GENERASI akan mewariskan generasi. Karena itu jangan memulai dari nol.
Seorang anak terheran dengan ayam, burung, kucing, dan hewan-hewan di sekitarnya. Kenapa hewan-hewan itu tak pernah berubah.
Ia pun menayakan tentang itu kepada ayahnya.
“Ayah, aku melihat ayam, burung, dan kucing tak pernah berubah. Berbeda dengan manusia yang terus berubah. Kenapa, Yah?” ucapnya.
Sang ayah terdiam sejenak. Ia seperti memastikan apa yang dimaksud puteranya. “Maksud kamu gimana?” tanya sang ayah.
“Dari aku kecil, ayam, burung, dan kucing selalu makan begitu-begitu saja. Tempat tinggal mereka pun tak pernah berubah. Cara ngomong mereka pun selalu sama,” ungkap sang bocah.
“Oh itu, karena mereka tak memiliki akal, Nak!” jawab sang ayah, singkat.
“Apa itu artinya hewan-hewan itu tak pernah belajar dari kekurangan ayah dan ibu mereka?” ucap sang anak lebih detil lagi.
“Iya benar. Mereka hanya mengandalkan naluri,” tambah sang ayah.
“Artinya, hewan-hewan itu selalu memulai dari nol?” tanya sang bocah, memastikan kesimpulannya.
“Benar sekali, Nak. Mereka memulai kehidupan baru dari nol, padahal generasi sebelum mereka sudah melangkah jauh di atas nol,” pungkas sang ayah.
**
Hewan memang sangat berbeda dengan manusia. Mereka tak memiliki ilmu dan akal. Mereka hanya dianugerahi naluri: naluri untuk bertahan hidup, naluri untuk makan, dan naluri untuk berkembang biak.
Mereka tak pernah belajar dari kegagalan dan kesalahan para senior mereka. Karena itulah, kesalahan dan kegagalan yang sama terus berulang.
Ketika generasi senior mati, mereka memulai dari awal lagi, dari nol. Bahkan ketika para senior masih hidup pun, masing-masing ‘komitmen’ untuk memulai dari nol.
Orang mengatakan, pengalaman adalah guru yang terbaik. Bukan hanya dari pengalaman diri sendiri. Akan lebih bagus lagi jika pengalaman dari mereka yang soleh dan pandai.
Allah berfirman, “…fa’tabiruu yaa ulil abshar.” Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.” (QS. Al-Hasyr: 2) [Mh]