PERJANJIAN Hudaibiyah yang terjadi pada tahun 6 H menjadi salah satu momentum penting dalam perjalanan politik Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Meskipun pada awalnya tampak merugikan karena membatasi gerak kaum Muslimin, perjanjian tersebut justru menciptakan stabilitas sementara antara Madinah dan Quraisy.
Waktu dan Latar Belakang
Peristiwa Perjanjian Hudaibiyah terjadi pada tahun ke-6 Hijriah (sekitar tahun 628 M).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersama sekitar 1.400 sahabat berangkat dari Madinah menuju Makkah dengan niat umrah, bukan untuk berperang.
Mereka membawa hewan kurban sebagai tanda damai.
Namun, ketika tiba di daerah Hudaibiyah (sekitar 20 km dari Makkah), kaum Quraisy menghalangi mereka masuk ke kota Makkah karena menganggapnya sebagai ancaman.
Isi Perjanjian Hudaibiyah
Setelah perundingan panjang, akhirnya terjadi kesepakatan antara kaum Muslimin dan Quraisy, yang dikenal dengan Perjanjian Hudaibiyah.
Beberapa isi pentingnya antara lain:
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
– Gencatan senjata selama 10 tahun antara kedua pihak.
– Umat Islam tidak jadi umrah tahun itu, tetapi boleh datang tahun berikutnya dan tinggal di Makkah selama tiga hari saja.
– Siapa pun dari Quraisy yang datang ke Madinah tanpa izin walinya harus dikembalikan ke Makkah, tetapi jika ada orang dari pihak Muslim yang membelot ke Quraisy, tidak harus dikembalikan.
– Suku-suku Arab bebas memilih untuk bergabung dengan pihak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam atau Quraisy.
Sikap Para Sahabat
Sebagian sahabat—terutama Umar bin Khattab Radhiallahu ‘Anhu merasa berat dengan isi perjanjian itu karena tampak merugikan pihak Muslimin.
Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menandatangani perjanjian itu dengan sabar, karena beliau melihat hikmah besar di baliknya.
Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu meyakini langkah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah tepat, lalu Beliau meyakinkan sahabat-sahabat lainnya termasuk Umar Radhiyallahu ‘Anhu.
Latar Belakang, Isi, dan Hikmah Perjanjian Hudaibiyah
Hikmah Peristiwa Hudaibiyah
– Menjadi Kemenangan yang Nyata (فتح مبين)
Allah Ta’ala menamakan perjanjian ini sebagai “fathan mubinan”, kemenangan yang nyata:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.”
(QS. Al-Fath: 1)
Karena dari sinilah pintu dakwah dan penyebaran Islam semakin terbuka. Berbondong-bondong orang kafir masuk Islam.
Dalam waktu dua tahun jumlah kaum muslimin naik 700%.
Perjanjian Hudaibiyah, mereka hanya membawa 1400 orang, ketika Fathu Makkah (2 tahun setelah Hudaibiyah) mereka datang dengan 10000 orang.
– Menguji Ketaatan Para Sahabat
Perjanjian ini menjadi ujian besar bagi sahabat: apakah mereka akan taat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meskipun keputusan beliau tampak tidak menguntungkan?
Mereka akhirnya tunduk dan patuh, yang menunjukkan kekuatan iman mereka.
– Menunjukkan Kebijaksanaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutamakan damai dan strategi jangka panjang, bukan emosi.
Baca juga: Kiprah Abdullah bin Rawahah, Pemberani yang Pandai Bersyair
Beliau tahu bahwa perdamaian ini akan membuka peluang dakwah yang lebih luas.
– Membuka Jalan Dakwah yang Lebih Luas
Setelah perjanjian, hubungan antara kaum Muslimin dan Quraisy menjadi lebih tenang, sehingga banyak orang Arab yang akhirnya mengenal Islam tanpa rasa takut terhadap perang.
– Menjadi Pelajaran dalam Diplomasi Islam
Hudaibiyah menjadi contoh politik damai dan cerdas dalam Islam, menahan diri, sabar, dan berpikir strategis untuk kemaslahatan jangka panjang.
– Mengajarkan Kesabaran dalam Ketaatan
Meski tampak “kalah” secara lahiriah, kaum Muslimin belajar bahwa kemenangan sejati adalah taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta sabar menanti hasilnya.
– Membuka Jalan bagi Penaklukan Makkah
Karena perjanjian ini, stabilitas memungkinkan dakwah Islam menyebar pesat.
Ketika Quraisy melanggar perjanjian dua tahun kemudian, hal itu menjadi sebab Fathu Makkah (Penaklukan Makkah) pada tahun ke-8 Hijriah.
– Kemenangan tidak selalu datang dari pedang, tetapi dari kesabaran, hikmah, dan keimanan yang teguh.
[Sdz]



