ChanelMuslim.com- Ketika tak ada lagi yang bisa menolong. Ketika tak ada alat yang bisa menopang tubuh. Ketika semua kemungkinan menuju titik nol. Saat itu, Anda sedang berdua dengan Allah.
Pada saatnya, akan datang keadaan di mana tak ada lagi harapan. Semua kemungkinan menjadi mustahil. Dan inilah, bisa dibilang, puncak dari ujian tawakal seorang mukmin.
Keadaan kritis ini mungkin saja dialami orang biasa. Tapi, seringnya dialami oleh mereka yang justru memiliki kedekatan yang nyaris sempurna dengan Allah subhanahu wa ta’ala.
Hampir semua nabi mengalami ini. Begitu pun para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk para generasi salafus shaleh.
Perhatikanlah saat wanita mulia, ibunda Nabi Isa alaihis salam, berada di situasi genting yang serba tidak nyaman. Ia terusir dari kampung halaman. Saat-saat kelahiran bayinya sudah di ambang datang. Saat itulah, Maryam merasakan dirinya hanya berdua dengan Allah.
Ia luapkan gundah gulananya. Ia sandarkan semua harapan dan pertolongan, hanya kepada Allah.
Hal yang sama pernah dialami Nabi mulia, Yunus alaihissalam. Saat ia tak lagi bisa berhubungan dengan semua mansia di bumi ini. Saat ia seperti tak lagi berada di tanah, di air, di udara. Saat semua cahaya sirna ditelan gelapnya ruang perut ikan yang terus berenang di samudera lepas.
Saat itulah, ia ungkapkan segala sesal dan ampunan. Ia sandarkan semua harapan dan pertolongan, hanya kepada Allah.
Hal yang sama juga dialami bapak dari para Nabi, Ibrahim alaihissalam. Saat tak ada lagi jarak antara tubuhnya dengan kobaran api raksasa. Saat semua orang dekatnya tak lagi mampu menghadang kekejaman itu.
Saat itulah, ia ungkapkan segala harapan dan perlindungan. Ia sandarkan semuanya, hanya kepada Allah.
Hal yang lebih dahsyat juga pernah dialami teladan umat manusia hingga akhir zaman, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat ia dan tiga ratusan sahabat sedang melakukan penghadangan terhadap rombongan dagang Abu Sufyan yang dikabarkan akan melewati wilayah perbatasan Madinah.
Saat itu, ia justru dihadapkan dengan pasukan yang jumlahnya tiga kali lipat dari para sahabat yang ada. Dan mereka adalah pasukan Quraisy yang terlatih dan dilengkapi senjata memadai.
Rasul mulia menengadah ke langit. Ia angkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Ia memohon kepada Allah agar dimenangkan dalam kemustahilan itu. Ia pun sempat berucap yang di antaranya adalah, Ya Allah, sekiranya kami kalah, tak ada lagi manusia yang beribadah kepadaMu.
Mereka orang-orang mulia. Kedekatannya dengan Allah tak diragukan lagi. Setiap detik nafas dan detak jantung mereka tak pernah luput dari mengingat Allah. Dan, seratus persen ruang hidup mereka hanya dalam rangka misi di jalan Allah.
Namun, mereka pun mengalami ujian tawakal itu. Inilah mungkin puncak ujian yang jika terpeleset sedikit saja akan berakibat fatal.
Sebuah kisah tentang orang shaleh yang salah mengambil langkah pernah diungkapkan di beberapa riwayat. Ketika itu, ia terjebak dalam situasi sulit yang serba tidak ia inginkan.
Ia memasuki sebuah rumah yang sebelumnya terdengar wanita meminta tolong. Saat di dalam, ternyata ada wanita pelacur dengan seorang bayi. Wanita itu meminta orang shaleh untuk memilih: menzinahi dirinya, membunuh bayi, atau meminum khamar yang sudah tersedia di situ. Jika tidak ada yang dipilih, ia akan berteriak dan menuduh orang shaleh itu seolah akan berbuat keji.
Ia bingung harus berbuat apa. Dari tiga pilihan itu, akhirnya ia memilih minum khamar. Ia tidak sadar kalau pilihan itu lebih berbahaya dari yang lain. Setelah mabuk, ia pun menzinahi wanita itu, dan tega membunuh sang bayi.
Pelacur ini melaporkan orang shaleh itu ke pihak keamanan. Orang shaleh akhirnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Di saat kritis itu, setan datang menemui orang shaleh itu. Ia mengatakan, kalau kamu mau melakukan ritual penghormatan kepadaku, niscaya aku akan selamatkanmu dari situasi ini.
“Tidak!” tegas orang shaleh itu.
Setan pun melembutkan ucapannya. Ia seolah melakukan klarifikasi, “Maksudku penghormatan simbolik saja. Tak perlu diucapkan. Tak perlu gerakan macam-macam. Cukup mengedipkan mata saja. Hanya itu!”
Sayangnya, orang shaleh itu lagi-lagi salah langkah. Saat ia mengedipkan matanya, algojo melakukan eksekusi mati terhadap dirinya. Ia pun mati dalam kesesatan. Na’udzubillah.
Saat semua menjadi nol. Saat semua harapan menjadi mustahil. Hanya satu kalimat yang mesti ditanamkan kuat-kuat: hasbunallah wani’mal wakil, ni’mal maula wani’man nashir. Hanya Allah tempat bersandar dan meminta pertolongan. [Mh]