YARMUK, dan Hari-hari Kita Kini yang Penuh Kecamuk ditulis oleh Edgar Hamas. Seorang penyair bernama Ahmad Syauqi menulis,
“siapa yang kehilangan kesempatan untuk belajar dari masa lalu, maka ia akan kehilangan wajah keteladanan.”
Kali ini kami ingin mengajakmu mentadabburi Yarmuk dengan cara yang berbeda.
Kita mengenang kemenangan besar ini, di saat kini dunia sedang tak baik-baik saja, umat sakit keras dan kita ada di ujung pengharapan.
Jika kita tidak mengambil inspirasi dari kisah-kisah masa lalu, kita mungkin sudah kehilangan arah. Kita menyerah. Sebab dunia sekejam ini, semunafik ini.
Sudah berbulan-bulan pembantaian terjadi dan kita menghadapi badai demi badai di banyak lini.
Rasanya, ingin menyerah saja. Rasanya ingin berhenti berharap. Malu punya optimisme. Tapi…
Tapi tahukah engkau bahwa Yarmuk adalah penantian panjang Khalid bin Walid?
baca juga: Kemenangan Yarmuk yang Terulang Kembali
Yarmuk, dan Hari-hari Kita Kini yang Penuh Kecamuk
Yarmuk terjadi 5 tahun setelah pertempuran Mu’tah, ketika kaum muslimin kehilangan 3 panglima hebat: Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah.
Saat itu Khalid menggantikan mereka yang syahid, namun belum berhasil mewujudkan kemenangan yang utuh meskipun hasilnya seri.
Maka, Yarmuk adalah penantian panjang Khalid yang bertemu dengan momentumnya. Setelah sebelumnya ia sendiri merasakan kehilangan pemimpin-pemimpin hebat, kini ia yang jadi panglima.
Ia, bersama 36 ribu mujahid menghadapi Romawi lagi. Dan peristiwa ini terjadi di sebuah lembah di Palestina.
Seperti hari ini, kita kehilangan pemimpin-pemimpin perjuangan. Namun dari hari-hari nan berat ini akankah muncul Khalid itu? Akankah hadir pedang-pedang terhunus itu?
Kini Badai Al Aqsha masih terjadi, membuat dunia bangun meski umat berkorban sangat banyak. Kehilangan sangat banyak.
Maka, kelak moga momentum “Yarmuk” bagi generasi kita datang, dengan “Khalid-Khalid” yang sudah siap membalaskan kesedihan yang panjang ini![ind]