewa, marah, penyesalan, dan lainnya.
Padahal, tidak semua urusan bisa dikendalikan manusia. Begitu banyak urusan yang di luar kemampuan kendali manusia.
Contoh, tukang es yang bersemangat untuk berdagang, tiba-tiba turun hujan lebat. Konsumen pun tak begitu tertarik untuk membeli es.
Si tukang es mungkin saja sudah menyiapkan sebaik mungkin strategi dagangnya. Tapi, ia tak berdaya untuk mengendalikan hujan.
Contoh lain, suami istri yang begitu antusias kelahiran buah hati mereka. Keduanya sudah menyiapkan segalanya. Tapi, mereka harus menerima kenyataan bahwa bayi yang akan lahir sudah wafat dalam kandungan.
Keduanya bisa mengendalikan segala keperluan calon bayi mereka. Tapi mereka tidak mampu mengendalikan hidup dan mati seseorang.
Dan akan selalu ada kenyataan-kenyataan hidup yang tidak disukai. Kenyataan yang tidak diinginkan. Tapi, itulah hidup. Ada hal yang disukai, tapi tidak sedikit pula yang tidak.
Di sinilah sekali lagi, pentingnya sikap ridha. Bahwa, segala yang kita alami telah Allah tetapkan jauh sebelum kita dilahirkan.
Yang bisa kita lakukan adalah doa dan ikhtiar. Tentang hasilnya, bukan lagi urusan kita. Di situlah pentingnya sikap ridha kita.
Mungkin saja ada hasil usaha yang bisa dievaluasi dan dievaluasi agar bisa berhasil lebih baik. Tapi, tidak semua hasil usaha ada dalam kendali manusia.
Seperti tentang pilihan jodoh yang Allah tetapkan untuk kita. Tentang anak-anak yang Allah anugerahkan untuk kita. Tentang keadaan orang tua yang melahirkan kita. Begitu pun tentang keadaan fisik yang sudah Allah tetapkan untuk kita.
Ketika doa dan ikhtiar tidak juga membuahkan hasil, sikap ridha akan menuntun kita untuk bisa tetap bahagia di saat tidak menyenangkan.
Dan sikap ini akan menutup segala pintu keburukan yang bisa merusak fisik dan jiwa. Tak ada yang ideal dalam hidup ini. Karena di situlah tanda bahwa Allah memang sedang menguji kita semua. [Mh]