ChanelMuslim.com – Bangga Diri
Ada orang soleh yang sangat gemar berpuasa Senin Kamis. Bukan sekadar gemar berpuasanya yang membanggakan. Tapi, selama puluhan tahun ia melakukan ibadah sunah itu, tak seorang pun tahu tentang ibadahnya itu.
Hal itu terus dan selalu ia rahasiakan. Ia ingin ibadahnya itu hanya untuk Allah swt. Ia tak butuh pujian manusia. Kalau pun ada orang yang tahu ia berpuasa sunah, setidaknya orang yang tahu itu tidak memuji karena begitu istiqamah berpuasa hingga puluhan tahun, tanpa luput sehari pun.
Baca Juga: Fenita Arie Bangga Anak Terus Menghafal di Boarding
Bangga Diri
Setan tertantang untuk menggoda orang soleh ini. Setan membisikkan, “Wahai orang soleh, saya yakin tidak ada seorang pun di negeri Anda ini orang yang mampu menjaga puasa sunnah Senin Kamis seperti Anda menjaganya. Luar biasa!”
Setan berharap, dengan bisikannya itu, orang soleh ini akan terpedaya. Ia akan bangga diri untuk kemudian menceritakan prestasinya itu kepada orang lain.
Namun ternyata, bisikan maut setan itu tak melunturkan ikhlasnya sedikit pun. Ia tetap konsisten, menjaga amal itu dan merahasiakannya.
Setan tak kalah akal. Ia menyamar sebagai seorang perantau yang sedang butuh tempat istirahat. Dan rumah orang soleh itu menjadi targetnya.
“Bolehkah aku beristirahat sejenak di rumah Anda, Tuan?” ucapnya setelah menyalami sang tuan rumah.
“Aku sedang dalam perjalanan. Saat ini aku sedang berpuasa sunah. Kalau saja tuan tidak keberatan untuk memberikanku sedikit makanan atau minuman untuk berbuka puasa,” pintanya kemudian.
“Silakan. Aku ada sedikit makanan dan minuman untuk Anda berbuka puasa di rumahku,” jawab orang soleh ini dengan ramah.
Saat untuk berbuka pun hampir tiba. Setan mulai melancarkan strateginya. “Maaf Tuan. Apa ada makanan lain? Rasanya, aku tidak bisa merasa kenyang dengan makanan seperti ini,” ucapnya.
Permintaan itu mulai mengusik sang tuan rumah. Tapi, ia berusaha untuk tetap ramah. Padahal, ia pun merasakan betapa lapar dan hausnya saat sore itu. Karena ia juga sedang berpuasa. Tapi, hal itu ia rahasiakan.
“Baiklah, akan aku carikan makanan lain,” jawab orang soleh sambil keluar rumah membelikan makanan.
Kini, makanan sudah tampak lengkap. Bahkan bisa dibilang sangat cukup untuk seorang tamu perantau yang kelaparan karena sedang berpuasa.
“Maaf, Tuan. Aku rasa, minuman yang kau sajikan rasanya kurang. Bisakah kau tambahkan dengan susu agar tubuhku bisa kembali segar,” pintanya lagi.
Kali ini, orang soleh itu lebih terusik. Ia merasa tamunya terlalu manja dengan nafsu berbuka puasanya. Padahal, ia sendiri yang sudah sekian lama berpuasa, tidak lebih dari makan dan minum seadanya saat berbuka.
Namun, ia tetap menahan diri. Ia keluar rumah lagi untuk mencari susu untuk tamunya itu.
Setelah makanan dan minuman begitu lengkap tersaji, setan kembali berulah. Ia melancarkan serangan lagi. “Maaf, Tuan. Aku rasa masih ada yang kurang dari jamuanmu,” ucapnya.
Orang soleh begitu tersentak dengan ucapan tamunya yang tak terduga itu. Ia mengira, sang tamu sudah merasa sangat puas dengan jamuannya. Ternyata, masih ada saja yang kurang. Orang soleh ini mulai kesal.
“Anda butuh apa lagi?” ucap orang soleh, tidak lagi mampu menyembunyikan kekesalannya, walaupun hanya dengan intonasi bicara yang tidak datar.
“Maaf, saya lupa. Kalau saya sudah terbiasa dengan makan buah saat berbuka puasa. Saya khawatir, hal itu bisa mengganggu kesehatan saya,” ucapnya.
“Anda butuh buah apa?” ucap orang soleh lagi-lagi tidak mampu menyembunyikan kekesalannya.
“Itulah masalahnya. Saya tidak terbiasa dengan makan satu jenis buah. Setidaknya, tiga jenis buah harus ada saat aku berbuka puasa. Biasanya pisang, anggur, kurma, dan….”
Belum lagi si perantau menyudahi ucapannya. Orang soleh ini sudah tak tahan lagi dengan emosinya.
“Wahai perantau tak tahu diri. Bukan engkau saja yang sedang berpuasa sunah hari ini. Sudah tiga puluh tahun aku berpuasa sunnah, tapi aku tidak secerewet engkau,” ungkap orang soleh seperti melampiaskan emosinya.
Saat itulah, si perantau yang merupakan setan yang sedang menyamar tertawa lebar. Ia begitu gembira karena tipudayanya berhasil.
“Hai orang soleh! Akhirnya, kau buka juga rahasia amal baikmu kepada orang lain. Ha..ha..ha..,” ucap setan sambil pergi meninggalkan orang soleh yang menyesali kecerobohannya.
**
Semua kita bisa bernasib seperti orang soleh itu. Mungkin, ada bangga diri ketika kita bisa berinfak dengan jumlah besar, bisa bertahajud di setiap malam, memberikan sumbangsih dakwah dengan kurun waktu yang begitu lama, menyantuni anak yatim, dan lainnya.
Berhati-hatilah, bangga diri yang dirahasiakan apalagi yang diungkapkan, bisa menjadi batu sandungan keberhasilan hidup kita. (Muhammad Nuh)