SHALAT mengajarkan banyak hikmah. Ada penyegaran ruhani, komunikasi dengan Allah, dan tentang kepemimpinan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut shalat jamaah lebih baik dari sendiri. Perbandingannya satu dan dua puluh tujuh. Kenapa?
Jawabannya banyak hal. Mulai dari nilai silaturahim, tingkat kekhusyukan, doa yang lebih makbul dari sendirian, dan tentang kepemimpinan.
Yang terakhir memiliki cakupan luas. Kalau diibaratkan dengan lebah, rasanya umat Islam tak nyaman hidup jika tanpa kepemimpinan.
Dimulai dari siapa imam. Meski teorinya mungkin panjang, masyarakat memahaminya dengan sederhana. Yaitu mereka yang berilmu, lebih tua dan bijaksana, soleh, dan sering ke masjid.
Tak perlu ada pemilihan yang menguras pikiran, siapa imam sudah disepakati secara praktis. Mereka ridha dengan imam, dan imam pun ridha dengan makmumnya. Tanpa keridhaan ini, tak mungkin ada kepemimpinan.
Selain tentang imam dan makmum, seisi masjid sudah paham aturan main. Tentang tugas imam, sikap makmum, dan lainnya.
Setelah suara komando, Imam selalu mengawali gerakan. Tidak mungkin ada imam yang tetap berdiri setelah komando sujud. Dialah yang lebih dulu bersujud.
Begitu pun dengan makmum. Meski mungkin ia enggan bersujud karena sakit di kaki, ia tetap mengikuti imam. Tentu dengan kemampuan sujud yang dimiliki.
Sebaliknya, makmum yang begitu bersemangat tetap tidak boleh mendahului imam. Kelebihan energinya selalu mengikuti kadar energi imam.
Meski begitu, imam tidak bisa seenaknya memimpin. Ia harus tunduk dengan aturan, bijaksana, dan memahami keadaan makmum.
Ketika imam lupa dan bingung harus bagaimana, ada hal menarik di sini. Imam tetap harus mengambil ‘ijtihad’. Ia tidak boleh diam di persimpangan ‘jalan’.
Ia akan mengetahui benartidaknya ‘ijtihad’ setelah muncul reaksi makmum. Jika makmum ‘protes’, maka ‘ijtihad’nya salah dan ia harus mengambil pilihan lain. Jika tidak ada ‘protes’, ia bisa meneruskan.
Nah, di sinilah pentingnya nilai makmum di barisan terdepan. Karena merekalah yang paling berwenang ‘meluruskan’ imam. Bahkan, menggantikan imam jika berhalangan di tengah jalan.
Sayangnya, kadang kita lupa dengan nilai shalat jamaah ini. Kita pun seperti lugu saat sebagai pemimpin atau yang dipimpin. [Mh]